Konsep makna dalam semantik
Aspek makna menurut Palmer (dalam
Djajasudarma, 2009:3) yaitu dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat
dibedakan atas:
1.
Sense
(Pengertian)
Aspek
makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara/penulis dan kawan
bicara berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide
atau pesan yang dimaksud. Di dalam berbicara dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar kawan bicara menggunakan
kata-kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud. Lyons mengatakan bahwa
pengertian adalah system hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain
diadalam kosa kata. Sedangkan Ulman mengatakan bahwa pengertian adalah
informasi lambang yang disampaikan kepada pendengar.
Contoh:
a. Celana ini pendek.
a. Celana ini pendek.
b. Celana ini tidak
panjang.
c. Hari ini hujan
d. Hari ini mendung
Kalimat
(a) dan (b) memiliki satu pengertian, meskipun kata “pendek” diganti dengan
ukuran kata “tidak panjang”. Kita paham tema karena kita paham akan kata-kata
yang melambangkan tema tersebut.
2. Nilai
Rasa (feeling)
Aspek
makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan. Nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah
kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan
dorongan maupun penilaian.Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan
dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan
perasaan.
Contoh:
1. “Saya akan pergi” (menunjuk pada dorongan).
1. “Saya akan pergi” (menunjuk pada dorongan).
2. “Engkau
malas” (menunjuk pada penilaian).
3. “turut
berduka cita”
4. “ikut
bersedih”
Kata-kata: Saya, pergi,
turut berduka cita,ikut bersedih, malas; mempunyai nilai rasa. Kata-kata yang
sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari pengalaman, dapat dipertimbangkan
bila kita mengatakan “penipu kau!”
merupakan ekspresi yang berhubungan dengan pengalaman tentang orang tersebut.
Kita merasa pantas menyebut orang tersebut sebagai penipu karena tindakannya
yang tidak baik. Setiap sajak biasanya mengungkapkan aspek makna perasaan (feelling)penyair.
3.
Nada
(Tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap
pembicara terhadap kawan pembicara. Aspek nada berhubungan pula dengan aspek
makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan
pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan.
Bila kita jengkel terhadap seseorang maka sikap kita akan berlainan dengan
perasaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila kita jengkel akan memilih aspek
makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek makna yang digunakan bila
kita memerlukan sesuatu, maka akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah.
Contoh:
v
“Pulang !” (kata ini menunjukan bahwa pembicara jengkel atau dalam suasana
tidak ramah).
v “Pulang ?” (kata ini menunjukan bahwa
pembicara menyindir).
4.
Maksud
(Intension)
Aspek
maksud menurut Shipley merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha
keras yang dilaksanakan.
Maksud yang diinginkan
dapat bersifat deklarasi, imperative, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi
atau politik. Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang
bersifat;
-
Deklaratif : “pemeliharaan kesehatan dapat menunjang
program pemerintahdi dalam memelihara lingkungan dan meningkatkan taraf
kehidupan bangsa”
-
Persuasif : “dengan pola makan empat sehat lima
sempurna di tiap kampung akan menjamin kesehatan masyarakat”
-
Imperatif : “halaman-halaman rumah ditiap tempat
ditanami apotek hidup”
-
Naratif :
“manusia hidup panjang dengan memelihara kesehatan dan memerhatikan sikap
pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup sehat”
-
Politis :
“rakyat sehat, negara kuat”
-
Paedagogis (pendidikan) : “mendidik hidup sehat supaya negara kuat”
Contoh:
Orang berkata “Hai akan hujan”. Pembicara bermaksud:
Orang berkata “Hai akan hujan”. Pembicara bermaksud:
a. Cepat-cepat
pergi.
b. Bawa
payung.
c. Tunda
dulu keberangkatan.
d. Dan
masih ada lagi kemungkinan yang tersirat.
Adapula
aspek makna dalam semantik, (dalam http://sutrie.blogspot.com/2012/11/relasi-makna-dalam-semantik.html)
yaitu:
Makna Denotatif
Makna denotative (denotative meaning) adalah makna atau
kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan
wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.Misalnya,
kata uang yang mengandung makna benda kertas atau logam yang digunakan dalam
transaksi jual beli. Kita memaknakan kata uamh tanpa mengasosiasikannya dengan
hal-hal yang lain. Jadi makna denotative adalah makna yang sebenarnya, makna
yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada
pembicara maupun pada pendengar.
Makna Deskriptif
Makna deskriptif (deskriptif meaning) yaitu biasa disebut
pula makna kognitif (cognitive meaning) atau
makna referensial (referensuial meaning)
adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata.Makna yang ditunjukkan oleh
lambang itu sendiri.Jadi, kalau sesorang mengatakan air, maka yang dimaksud adalah sejenis benda cair yang digunakan
untuk mandi, mencuci, atau diminum. Orang mengerti makna kata air, karena itu
ia membawa air seperti yang kita kehendaki.
Makna Ekstensi
Makna
ekstensi (ektensional meaning) adalah
makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep.Makna ini meliputi semua
konsep yang ada pada kata.Mkakna ekstensi mencakup semua makna atau kemungkinan
makna yang muncul dalam kata. Misalnya, kata ayah dapat dimaknakan: (1)
orangtua anak-anak; (2) laki-laki; (3) telah beristri; (4) sebagai kepala rumah
tangga; dan (5) orang yang berusaha keras mencari nafkah untuk anak dan
istrinya..setiap kata dapat diuraikan komponen-komponen maknanya. Semua
komponen yang membentuk pemahaman kita tentang kata tersebut, itulah makna
ekstensinya.
Makna Emotif
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi
pembicara atau sikap pembicara mengenai/terhadap apa yang difikirkan atau
dirasakan. Misalnya, kata kerbau yang
muncul dalam urutan kata engkau kerbau.Kata
kerbau ini menimbulkan perasaan tidak
enak bagi pendengar, atau dengan kata lain, kata kerbau mengandung makna
emosi. Kata kerbau dihubungkan dengan perilaku yang
malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang mendengarnya merasa
tersinggung, perasaannya tidak enak. Contoh lain misalnya, Si Ali meninggal berbeda dengan kalimat Si Ali mampus. orang yang mendengar ujaran ini
mengasosiasikan dengan sifat Ali karena nilai rasa meninggal dan mampus, berbeda. Kata mampus lebih cocok digunakan kepada hewan atau manusia yang
perilakunya seperti hewan.Orang yang mendengarkan urutan kata Si Ali mampus memperlihatkan perasaan yang
mengatakannya, dan tentu saja menimbulkan perasaan tertentu pada pendengar.
Makna Gerefleker
Makna gerefleker (Belanda:gereflecteerde betekenis) muncul dalam
hal makna konseptual yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi kita terhadap
makna yang lain. Makna gerefleker tidak muncul karena sugesti emosional, tetapi
juga yang berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu.Misalnya, yamg berhubungan
dengan seksual, kepercayaan atau kebiasaan. Kata-kata bersetubuh, ejakulai, ereksi adalah
kata-kata yang mengandung makna gerefleker. Sehingga kata-kata tersebut tidak
pantas dikatakan, tabu diujarkan pada situasi tertentu. Conto lain misalnya,
orang yang biasa mencari hasil hutan tidak berani mengatakan harimau, dan
orang-orang yang biasa mencari hasil laut tidak berani menyebut nama-nama hewan
di darat. Orang yang mencari hasil di hutan menyebut harimau, maka harimau akan
betul-betul berjumpa mereka (di jawa), dan orang yang mencari hasil di laut
yang menyebut kata-kata ayam, kambing, sapi akan berputar-putar saja di laut,
susah merapat ke darat. Kata-kata inilah yang dinamakan makna gerefleker.
Makna Gramatikal
Makna gramatikal (grammatical meaning), atau makna
fungsional (fungsional meaning), atau
makna structural (structural),atau
makna internal (internal meaning) adalah
makna yang muncul sebagai akibat kata dalam kalimat. Kata mata mengandung makna leksikal alat
atau indra yang terdapat di
kepala yang berfungsi untuk mel;ihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, misalnya, ‘’Hei, mana matamu?’’
kata mata tidak mengacu lagi pada
makna alat untuk melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk melihat, tetapi
menunjuk ppada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya kotor,yang
menghasilkan urutan kata: air mata, mata
air, mata duitan, mata pisau, dan lain-lain.
Makna Ideasional
Makna ideasional (ideational meaning) adalah makna yang
muncul akibat penggunaan kata yang memiliki konsep.Dalam hubungannya dengan
makna ideasional kata, ada baiknya dibedakan antara konsep kata dan makna
ideasional kata.konsep kata merupakkan
inti, sedangkan makna Ideasional nerupakan
konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku di dalam sebuah kata.Dalam BI
terdapat kata demokrasi.konsep makna
kata demikrasi adalah persamaan hak dan kewajiban seluruh rakyat. Makna
ideasionalnya, yakni ide yang terkandung di dalam kata demikrasi itu sendiri.
Idealnya, yakni rakyat turut memerintah melalui wakil-wakil; rakyat berhak
mkemilik wakil-wakil yang akan memimpin mereka; rakyat berhak mengawasi
jalannya pemerintahan, tetapi rakyat berkewajiban pula untuk bersama-sama
menanggung biaya pembangunan yang mereka harapkan.
Makna intensitas
Makna itensi (intentional meaning) adalah makna yang menekankan maksud pembicara.
Ambillah kata roti yang akan muncul
dalam kalimatt:
1.
Saya minta roti
2.
Saya mau menyimpan roti
3.
Saya akan membeli roti.
kalimat
(1) pembicara bermaksud mendapatkan roti. Maksud pembicara pada kalimat ini
berbeda dengan maksud pembicara pada
kalimat (2) dan seterusnya. Jika seseorang barkta,’’ Roti? Roti! Roti dua!’’
pada kata-kata ini(yang sebenarnya sudah berwujud kalimat) maksud pembicara
berbeda-beda. Pada kalimat Roti?Pembicara
ingin menyatakan maksudnya, apakah roti yang dibeli? Pada kalimat, Roti! Pembicara ingin menyatakan
maksudnya: roti yang diambil, roti yang disimpan, roti yang dijual, sedangkan
pada kalimat Roti! Pembicara ingin
menyatakan maksudnya: roti dua yang diambil, roti dua yang disimpan.
Makna Khusus
Makna khusus adalah makna kata atau
istilah yang pemakaiannya tyerbatas pada bidang tertentu.Misalnya, kata operasi.Bagi dokter atau orang yang
bekerja di rumah sakit, makna kata operasi
selalu dikhususkan pada upaya
menyelamatkan nyawa orang dengan jalan mengoperasi sebagian anggota tubuh
pasien. Dan bagi orang yang bekerja di kantor
tata kota, makna kata operasi dikhususkan pada makna yang
berhubungan dengan kegiatan kantor tersebut yang muncul dalam urutan kata operasi kebersihan, operasi pedagang kaki
lima. Pendek kata, makna khusus adalah makna terbatas.Makna ini terbatas
dalam bidang atau kegiatan tertentu. Salah satu cara untuk mendapatkan makna
khusus, yakni menambah kata, baik depan atau di belakangnya. Contoh: ambillah
kata jagung. Jika kata jagung ditambah di sebelah kanan atau di
belakang kata jagung.Makna urutan kata jagung
muda sudah lebih khusus. Jika urutan kata ini ditambah lagi dengan kata
lain, misalnya Pak Suko sehingga urutannya menjadi jagung muda Pak Suko, maka maknanya sudah lebih khusus lagi.
Makna Kiasan
Makna kiasan (transferred meaning atau figurative
meaning) adalah pemakaian kata yang tidak sebenarnya.Makna kiasan banyak
terdapat di dalam idiom, peribahasa, dan ungkapan. Dalam BI terdapat kata batang yang muncul dalam ungkapan: jangan berdiri di situ seperti batang,
berbuatlah sesuatu. Kata batang di
sini tidak dihubungkan lagi dengan batang pohon, batang pisang, tetapi
dihubungkan dengan orang yang tegak saja, diam tidak bekerja.Dalam BI terdapat
kata bintang yang bermakna benda
langit yang berkelip-kelip jika dilihat pada waktu malam hari, namun kalau
seorang berkata ‘’ Dia bintang lapangan.’’Urutan kata bintang lapangan bemakna kiasan, orang yang terampil bermain sepak
bola.Karena itu dalam BI terdapat pula urutan kata bintang film, bintang sinetron, bintang layar perak, dan lain-lain.
Makna Kognitif
Makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive meaning) adalah makna yang ditujukan oleh acuannya,
makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa,
objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis
komponennya.Misalkan kata pohon bermakna
tumbuhan yang berbatang keras dan besar.Jika orang berkata pohon terbayang pada kata yang selama ini kita kenal.Jika makna
emotif lebih banyak berhubungan dengan perasaan, makna kiasan lebih banyak
berhubungan dengan perbandingan dan makna ideasional lebih banyak berhubungan
dengan ide, maka makna kognitif lebih banyak berhubungan dengan otak.Makna
kognitif lebih banyak berhubungan dengan pemikiran kita tentang sesuatu.
Makna Kolokasi
Makna kolokasi biasanya berhubungan
dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Kalau orang
berkata garam,gula, ikan, sayur, terong, kata-kata
ini berhubungan dengan lingkungan dapur. Kalau seseoirang berkata kertas, lem, tinta, mesin ketik, maka
bayangan kita adalah kantor atau sekolah. Makna kolokasi dibatasi oleh tingkat
kecocokan kata, misalnya kata cantik hanya
dapat digunakan untuk gadis, dan ridak digunakan untuk pemuda; kata wafat
dahulu hanya digunakan untuk pejabat, kini digunakan pula untuk
orang yang dihormati; kata wafat tidak
cocok digunakan untuk npencuri. Makna kolokasi dibatasi oleh ketepatan,
misalnya sudut siku-siku pasti 90 derajat.
2. Bahasa sebagai sistem semiotik!
Bahasa pada dasarnya merupakan
sesuatu yang khas dimiliki manusia (Aminuddin, 2003 : 17). Ernst Cassirer dalam
hal ini menyebutkan manusia sebagai animal symbolicum, yakni makhluk
yang menggunakan media berupa simbol kebahasaan dan memberi arti serta mengisi
kehidupannya. Keberadaan manusia sebagai animal symbolicum lebih berarti
dari pada keberadaan manusia sebagai makhluk berpikir, karena tanpa adanya
simbol, manusia tidak akan mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Selain
itu, dengan adanya simbol itu juga memungkinkan manusia untuk bukan hanya
sekedar berpikir, melainkan juga mendapatkan kontak dengan realitas kehidupan
di luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan kontak itu kepada dunia.
Bahasa berperan antara lain dalam
(a) membentuk pengalaman sehubungan dengan tanggapan terhadap dunia luar secara
simbolik, (b) menjadi alat yang menyertai dan membentuk proses berpikir, (c)
berperanan dalam mengolah gagasan, serta (d) menjadi alat penyampai gagasan
lewat kegiatan komunikasi. Masalahnya sekarang, bagaimanakah karakteristik
bahasa itu sebagai milik khas manusia, sebagai sistem semiotik dan
kaitannya dengan makna.
Batasan pengertian bahasa yang lazim
diberikan, yaitu bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri
(Kridalaksana, 1982 : 17). Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis
dan sistemis, dikatakan sistemis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan
tertentu. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem, yakni subsistem
fonologis, subsitem gramatikal, dan subsistem leksikal.
Beberapa hal menarik yang dapat disimpulkan dari batasan pengertian itu adalah
(a) bahasa merupakan suatu sistem, (b) Sebagai sistem, bahasa bersifat
arbitrer, dan (c) sebagai sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk
berinteraksi, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.
Bahasa memiliki komponen-komponen
yang tersusun secara hierarkis. Komponen itu meliputi komponen fonologis,
morfologis, sintaksis, dan semantis. Masing-masing komponen tersebut saling
memberi arti, saling berhubungan dan saling menentukan.
Pada sisi lain, setiap komponen juga
memiliki sistemnya sendiri. Sistem pada tataran bunyi, misalnya dikaji bidang
fonologi, pada tataran kata dikaji bidang morfologi, dan kajian sistem
pada tataran kalimat menjadi wilayah sintaksis. Sebagai subsistem,
masing-masing komponen tersebut juga telah mengandung aspek semantis
tertentu sehingga secara potensial dapat disusun dan dikombinasikan untuk
digunakan dalam komunikasi.
Dari kenyataan bahwa bahasa
merupakan suatu yang bersistem, maka bahasa sebenarnya, selain bersifat
arbitrer, sekaligus juga nonarbitrer (Bolinger, 1981 : 9). Dengan
terdapatnya sistem dan sekaligus kesepakatan itulah, bahasa akhirnya dapat
digunakan untuk berinteraksi. Pemakaian bahasa dalam interaksi, lebih lanjut juga
membuahkan sejumlah ciri lain. Hal itu terjadi karena bahasa bukan satu-satunya
alat yang digunakan untuk berinteraksi dalam bentuk komunikasi. Bahasa memiliki
ciri-ciri tertentu yang bersifat khusus. Ciri-ciri tersebut dapat dikaji dalam
paparan berikut ini.
Ciri-ciri bahasa
Bahasa memliki sifat kabur (vagueness)
karena makna yang terkandung didalam bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya
mewakili realitas yang diwakilinya. Ambiguity berkaitan dengan ciri
kataksaan makna dari suatu bentuk kebahasaan. Kekaburan dan kataksaan itu
diakibatkan oleh kelebihannya yang multifungsi, yakni fungsi simbolik, emotif,
dan efektif. Bahasa pun bersifat inexplicitness sehingga tidak
secara eksak, tepat, dan menyeluruh untuk mewujudkan gagasan yang
dipersentasikannya. Selain itu, pemakaian suatu bentuk bahasa sering
berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatikal, sosial, dan
situasional atau bersifat context-dependence.
Adapun ciri-ciri bahasa manusia, apabila dibandingkan dengan
bahasa binatang serta sistem tanda lain, seperti telah diungkapkan antara lain
oleh Hockett (1960), Osgood (1980), maupun Bolinger (1981), apabila dikaitkan
dengan aspek makna, adalah sebagai berikut.
Bahasa sebagai sistem semiotik
Dari ciri
terakhir yang telah diungkapkan, diketahui bahwa keberadaan bahasa sebagai
suatu sistem juga bersifat bidimensional. Sebagai suatu realitas dalam
pemakaian, bahasa selain memiliki sistemnya sendiri juga berhubungan dengan
sitem lain di luar dirinya. Keberadaan istilah kekerabatan dalam bahasa
jawa, seperti bapak, embok, pakdhe, budhe, misalnya
ditentukan oleh sisitem kekerabatan dalam masyarakat jawa. Sebab itu, untuk
memahaminya, sistem yang melatari harus dipahami terlebih dahulu.
Dihubungkan dengan kata yang terdapat di dalam bahasa itu
sendiri, setiap bahasa juga memiliki fungsi deiksis. Pengertian fungsi
deiksis ialah fungsi menunjuk sesuatu di luar bentuk kebahasaan. Kedeiksisan
itu, dalam setiap bahasa akan meliputi penunjukan terhadap objek, persona, dan
peristiwa sehubungan dengan keberadaan pemeran dalam ruang dan waktu (Palmer,
1981 : 60).
Dalam bahasa indonesia misalnya, terdapat bentuk saya,
kami, kita maupun kamu, sebagai bentuk yang menunjuk pada
persona sebagai pameran. Ini, itu serta di sini, dan di situ, sebagai bentuk
yang berkaitan dengan penunjukan jarak ruang antara pameran maupun antara
masin-masing pameran dengan objek yang terlibat dalam kegiatan tuturan.
Acuan dari bentuk kamu, itu, maupun kemarin,
misalnya, referennya dapat berpindah-pindah. Penentuan referennya baru dapat ditetapkan
apabila konteks tuturan sudah diketahui dengan pasti, salah satu bentuk
konteks itu , selain struktur adalah konteks sosial dan situasional. Dari
terdapatnya sejumlah kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian
kebahasaan sebagai suatu kode yang telah muncul dalam pemakaian, selain
berfokus pada (1) karakteristik hubungan antara bentuk, lambang atau kata yang
satu dengan kata yang lainnya, (2) hubungan antara bentuk kebahasaan dengan
dunia luar yang diacunya, juga berfokus pada (3) hubungan antara kode dangan
pemakainya.
Sejalan dengan terdapatnya tiga pusat kajian kebahasaan
dalam pemakaian, maka bahasa dalam sistem semiotik dibedakan dalam tiga
komponen sistem (1) sintaksis, yakni komponen yang berkaitan dengan
lambang atau sign serta bentuk hubungannya, (2) semantik, yakni
unsur yang berkaitan dengan masalah hubungan antara lambang dengan dunia luar
yang diacunya, serta (3) pragmatik, yakni unsur ataupun bidang kajian
yang berkaitan dengan hubungan antara pemakai dengan lambang dalam pemakaian
(Lyons, 1979 : 115). Ditinjau dari sudut pemakaian, telah diketahui bahwa alat
komunikasi manusia dapat dibedakan antara media berupa bahasa atau media
verbal dengan media nonbahasa atau nonverbal. Sementara
media kebahasaan itu ditinjau dari alat pemunculannya atau channel,
dibedakan pula antara media lisan dengan media tulis. Dari kemungkinan
terdapatnya unsur suprasegmental maupun kinesiks, maka kalimat
dalam dan bentuk tulisan lebih mengutamakan adanya kelengkapan unsur dan
kejelasan urutan dari pada secara lisan.
Sistem kaidah penataan lambang secara gramatis selalu
berkaitan dengan strata makna dalam suatu bahasa. Pada sisi lain, makna sebagai
label yang mengacu realitas tertentu juga memiliki sistem hubungannya
sendiri. Unsur pragmatik yakni hubungan antara tanda dengan pemakai
menjadi bagian dari sistem semiotik sehingga juga menjadi salah satu cabang
kajiannya karena keberadaan tanda tidak dapat dilepaskan dari pemakainya
bahkan lebih luas lagi keberadaan suatu tanda dapat dipahami hanya
dengan mengembalikan tanda itu ke dalam masyarakat pemakainya, kedalam konteks
sosial budaya yang dimiliki.
3.
Aspek
pragmatik dalam semiotik sama sekali tidak dikaitkan dengan unsur
pemakaian, sebagai unsur yang secara langsung berhubungan dengan
konteks sosial dan situasional karena unsur-unsur sosial dan situasional dalam semiotik
telah disikapi sebagai unsur (1) sistem pemakaian dan termasuk di dalam sistem
pragmatik, (2) unsur kontekstual, baik sosial maupun situasional, sebagai suatu
sistem, telah berada di dalam kesadaran kolektif anggota suatau masyarakat
bahasa, (3) latar fisis dan situasi hanya berfungsi sekunder. Atau
dengan kata lain pusat perhatian semiotik adalah sistem yang mendasari “sistem
kebahasaan” dan bukan pada wujud pemakaiannya.
Pendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang
tidak dapat dipisahkan dengan pemakai, aspek lambang, dan semantis, juga
diungkapkan oleh Ferdinand de Saussure (1916) mengungkapkan bahwa itu mencakup
tiga unusur, meliputi (1) la langue, yakni unit sistem kebahasaan yang
bersifat kolektif dan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat bahasa,
(2) la parole, sebagai wujud bahasa yang digunakan anggota masyarakat
bahasa itu dalam pemakaian, serta (3) la langage, yaitu wujud dari
pengelompokan la parole yang nantinya akan menimbulkan dialek maupun
register. Pemahaman terhadap sistem kebahasaan itu tentu sangat berperan dalam
upaya memahami wujud kebahasaan atau signal yang direpresentasikan oleh
pemakainya.
Dari uraian tentang bahasa sebagai sistem semiotik di
atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian bahasa dalam komunikasi diawali dan
disertai sejumlah unsur, meliputi (1) sistem sosial budaya dalam suatu
masyarakat bahasa, (2) sistem kebahasaan yang melandasi, (3) bentuk kebahasaan
yang digunakan, serta (4) aspek semantis yang dikandungnya. Dalam komunikasi,
dari keempat unsur di atas yang tertampil secara eksplisit adalah signal, yang
oleh Colin Cherry diartikannya sebagai bentuk fisis yang digunakan untuk
menyampaikan pesan baik itu ujaran kebahasaan maupun unsur lain yang secara
laras menunjang aspek-aspek semantis yang akan direpresentasikan (Cheryy, 1957
: 306).
Dengan demikian, dalam proses komunikasi, signal
memiliki dua fungsi. Pertama, signal atau tanda menjadi alat paparan
pengirim pesan atau sender. Kedua, tanda juga menjadi tumpuan
dalam penerimaan dan upaya memahami pesan. Dapat diketahui bahwa penutur
memiliki hubungan langsung dengan sistem sosial budaya, sistem kebahasaan,
aspek semantis, serta signal yang diwujudkannya. Dengan demikian, kunci
pemahaman aspek semantis adalah pada penutur atau pemakai yang memiliki atribut
sistem kebahasaan serta latar sosial budaya.
Apabila penerima adalah pemakai bahasa yang digunakan
penutut, maka hubungan resiprokal besar kemungkinan dapat terjadi.
Sementara penerima yang bukan anggota masyarakat bahasa penuturnya, terlebih
dahulu harus mengidentifikasi identitas-identitas penutur, berusaha memahami
keseluruhannya itu, penerima pesan pasti gagal menerima informasi sehingga komunikasi
itu pun tidak berlangsung. Masalah yang segera muncul adalah (1) mengapa signal
yang disampaikan dan diterima oleh sesama anggota masyarakat bahasa tidak
membuahkan informasi, serta (2) penutur yang bukan anggota masyarakat bahasa
dengan hanya memahami sistem kebahasaannya.
4.
Jelaskan
pengertian semantik dari berbagai pendapat para ahli!
Kata semantik sebenarnya merupakan
istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna.Semantik dalam bahasa
Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘ sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya
adalah ‘semaino’ yang berarti
‘menandai’ atau ‘melambangkan’, Yang
dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis
: signé linguistique).
1. Menurut
Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : 1)Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi
bahasa.
2)Komponen yang diartikan atau makna
dari komopnen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan
sedangkan yang ditandai ataudilambangkan
adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai
referent/ acuan / hal yang ditunjuk.
2.
Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah
“hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah
penerapan tanda-tanda tersebut”.
3. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik
(inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang
sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
4. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna.
Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut
menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan
dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
5. Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri
dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam
pengalaman dunia manusia.
6. Ensiklopedia britanika (Encyclopedia
Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang
hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau
simbol dalam aktifitas bicara.
7. Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin
linguistik yang membicarakan makna.
8. Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna
atau tentang arti.Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa
(fonologi, gramatikal dan semantik).
Pandangan semantik kemudian berbeda
dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan
pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai
ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada
struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi
stilistika
4. Studi semantik terarah pada
bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira
mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan
mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf,
1956-Bahasa cermin bangsa).
5.
Jelaskna
dengan contoh apa yang dimaksud dengan semantik leksikal!
Semantik leksikal adalah cabang semantik yang menyelidiki makna unsur-unsur
kosakata suatu bahasa secara umum sebagai
satuan mandiri tanpa memandang posisinya dalam kalimat. Sebuah kamus
merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal; makna
tiap kata diuraikan di situ Satuan kajian
utama semantik leksikal adalah leksem.
Didalam buku pengantar SEMANTIK
Bahasa Indonesia. Menurut Chaer (2009:60) menyatakan, “Makna Leksikal adalah
bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa
kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan
bentuk bahasa yang bermakna.” Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan
demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang berifat leksikon,
bersifat leksem, atau bersifat kata. Dapat pula dikatakan makna leksikal adalah
makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil kehidupan
kita.
Contohnya, kata tikus makna
leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya
penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam
kucing atau dalam kalimat Panen kali ini gagal akibat serangan hama
tikus. Kata tikus pada kedua kalimat itu jelas merujuk kepada
binatang tikus, bukan kepada yang lain. Tetapi dalam kalimat yang menjadi
tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal
karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia,
yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus.
Dilihat dari contoh-contoh di atas
dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang
nyata tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata itu. Makna
Leksikal suatu kata sudah jelas bagi seorang bahasawan tanpa kehadiran kata itu
dalam suatu konteks kalimat. Berbeda dengan makna yang bukan makna leksikal,
yang baru jelas apabila berada dalam konteks kalimat atau satuan sintaksis
lain. Tanpa konteks kalimat dan konteks situasi jika kita mendengar kata
bangsat maka yang terbayang di benak kita adalah jenis binatang penghisap
darah yang disebut juga kata busuk atau kepinding. Jika kita mendengar kata
memotong maka yang terbayang dalam benak kita adalah pekerjaan untuk
memisahkan atau menceraikan yang dilakukan dengan benda tajam. Tetapi kata bangsat
yang berarti penjahat dan kata memotong yang berarti mengurangi
baru akan terbayang dalam benak kita apabila kata-kata tersebut dipakai di
dalam kalimat. Misalnya dalam kalimat Dasar bangsat uangku disikatnya juga
dan kalimat kalau mau memotong gajiku sebaiknya bulan depan saja.
Semua kata dalam bahasa Indonesia
bermakna Leksikal? Tentu saja tidak. Kata-kata yang dalam gramatikal disebut
kata penuh (full word) seperti kata meja, tidur, dan cantik
memang memiliki makna leksikal, tetapi yang disebut kata tugas (function word)
seperti kata dan, dalam, dan karena tidak memiliki makna
leksikal.
Didalam buku Linguistik Umum.
Menurut Chaer (2007:289) menyatakan, “Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki
atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun.” Misalnya, leksem kuda
memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’,
pinsil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’,
air bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk
keperluan sehari-hari’. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna
leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi oanca indera kita, atau makna apa adanya.
6.
Jelaskan
dengan contoh apa yang dimaksud dengan semantik gramatikal!
Menurut Chaer (2009:62) Menyatakan,
“Makna Gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.”
Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu
terangkat juga oleh adik melahirkan makna ’dapat’ dan dalam
kalimat ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna
gramatikal ‘tidak sengaja’.
Proses Reduplikasi seperti
kata buku yang bermakna ‘sebuah buku’ menjadi buku-buku yang bermakna ‘banyak
buku’ bahasa inggris untuk menyatakan ‘jamak’ menggunakan penambahan
morfem (s) atu menggunakan bentuk khusus. Misalnya book ‘sebuah buku’
menjadi books yang bermakna ‘banyak buku’ ; kata women
yang bermakna ‘seorang wanita’ menjadi womens yang bermakna ‘banyak
wanita’. Penyimpangan makna dan bentuk-bentuk gramatikal yang sama
lazim juga terjadi dalam berbagai bahasa, Dalam bahasa Indonesia, misalnya,
bentuk-bentuk kesedihan, ketakutan, kegembiraan dan kesenangan memiliki
makana gramatikal yang sama, yaitu hal yang disebut kata dasarnya. Tetapi
bentuk atau kata kemaluan yang bentuk gramatikalnya sama dengan deretan kata di
atas, memiliki makna yang lain. Contoh kata lain, kata menyedihkan,
menakutkan, dan mengalahkan memiliki makna gramatikal yang sama
yaitu ‘membuat jadi yang disebut kata dasarnya’. Tetapi kata memenangkan
dan menggalakkan yang dibentuk dari kelas kata dan imbuhan yang sama
dengan ketiga kata di atas, tidak memiliki makna seperti ketiga kata tersebut,
sebab bukan bermakna’ membuat jadi menang’ membuat jadi galak’
melaikan bermakna ‘memperoleh kemenangan’ dan menggiatkan’.
Proses Komposisi atau proses
penggabungan dalam bahasa Indonesia juga banyak melahirkan makna
gramatikal. Makna Gramatikal komposisi sate ayam tidak sama dengan
komposisi sate Madura. Yang pertama menyatakan ‘asal bahan’ dan
yang kedua menyatakan ‘asal tempat’ . Begitu juga komposisi anak asuh
tidak sama maknanya dengan komposisi orang tua asuh. Yang pertama
bermakna ‘ anak yang diasuh’ sedangkan yang akedua bermakna ‘orang tua yang
mengasuh’.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar