Selasa, 20 November 2018

Cerpen *Masa Gelap di Penghujung Waktu (Catatan 2015)


Malam perteduhan

Rintik-rintik air di pelupuk mata mulai berjatuhan. Malam ini suatu kisah baru mulai kujalani. Entah harus bersyukur, entah harus menangis, meratap. Aku dalam kesendirianku seperti dalam penjara gelap yang dikelilingi kegelapan dan kepahitan hati. Malam yang tak pernah terbayang oleh ku, aku mampu mengingat seketika segala kepahitan dan sakitnya masa lalu dalam kisah hidupku yang menurutku sudah aku kubur dalam-dalam hingga tertutup rapat dengan senyuman dan tawa yang indah.

Tapi aku tidak menyadari ada satu celah yang menyebabkan kisah itu tercium baunya hingga keluar dan menyesakkan dadaku juga pikirku malam ini. Aku tidak tahu kepada siapa aku harus menceritakan bagaimana pahitnya malam ini. Aku juga tidak tahu kalaupun ada yang datang atau mau mendengar ceritaku, aku sangat bersyukur. Aku hanya butuh seseorang pribadi yang tulus tanpa harus menjawab dan hanya mendengar semua ceritaku malam ini. Itu saja sudah cukup.
Dulu, malamku begitu gelap. Sama sekali tidak ada setitik celah untuk cahaya memasukinya. Gelap sekali, bahkan terlalu gelap untuk seorang anak yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Masa kecil yang terlalu menyakitkan bagiku. Bahkan jika aku mengingatnya, aku dan hatiku seakan-akan terasa sesak tak bernapas. Seakan-akan aku merobek dagingku dengan belati yang tajam, dan pedihnya tak terdefenisikan oleh apa atau siapapun itu.

Aku seorang gadis yang terlahir dalam segala kekurangan. Setidaknya menurutku, itulah kata yang pantas untuk menggambarkan keadaanku saat itu. Tidak ada sesuatu yang spesial. Tidak ada sesuatu yang bisa aku harapkan atau tidak ada sesuatupun yang dapat aku andalkan dan aku banggakan kepada oranglain bahkan untuk diri sendiri. Aku terlalu HINA!

Bahkan dalamnya luka itu masih terasa hangat dan jelas di mataku saat ini. perasaanku tercabik jika ada hal-hal yang membuatku teringat akan hal itu. Jika ada saat-saat yang membuatku terpaksa dan harus membuka kembali rasa yang tak terkatakan itu. Lidahku terlalu kelu untuk mengatakannya, bahkan jika hanya sebuah kata yang dapat mengingatkanku lagi. Tidak juga dengan perasaan-perasaan hangat yang diberikan oleh orang disekitarku, untuk menyayangiku atau yang memang benar-benar mengasihiku. Aku terlalu menutup hatiku. Aku menolak setiap rasa sayang yang diungkapkan maupun yang terungkapkan sekalipun akan aku tolak seketika jika aku menyadari bahwa hal-hal itu ternyata mengganggu kenyamananku. Karena aku TAK PERNAH DIKASIHI, TAK TAHU MENGASIHI dan TIDAK MENERIMA KASIH. Bagiku, duniaku adalah ketika ketenanganku tidak diganggu orang lain maka aku juga tidak akan pernah menggangu yang lain. Cukup menjadi diri sendiri, menjalani kisahku sendiri, dan meratapi nasibku sendiri.

TRAGIS!
Sungguh MENYEDIHKAN!
AKU SENDIRI!!!

Tak ada kata lain yang terucap dalam hati selain ‘AKU INGIN MATI’
Aku teringat saat itu. Mata terpejam tetapi hati menangis. Dadaku sesak menahan amarah dan kesedihan yang dalam itu. Jika aku bisa sebebas-besasnya mengeluarkan isi hatiku, aku ingin sekali menjerit dengan sekuat tenaga hingga kekuatanku hilang dan habis hanya untuk menyatakan bahwa

‘AKU SEDIH’!!!
AKU SAKIT!!
AKU MENDERITA DISINI!!!
AKU INGIN BEBAS, BEBAS, BEBAS DAN BEBAS!!!

Tidak adakah yang mendengar suaraku? Tidak adakah yang melihatku disini?! Disudut kegelapan ini???

Aku kedinginan dalam kebekuan kasih yang sudah lama hilang. Aku kekeringan air mata untuk menyampaikan emosi-emosiku. Aku lelah dengan kebohongan belaka. Aku tidak suka wajah dan hatiku ini berbanding terbalik ketika mereka, orang-orang itu melihatku. Aku seakan-akan orang MUNAFIK yang terlihat tenang tetapi sebagian dari diriku hilang. Hatiku tak lagi merasakan apa perbedaan antara kehangatan kasih yang sesungguhnya dengan perasaan terluka dan menutup diri bahkan menolak mereka yang mendekat. Meski itu tulus dari hati mereka. Aku menyadarinya. Tetapi, mata hatiku terlalu keras tertutup dan aku sendiri saja tidak tahu bagaimana membuka kembali pintu itu meski hanya terbuka untuk sedetik saja.

Aku terlalu nyaman dengan keadaan ini. Nyaman dengan perasaan-perasaan benci dan dendam. Nyaman dengan wajah dan ekspresiku yang pemurung dan bengis. Nyaman dengan fisikku yang keras dan selalu respon menolak uluran tangan orang lain. Terlalu nyaman dengan keirian jika melihat orang lain bahagia bahkan sudah terlalu nyaman dan mencintai kenyamanan akan pribadiku yang emosian dan tertutup menghindari orang lain setiap waktuku. Hanya mencintai kesendirian dalam kegelapan malam bahkan untuk dunia yang luas ini aku tidak dapat menyadari sinar matahari yang panas menyengat kulitku setiap hari. Hanya ada kebekuan dalam setiap sel darahku. Hanya itu yang aku tahu. Dan meski aku tahu, tetapi aku sudah terlalu nyaman akan ini.

NYAMAN dan MENCINTAINYA!

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar