Jumat, 24 Oktober 2014

Konsep makna dalam semantik
Aspek makna menurut Palmer (dalam Djajasudarma, 2009:3) yaitu dapat dipertimbangkan dari fungsi, dan dapat dibedakan atas:

1.      Sense (Pengertian)
Aspek makna pengertian ini dapat dicapai apabila antara pembicara/penulis dan kawan bicara berbahasa sama. Makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan ide atau pesan yang dimaksud. Di dalam berbicara dalam kehidupan sehari-hari  kita mendengar kawan bicara menggunakan kata-kata yang mengandung ide atau pesan yang dimaksud. Lyons mengatakan bahwa pengertian adalah system hubungan-hubungan yang berbeda dengan kata lain diadalam kosa kata. Sedangkan Ulman mengatakan bahwa pengertian adalah informasi lambang yang disampaikan kepada pendengar.

Contoh:
a. Celana ini pendek.
b. Celana ini tidak panjang.
c. Hari ini hujan
d. Hari ini mendung
Kalimat (a) dan (b) memiliki satu pengertian, meskipun kata “pendek” diganti dengan ukuran kata “tidak panjang”. Kita paham tema karena kita paham akan kata-kata yang melambangkan tema tersebut.

2.    Nilai Rasa (feeling)
Aspek makna yang berhubungan dengan nilai rasa berkaitan dengan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan. Nilai rasa yang berkaitan dengan makna adalah kata-kata yang berhubungan dengan perasaan, baik yang berhubungan dengan dorongan maupun penilaian.Jadi, setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan nilai rasa dan setiap kata mempunyai makna yang berhubungan dengan perasaan.
Contoh:
1. “Saya akan pergi” (menunjuk pada dorongan).
2.    “Engkau malas” (menunjuk pada penilaian).
3.    “turut berduka cita”
4.    “ikut bersedih”
Kata-kata: Saya, pergi, turut berduka cita,ikut bersedih, malas; mempunyai nilai rasa. Kata-kata yang sesuai dengan makna perasaan ini muncul dari pengalaman, dapat dipertimbangkan bila kita mengatakan “penipu kau!” merupakan ekspresi yang berhubungan dengan pengalaman tentang orang tersebut. Kita merasa pantas menyebut orang tersebut sebagai penipu karena tindakannya yang tidak baik. Setiap sajak biasanya mengungkapkan aspek makna perasaan (feelling)penyair.

3.        Nada (Tone)
Aspek makna nada menurut Shipley adalah sikap pembicara terhadap kawan pembicara. Aspek nada berhubungan pula dengan aspek makna yang bernilai rasa. Dengan kata lain, hubungan antara pembicara dengan pendengar akan menentukan sikap yang tercermin dalam kata-kata yang digunakan. Bila kita jengkel terhadap seseorang maka sikap kita akan berlainan dengan perasaan bergembira terhadap kawan bicara. Bila kita jengkel akan memilih aspek makna nada dengan meninggi, berlainan dengan aspek makna yang digunakan bila kita memerlukan sesuatu, maka akan beriba-iba dengan nada merata atau merendah.

Contoh:
v “Pulang !” (kata ini menunjukan bahwa pembicara jengkel atau dalam suasana tidak ramah).
v  “Pulang ?” (kata ini menunjukan bahwa pembicara menyindir).

4.      Maksud (Intension)
Aspek maksud menurut Shipley merupakan maksud senang atau tidak senang, efek usaha keras yang dilaksanakan.
Maksud yang diinginkan dapat bersifat deklarasi, imperative, narasi, pedagogis, persuasi, rekreasi atau politik. Aspek makna tujuan ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat;
-          Deklaratif                         : “pemeliharaan kesehatan dapat menunjang program pemerintahdi dalam memelihara lingkungan dan meningkatkan taraf kehidupan bangsa”
-          Persuasif                          : “dengan pola makan empat sehat lima sempurna di tiap kampung akan menjamin kesehatan masyarakat”
-          Imperatif                          : “halaman-halaman rumah ditiap tempat ditanami apotek hidup”
-          Naratif                             : “manusia hidup panjang dengan memelihara kesehatan dan memerhatikan sikap pemerintah dalam meningkatkan taraf hidup sehat”
-          Politis                               : “rakyat sehat, negara kuat”
-          Paedagogis (pendidikan) : “mendidik hidup sehat supaya negara kuat”
Contoh:
Orang berkata “Hai akan hujan”. Pembicara bermaksud:
a.       Cepat-cepat pergi.
b.      Bawa payung.
c.       Tunda dulu keberangkatan.
d.      Dan masih ada lagi kemungkinan yang tersirat.
Adapula aspek makna dalam semantik, (dalam http://sutrie.blogspot.com/2012/11/relasi-makna-dalam-semantik.html) yaitu:

Makna Denotatif
Makna denotative (denotative meaning) adalah makna atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa yang diterapi satuan bahasa itu secara tepat.Misalnya, kata uang yang mengandung makna benda kertas atau logam yang digunakan dalam transaksi jual beli. Kita memaknakan kata uamh tanpa mengasosiasikannya dengan hal-hal yang lain. Jadi makna denotative adalah makna yang sebenarnya, makna yang tidak dihubungkan dengan faktor-faktor lain, baik yang berlaku pada pembicara maupun pada pendengar.

Makna Deskriptif
Makna deskriptif (deskriptif meaning) yaitu biasa disebut pula makna kognitif (cognitive meaning) atau makna referensial (referensuial meaning) adalah makna yang terkandung di dalam setiap kata.Makna yang ditunjukkan oleh lambang itu sendiri.Jadi, kalau sesorang mengatakan air, maka yang dimaksud adalah sejenis benda cair yang digunakan untuk mandi, mencuci, atau diminum. Orang mengerti makna kata air, karena itu ia membawa air seperti yang kita kehendaki.

Makna Ekstensi
Makna ekstensi (ektensional meaning) adalah makna yang mencakup semua ciri objek atau konsep.Makna ini meliputi semua konsep yang ada pada kata.Mkakna ekstensi mencakup semua makna atau kemungkinan makna yang muncul dalam kata. Misalnya, kata ayah dapat dimaknakan: (1) orangtua anak-anak; (2) laki-laki; (3) telah beristri; (4) sebagai kepala rumah tangga; dan (5) orang yang berusaha keras mencari nafkah untuk anak dan istrinya..setiap kata dapat diuraikan komponen-komponen maknanya. Semua komponen yang membentuk pemahaman kita tentang kata tersebut, itulah makna ekstensinya.

Makna Emotif
Makna emotif (emotive meaning) adalah makna yang timbul akibat adanya reaksi pembicara atau sikap pembicara mengenai/terhadap apa yang difikirkan atau dirasakan. Misalnya, kata kerbau yang muncul dalam urutan kata engkau kerbau.Kata kerbau ini menimbulkan perasaan tidak enak bagi pendengar, atau dengan kata lain, kata kerbau  mengandung makna emosi. Kata  kerbau dihubungkan dengan perilaku yang malas, lamban, dan dianggap sebagai penghinaan. Orang yang mendengarnya merasa tersinggung, perasaannya tidak enak. Contoh lain misalnya, Si Ali meninggal berbeda dengan kalimat Si Ali mampus. orang yang mendengar ujaran ini mengasosiasikan dengan sifat Ali karena nilai rasa meninggal dan  mampus, berbeda. Kata mampus lebih cocok digunakan kepada hewan atau manusia yang perilakunya seperti hewan.Orang yang mendengarkan urutan kata Si Ali mampus memperlihatkan perasaan yang mengatakannya, dan tentu saja menimbulkan perasaan tertentu pada pendengar.

Makna Gerefleker
Makna gerefleker (Belanda:gereflecteerde betekenis) muncul dalam hal makna konseptual yang jamak, makna yang muncul akibat reaksi kita terhadap makna yang lain. Makna gerefleker tidak muncul karena sugesti emosional, tetapi juga yang berhubungan dengan kata atau ungkapan tabu.Misalnya, yamg berhubungan dengan seksual, kepercayaan atau kebiasaan. Kata-kata  bersetubuh, ejakulai, ereksi adalah kata-kata yang mengandung makna gerefleker. Sehingga kata-kata tersebut tidak pantas dikatakan, tabu diujarkan pada situasi tertentu. Conto lain misalnya, orang yang biasa mencari hasil hutan tidak berani mengatakan harimau, dan orang-orang yang biasa mencari hasil laut tidak berani menyebut nama-nama hewan di darat. Orang yang mencari hasil di hutan menyebut harimau, maka harimau akan betul-betul berjumpa mereka (di jawa), dan orang yang mencari hasil di laut yang menyebut kata-kata ayam, kambing, sapi akan berputar-putar saja di laut, susah merapat ke darat. Kata-kata inilah yang dinamakan makna gerefleker.

Makna Gramatikal
Makna gramatikal (grammatical meaning), atau makna fungsional (fungsional meaning), atau makna structural (structural),atau makna internal (internal meaning) adalah makna yang muncul sebagai akibat kata dalam kalimat. Kata mata mengandung makna leksikal alat atau indra yang terdapat di kepala yang berfungsi untuk mel;ihat. Namun setelah kata mata ditempatkan dalam kalimat, misalnya, ‘’Hei, mana matamu?’’ kata mata tidak mengacu lagi pada makna alat untuk melihat atau tidak menunjuk pada indra untuk melihat, tetapi menunjuk ppada cara bekerja, cara mengerjakan yang hasilnya kotor,yang menghasilkan urutan kata: air mata, mata air, mata duitan, mata pisau, dan lain-lain.

Makna Ideasional
Makna ideasional (ideational meaning) adalah makna yang muncul akibat penggunaan kata yang memiliki konsep.Dalam hubungannya dengan makna ideasional kata, ada baiknya dibedakan antara konsep kata dan makna ideasional kata.konsep kata merupakkan inti, sedangkan makna Ideasional nerupakan konsekuensi atau hal yang diharapkan yang berlaku di dalam sebuah kata.Dalam BI terdapat kata demokrasi.konsep makna kata demikrasi adalah persamaan hak dan kewajiban seluruh rakyat. Makna ideasionalnya, yakni ide yang terkandung di dalam kata demikrasi itu sendiri. Idealnya, yakni rakyat turut memerintah melalui wakil-wakil; rakyat berhak mkemilik wakil-wakil yang akan memimpin mereka; rakyat berhak mengawasi jalannya pemerintahan, tetapi rakyat berkewajiban pula untuk bersama-sama menanggung biaya pembangunan yang mereka harapkan.

Makna intensitas
Makna itensi (intentional meaning) adalah makna yang menekankan maksud pembicara. Ambillah kata roti yang akan muncul dalam kalimatt:
1.      Saya minta roti
2.      Saya mau menyimpan roti
3.      Saya akan membeli roti.
kalimat (1) pembicara bermaksud mendapatkan roti. Maksud pembicara pada kalimat ini berbeda  dengan maksud pembicara pada kalimat (2) dan seterusnya. Jika seseorang barkta,’’ Roti? Roti! Roti dua!’’ pada kata-kata ini(yang sebenarnya sudah berwujud kalimat) maksud pembicara berbeda-beda. Pada kalimat Roti?Pembicara ingin menyatakan maksudnya, apakah roti yang dibeli? Pada kalimat, Roti! Pembicara ingin menyatakan maksudnya: roti yang diambil, roti yang disimpan, roti yang dijual, sedangkan pada kalimat Roti! Pembicara ingin menyatakan maksudnya: roti dua yang diambil, roti dua yang disimpan.

Makna Khusus
Makna khusus adalah makna kata atau istilah yang pemakaiannya tyerbatas pada bidang tertentu.Misalnya, kata operasi.Bagi dokter atau orang yang bekerja di rumah sakit,  makna kata operasi selalu dikhususkan pada upaya menyelamatkan nyawa orang dengan jalan mengoperasi sebagian anggota tubuh pasien. Dan bagi orang yang bekerja di kantor tata kota,  makna kata operasi dikhususkan pada makna yang berhubungan dengan kegiatan kantor tersebut yang muncul dalam urutan kata operasi kebersihan, operasi pedagang kaki lima. Pendek kata, makna khusus adalah makna terbatas.Makna ini terbatas dalam bidang atau kegiatan tertentu. Salah satu cara untuk mendapatkan makna khusus, yakni menambah kata, baik depan atau di belakangnya. Contoh: ambillah kata jagung. Jika kata jagung ditambah di sebelah kanan atau di belakang kata jagung.Makna urutan kata jagung muda sudah lebih khusus. Jika urutan kata ini ditambah lagi dengan kata lain, misalnya Pak Suko sehingga urutannya menjadi jagung muda Pak Suko, maka maknanya sudah lebih khusus lagi.

Makna Kiasan
Makna kiasan (transferred meaning atau figurative meaning) adalah pemakaian kata yang tidak sebenarnya.Makna kiasan banyak terdapat di dalam idiom, peribahasa, dan ungkapan. Dalam BI terdapat kata batang  yang muncul dalam ungkapan: jangan berdiri di situ seperti batang, berbuatlah sesuatu. Kata batang di sini tidak dihubungkan lagi dengan batang pohon, batang pisang, tetapi dihubungkan dengan orang yang tegak saja, diam tidak bekerja.Dalam BI terdapat kata bintang yang bermakna benda langit yang berkelip-kelip jika dilihat pada waktu malam hari, namun kalau seorang berkata ‘’ Dia bintang lapangan.’’Urutan kata bintang lapangan bemakna kiasan, orang yang terampil bermain sepak bola.Karena itu dalam BI terdapat pula urutan kata bintang film, bintang sinetron, bintang layar perak, dan lain-lain.

Makna Kognitif
Makna kognitif (cognitive meaning) atau makna deskriptif (descriptive meaning) adalah makna yang ditujukan oleh acuannya, makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek atau gagasan, dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya.Misalkan kata pohon bermakna tumbuhan yang berbatang keras dan besar.Jika orang berkata pohon terbayang pada kata yang selama ini kita kenal.Jika makna emotif lebih banyak berhubungan dengan perasaan, makna kiasan lebih banyak berhubungan dengan perbandingan dan makna ideasional lebih banyak berhubungan dengan ide, maka makna kognitif lebih banyak berhubungan dengan otak.Makna kognitif lebih banyak berhubungan dengan pemikiran kita tentang sesuatu.

Makna Kolokasi
Makna kolokasi biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Kalau orang berkata garam,gula, ikan, sayur, terong, kata-kata ini berhubungan dengan lingkungan dapur. Kalau seseoirang berkata kertas, lem, tinta, mesin ketik, maka bayangan kita adalah kantor atau sekolah. Makna kolokasi dibatasi oleh tingkat kecocokan kata, misalnya kata cantik hanya dapat digunakan untuk gadis, dan ridak digunakan untuk pemuda; kata wafat  dahulu hanya digunakan untuk pejabat, kini digunakan pula untuk orang yang dihormati; kata wafat tidak cocok digunakan untuk npencuri. Makna kolokasi dibatasi oleh ketepatan, misalnya sudut siku-siku pasti 90 derajat.

2.    Bahasa sebagai sistem semiotik!
Bahasa pada dasarnya merupakan sesuatu yang khas dimiliki manusia (Aminuddin, 2003 : 17). Ernst Cassirer dalam hal ini menyebutkan manusia sebagai animal symbolicum, yakni makhluk yang menggunakan media berupa simbol kebahasaan dan memberi arti serta mengisi kehidupannya. Keberadaan manusia sebagai animal symbolicum lebih berarti dari pada keberadaan manusia sebagai makhluk berpikir, karena tanpa adanya simbol, manusia tidak akan mampu melangsungkan kegiatan berpikirnya. Selain itu, dengan adanya simbol itu juga memungkinkan manusia untuk bukan hanya sekedar berpikir, melainkan juga mendapatkan kontak dengan realitas kehidupan di luar diri serta mengabdikan hasil berpikir dan kontak itu kepada dunia.

Bahasa berperan antara lain dalam (a) membentuk pengalaman sehubungan dengan tanggapan terhadap dunia luar secara simbolik, (b) menjadi alat yang menyertai dan membentuk proses berpikir, (c) berperanan dalam mengolah gagasan, serta (d) menjadi alat penyampai gagasan lewat kegiatan komunikasi. Masalahnya sekarang, bagaimanakah karakteristik bahasa itu sebagai milik khas manusia, sebagai sistem semiotik dan kaitannya dengan makna.

Batasan pengertian bahasa yang lazim diberikan, yaitu bahasa adalah sistem lambang arbitrer yang dipergunakan suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 1982 : 17). Sebagai sebuah sistem, bahasa bersifat sistematis dan sistemis, dikatakan sistemis karena bahasa memiliki kaidah atau aturan tertentu. Bahasa juga bersifat sistemis karena memiliki subsistem, yakni subsistem fonologis, subsitem gramatikal, dan subsistem leksikal. Beberapa hal menarik yang dapat disimpulkan dari batasan pengertian itu adalah (a) bahasa merupakan suatu sistem, (b) Sebagai sistem, bahasa bersifat arbitrer, dan (c) sebagai sistem arbitrer, bahasa dapat digunakan untuk berinteraksi, baik dengan orang lain maupun dengan diri sendiri.

Bahasa memiliki komponen-komponen yang tersusun secara hierarkis. Komponen itu meliputi komponen fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Masing-masing komponen tersebut saling memberi arti, saling berhubungan dan saling menentukan.

Pada sisi lain, setiap komponen juga memiliki sistemnya sendiri. Sistem pada tataran bunyi, misalnya dikaji bidang fonologi, pada tataran kata dikaji bidang morfologi, dan kajian sistem pada tataran kalimat menjadi wilayah sintaksis. Sebagai subsistem, masing-masing komponen tersebut juga telah mengandung aspek semantis tertentu sehingga secara potensial dapat disusun dan dikombinasikan untuk digunakan dalam komunikasi.

Dari kenyataan bahwa bahasa merupakan suatu yang bersistem, maka bahasa sebenarnya, selain bersifat arbitrer, sekaligus juga nonarbitrer (Bolinger, 1981 : 9). Dengan terdapatnya sistem dan sekaligus kesepakatan itulah, bahasa akhirnya dapat digunakan untuk berinteraksi. Pemakaian bahasa dalam interaksi, lebih lanjut juga membuahkan sejumlah ciri lain. Hal itu terjadi karena bahasa bukan satu-satunya alat yang digunakan untuk berinteraksi dalam bentuk komunikasi. Bahasa memiliki ciri-ciri tertentu yang bersifat khusus. Ciri-ciri tersebut dapat dikaji dalam paparan berikut ini.

Ciri-ciri bahasa
Bahasa memliki sifat kabur (vagueness) karena makna yang terkandung didalam bentuk kebahasaan pada dasarnya hanya mewakili realitas yang diwakilinya. Ambiguity berkaitan dengan ciri kataksaan makna dari suatu bentuk kebahasaan. Kekaburan dan kataksaan itu diakibatkan oleh kelebihannya yang multifungsi, yakni fungsi simbolik, emotif, dan efektif. Bahasa pun bersifat inexplicitness sehingga tidak secara eksak, tepat, dan menyeluruh untuk mewujudkan gagasan yang dipersentasikannya. Selain itu, pemakaian suatu bentuk bahasa sering berpindah-pindah maknanya sesuai dengan konteks gramatikal, sosial, dan situasional atau bersifat context-dependence.

Adapun ciri-ciri bahasa manusia, apabila dibandingkan dengan bahasa binatang serta sistem tanda lain, seperti telah diungkapkan antara lain oleh Hockett (1960), Osgood (1980), maupun Bolinger (1981), apabila dikaitkan dengan aspek makna, adalah sebagai berikut.

Bahasa sebagai sistem semiotik
Dari ciri terakhir yang telah diungkapkan, diketahui bahwa keberadaan bahasa sebagai suatu sistem juga bersifat bidimensional. Sebagai suatu realitas dalam pemakaian, bahasa selain memiliki sistemnya sendiri juga berhubungan dengan sitem lain di luar dirinya. Keberadaan istilah kekerabatan dalam bahasa jawa, seperti bapak, embok, pakdhe, budhe, misalnya ditentukan oleh sisitem kekerabatan dalam masyarakat jawa. Sebab itu, untuk memahaminya, sistem yang melatari harus dipahami terlebih dahulu.

Dihubungkan dengan kata yang terdapat di dalam bahasa itu sendiri, setiap bahasa juga memiliki fungsi deiksis. Pengertian fungsi deiksis ialah fungsi menunjuk sesuatu di luar bentuk kebahasaan. Kedeiksisan itu, dalam setiap bahasa akan meliputi penunjukan terhadap objek, persona, dan peristiwa sehubungan dengan keberadaan pemeran dalam ruang dan waktu (Palmer, 1981 : 60).

Dalam bahasa indonesia misalnya, terdapat bentuk saya, kami, kita maupun kamu, sebagai bentuk yang menunjuk pada persona sebagai pameran. Ini, itu serta di sini, dan di situ, sebagai bentuk yang berkaitan dengan penunjukan jarak ruang antara pameran maupun antara masin-masing pameran dengan objek yang terlibat dalam kegiatan tuturan.

Acuan dari bentuk kamu, itu, maupun kemarin, misalnya, referennya dapat berpindah-pindah. Penentuan referennya baru dapat ditetapkan apabila konteks tuturan sudah diketahui dengan pasti, salah satu bentuk konteks itu , selain struktur adalah konteks sosial dan situasional. Dari terdapatnya sejumlah kenyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa kajian kebahasaan sebagai suatu kode yang telah muncul dalam pemakaian, selain berfokus pada (1) karakteristik hubungan antara bentuk, lambang atau kata yang satu dengan kata yang lainnya, (2) hubungan antara bentuk kebahasaan dengan dunia luar yang diacunya, juga berfokus pada (3) hubungan antara kode dangan pemakainya.

Sejalan dengan terdapatnya tiga pusat kajian kebahasaan dalam pemakaian, maka bahasa dalam sistem semiotik dibedakan dalam tiga komponen sistem (1) sintaksis, yakni komponen yang berkaitan dengan lambang atau sign serta bentuk hubungannya, (2) semantik, yakni unsur yang berkaitan dengan masalah hubungan antara lambang dengan dunia luar yang diacunya, serta (3) pragmatik, yakni unsur ataupun bidang kajian yang berkaitan dengan hubungan antara pemakai dengan lambang dalam pemakaian (Lyons, 1979 : 115). Ditinjau dari sudut pemakaian, telah diketahui bahwa alat komunikasi manusia dapat dibedakan antara media berupa bahasa atau media verbal dengan media nonbahasa atau nonverbal.  Sementara media kebahasaan itu ditinjau dari alat pemunculannya atau channel, dibedakan pula antara media lisan dengan media tulis. Dari kemungkinan terdapatnya unsur suprasegmental maupun kinesiks, maka kalimat dalam dan bentuk tulisan lebih mengutamakan adanya kelengkapan unsur dan kejelasan urutan dari pada secara lisan.

Sistem kaidah penataan lambang secara gramatis selalu berkaitan dengan strata makna dalam suatu bahasa. Pada sisi lain, makna sebagai label yang mengacu realitas tertentu juga memiliki sistem hubungannya sendiri. Unsur pragmatik yakni hubungan antara tanda dengan pemakai menjadi bagian dari sistem semiotik sehingga juga menjadi salah satu cabang kajiannya karena keberadaan tanda tidak dapat dilepaskan dari pemakainya bahkan lebih luas lagi keberadaan suatu tanda dapat dipahami hanya dengan mengembalikan tanda itu ke dalam masyarakat pemakainya, kedalam konteks sosial budaya yang dimiliki.

3.               Aspek pragmatik dalam semiotik sama sekali tidak dikaitkan dengan unsur pemakaian, sebagai unsur yang secara langsung berhubungan dengan konteks sosial dan situasional karena unsur-unsur sosial dan situasional dalam semiotik telah disikapi sebagai unsur (1) sistem pemakaian dan termasuk di dalam sistem pragmatik, (2) unsur kontekstual, baik sosial maupun situasional, sebagai suatu sistem, telah berada di dalam kesadaran kolektif anggota suatau masyarakat bahasa, (3) latar fisis dan situasi hanya berfungsi sekunder. Atau dengan kata lain pusat perhatian semiotik adalah sistem yang mendasari “sistem kebahasaan” dan bukan pada wujud pemakaiannya.

Pendapat bahwa bahasa adalah sistem tanda yang tidak dapat dipisahkan dengan pemakai, aspek lambang, dan semantis, juga diungkapkan oleh Ferdinand de Saussure (1916) mengungkapkan bahwa itu mencakup tiga unusur, meliputi (1) la langue, yakni unit sistem kebahasaan yang bersifat kolektif dan dimiliki oleh setiap anggota masyarakat bahasa, (2) la parole, sebagai wujud bahasa yang digunakan anggota masyarakat bahasa itu dalam pemakaian, serta (3) la langage, yaitu wujud dari pengelompokan la parole yang nantinya akan menimbulkan dialek maupun register. Pemahaman terhadap sistem kebahasaan itu tentu sangat berperan dalam upaya memahami wujud kebahasaan atau signal yang direpresentasikan oleh pemakainya.

Dari uraian tentang bahasa sebagai sistem semiotik di atas, dapat disimpulkan bahwa pemakaian bahasa dalam komunikasi diawali dan disertai sejumlah unsur, meliputi (1) sistem sosial budaya dalam suatu masyarakat bahasa, (2) sistem kebahasaan yang melandasi, (3) bentuk kebahasaan yang digunakan, serta (4) aspek semantis yang dikandungnya. Dalam komunikasi, dari keempat unsur di atas yang tertampil secara eksplisit adalah signal, yang oleh Colin Cherry diartikannya sebagai bentuk fisis yang digunakan untuk menyampaikan pesan baik itu ujaran kebahasaan maupun unsur lain yang secara laras menunjang aspek-aspek semantis yang akan direpresentasikan (Cheryy, 1957 : 306).

Dengan demikian, dalam proses komunikasi, signal memiliki dua fungsi. Pertama, signal atau tanda menjadi alat paparan pengirim pesan atau sender. Kedua, tanda juga menjadi tumpuan dalam penerimaan dan upaya memahami pesan. Dapat diketahui bahwa penutur  memiliki hubungan langsung dengan sistem sosial budaya, sistem kebahasaan, aspek semantis, serta signal yang diwujudkannya. Dengan demikian, kunci pemahaman aspek semantis adalah pada penutur atau pemakai yang memiliki atribut sistem kebahasaan serta latar sosial budaya.

Apabila penerima adalah pemakai bahasa yang digunakan penutut, maka hubungan resiprokal besar kemungkinan dapat terjadi. Sementara penerima yang bukan anggota masyarakat bahasa penuturnya, terlebih dahulu harus mengidentifikasi identitas-identitas penutur, berusaha memahami keseluruhannya itu, penerima pesan pasti gagal menerima informasi sehingga komunikasi itu pun tidak berlangsung. Masalah yang segera muncul adalah (1) mengapa signal yang disampaikan dan diterima oleh sesama anggota masyarakat bahasa tidak membuahkan informasi, serta (2) penutur yang bukan anggota masyarakat bahasa dengan hanya memahami sistem kebahasaannya.

4.    Jelaskan pengertian semantik dari berbagai pendapat para ahli!
Kata semantik sebenarnya merupakan istilah teknis yang mengacu pada studi tentang makna.Semantik dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani ‘ sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ atau ‘lambang’. Kata kerjanya adalah ‘semaino’ yang berarti ‘menandai’ atau ‘melambangkan’, Yang dimaksud tanda atau lambang disini adalah tanda-tanda linguistik (Perancis : signé linguistique).

1. Menurut Ferdinan de Saussure (1966), tanda lingustik terdiri dari : 1)Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa.
2)Komponen yang diartikan atau makna dari komopnen pertama.
Kedua komponen ini adalah tanda atau lambang, dan sedangkan yang ditandai ataudilambangkan adaah sesuatu yang berada di luar bahasa, atau yang lazim disebut sebagai referent/ acuan / hal yang ditunjuk.
2. Charles Morrist
Mengemukakan bahwa semantik menelaah “hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut”.
3. J.W.M Verhaar; 1981:9
Mengemukakan bahwa semantik (inggris: semantics) berarti teori makna atau teori arti, yakni cabang sistematik bahasa yang menyelidiki makna atau arti.
4. Lehrer; 1974: 1
Semantik adalah studi tentang makna. Bagi Lehrer, semantik merupakan bidang kajian yang sangat luas, karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat dan antropologi.
5.      Kambartel (dalam Bauerk, 1979: 195)
Semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur yang menampakan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia.
6.      Ensiklopedia britanika (Encyclopedia Britanica, vol.20, 1996: 313)
Semantik adalah studi tentang hubungan antara suatu pembeda linguistik dengan hubungan proses mental atau simbol dalam aktifitas bicara.

7.      Dr. Mansoer pateda
Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna.
8.      Abdul Chaer
Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti.Yaitu salah satu dari 3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik).
Pandangan semantik kemudian berbeda dengan pandangan sebelumnya, setelah karya de Saussure ini muncul. Perbedaan pandangan tersebut antara lain:
1. Pandangan historis mulai ditinggalkan
2. Perhatian mulai ditinggalkan pada struktur di dalam kosa kata,
3. Semantik mulai dipengaruhi stilistika
4. Studi semantik terarah pada bahasa tertentu (tidak bersifat umum lagi)
5. Hubungan antara bahasa dan pikira mulai dipelajari, karena bahasa merupakan kekuatan yang menetukan dan mengarahkan pikiran (perhatian perkembangan dari ide ini terhadap SapirWhorf, 1956-Bahasa cermin bangsa).


5.      Jelaskna dengan contoh apa yang dimaksud dengan semantik leksikal!
Semantik leksikal adalah cabang semantik yang menyelidiki makna unsur-unsur kosakata suatu bahasa secara umum sebagai satuan mandiri tanpa memandang posisinya dalam kalimat. Sebuah kamus merupakan contoh yang tepat untuk semantik leksikal; makna tiap kata diuraikan di situ Satuan kajian utama semantik leksikal adalah leksem.

Didalam buku pengantar SEMANTIK Bahasa Indonesia. Menurut Chaer (2009:60) menyatakan, “Makna Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna.” Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang berifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil kehidupan kita.

Contohnya, kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing atau dalam kalimat Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus. Kata tikus pada kedua kalimat itu jelas merujuk kepada binatang tikus, bukan kepada yang lain. Tetapi dalam kalimat yang menjadi tikus di gudang kami ternyata berkepala hitam bukanlah dalam makna leksikal karena tidak merujuk kepada binatang tikus melainkan kepada seorang manusia, yang perbuatannya memang mirip dengan perbuatan tikus.

Dilihat dari contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa makna leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang nyata  tentang suatu konsep seperti yang dilambangkan kata itu. Makna Leksikal suatu kata sudah jelas bagi seorang bahasawan tanpa kehadiran kata itu dalam suatu konteks kalimat. Berbeda dengan makna yang bukan makna leksikal, yang baru jelas apabila berada dalam konteks kalimat atau satuan sintaksis lain. Tanpa konteks kalimat dan konteks situasi jika kita mendengar kata bangsat maka yang terbayang di benak kita adalah jenis binatang penghisap darah yang disebut juga kata busuk atau kepinding. Jika kita mendengar kata memotong maka yang terbayang dalam benak kita adalah pekerjaan untuk memisahkan atau menceraikan yang dilakukan dengan benda tajam. Tetapi kata bangsat yang berarti penjahat dan kata memotong yang berarti mengurangi baru akan terbayang dalam benak kita apabila kata-kata tersebut dipakai di dalam kalimat. Misalnya dalam kalimat Dasar bangsat uangku disikatnya juga dan kalimat kalau mau memotong gajiku sebaiknya bulan depan saja.

Semua kata dalam bahasa Indonesia bermakna Leksikal? Tentu saja tidak. Kata-kata yang dalam gramatikal disebut kata penuh (full word) seperti kata meja, tidur, dan cantik memang memiliki makna leksikal, tetapi yang disebut kata tugas (function word) seperti kata dan, dalam, dan karena tidak memiliki makna leksikal.

Didalam buku Linguistik Umum. Menurut Chaer (2007:289) menyatakan, “Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun.” Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’, pinsil bermakna leksikal ‘sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang’, air bermakna leksikal ‘sejenis barang cair yang biasa digunakan untuk keperluan sehari-hari’. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai  dengan hasil observasi oanca indera kita, atau makna apa adanya.

6.      Jelaskan dengan contoh apa yang dimaksud dengan semantik gramatikal!
Menurut Chaer (2009:62) Menyatakan, “Makna Gramatikal  adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatikal seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.” Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh  adik melahirkan makna  ’dapat’  dan dalam kalimat ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal  ‘tidak sengaja’.

Proses Reduplikasi seperti kata  buku yang bermakna ‘sebuah buku’ menjadi buku-buku yang bermakna ‘banyak buku’  bahasa inggris untuk menyatakan ‘jamak’ menggunakan penambahan morfem (s) atu menggunakan bentuk khusus. Misalnya booksebuah buku’ menjadi books yang bermakna ‘banyak buku’ ; kata women yang bermakna ‘seorang wanita’ menjadi womens yang bermakna ‘banyak wanita’.  Penyimpangan makna dan bentuk-bentuk gramatikal yang sama lazim juga terjadi dalam berbagai bahasa, Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk-bentuk kesedihan, ketakutan, kegembiraan dan kesenangan memiliki makana gramatikal yang sama, yaitu hal yang disebut kata dasarnya. Tetapi bentuk atau kata kemaluan yang bentuk gramatikalnya sama dengan deretan kata di atas, memiliki makna yang lain. Contoh kata lain, kata menyedihkan, menakutkan, dan mengalahkan memiliki makna gramatikal yang sama yaitu ‘membuat jadi yang disebut kata dasarnya’. Tetapi kata memenangkan dan menggalakkan yang dibentuk dari kelas kata dan imbuhan yang sama dengan ketiga kata di atas, tidak memiliki makna seperti ketiga kata tersebut, sebab bukan bermakna’ membuat jadi menang’ membuat jadi galak’ melaikan bermakna ‘memperoleh kemenangan’ dan menggiatkan’.

Proses Komposisi atau proses penggabungan dalam bahasa Indonesia juga banyak melahirkan makna gramatikal.  Makna Gramatikal komposisi sate ayam tidak sama dengan komposisi sate Madura. Yang pertama menyatakan ‘asal bahan’ dan yang kedua menyatakan ‘asal tempat’ . Begitu juga komposisi anak asuh tidak sama maknanya dengan komposisi orang tua asuh. Yang pertama bermakna ‘ anak yang diasuh’ sedangkan yang akedua bermakna ‘orang tua yang mengasuh’.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar