DRAMA SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN
1.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.1. Latar Belakang
Drama
berasal dari bahasa yunani yang berarti perbuatan atau gerakan. Enjen(dalam http://adnandoang.blogspot.com/2011/02/drama-pak-enjen.html)
mengatakan bahwa Drama (Yunani Kuno: δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang
memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata
ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
"aksi", "perbuatan".
Seperti yang kita ketahui bahwa antara teks drama dengan pertunjukkan itu
sendiri bukanlah sesuatu yang identik. Drama sebagai teks sastra dibentuk
melalui penulisan bahasa yang memikat dan mengesankan sebagaimana sebuah
sajak, penuh irama dan karya akan bunyi yang indah, namun sekaligus
menggambarkan watak-watak manusia secara tajam. Sedangkan drama sebagai
pertunjukkan paling tidak ada tiga unsur utama yang saling berkaitan guna
mewujudkan suatu pertunjukkan, yakni teks drama, laku pentas dengan sarana
pendukungnya dan adanya penonton.
Dalam
bahasa Inggris, seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance art. Seni
pertunjukan merupakan bentuk seni yang cukup kompleks karena merupakan gabungan
antara berbagai bidang seni. Jika kamu perhatikan, sebuah pertunjukan kesenian
seperti teater atau sendratari biasanya terdiri atas seni musik, dialog,
kostum, panggung, pencahayaan, dan seni rias (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Drama).
Seni pertunjukan sangat menonjolkan manusia sebagai
aktor atau aktrisnya. Dalam perkembangan selanjutnya yang dimaksud drama adalah
bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia
melalui gerak percakapan di atas panggung ataupun suatu karangan yang disusun
dalam bentuk percakapan dan dapat dipentaskan. Oleh karena itu, seni
pertunjukan dalam naskah drama selain percakapan pelaku berisi pula penjelasan
mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku, peralatan yang dibutuhkan, penataan
pentas atau panggung, music pengiring dan lain-lain. Seni pertunjukan dibagi
dua yaitu seni pertunjukan tradisional dan seni pertunjukan modern atau yang
muncul belakangan ini.
Drama sebagai seni pertunjukan dan sangat kompleks, memerlukan banyak
persiapan serta unsur-unsur lainnya yang belum diketahui oleh penikmat karya
sastra drama. Oleh karena hal mendasar itulah melatarbelakangi penyusun
mengkaji Drama sebagai seni pertunjukan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Penulis hanya mengambil permasalahan dengan beberapa
pokok pembahasan sebagai berikut:
1. Apakah
yang dimaksud dengan drama sebagai sebuah teks sastra?
2. Apakah
yang dimaksud dengan drama sebagai seni pertunjukan?
3. Apasajakah
unsur drama sebagai seni pertunjukan?
4. Apasajakah
fungsi pertunjukan drama?
1.3
Tujuan Pembahasan
Dalam
karya makalah ini penulis mempunyai tujuan di antaranya:
1. Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan drama sebagai sebuah teks sastra?
2. Untuk
mengetahui apakah yang dimaksud dengan drama sebagai seni pertunjukan
3. Untuk
mengetahui apasajakah unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukan
4. Untuk
mengetahui apasajakah fungsi pertunjukan drama
1.4
Manfaat
Pembahasan
1.
Memberikan pengetahuan mengenai pengertian drama sebagai suatu teks sastra.
2.
Memberikan pengetahuan mengenai
pengertian drama sebagai seni pertunjukan.
3.
Memberikan pengetahuan mengenai
unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukan.
4.
Memberikan pengetahuan mengenai fungsi
pertunjukan drama
2. PEMBAHASAN
2.1 Drama
sebagai suatu teks sastra
Seperti yang
kita ketahui bahwa antara teks drama dengan pertunjukkan itu sendiri bukanlah
sesuatu yang identik. Drama sebagai teks sastra dibentuk melalui penulisan
bahasa yang memikat dan mengesankan sebagaimana sebuah sajak, penuh
irama dan karya akan bunyi yang indah, namun sekaligus menggambarkan
watak-watak manusia secara tajam.
Drama, karena karakteristiknya pengembangan unsur –unsur yang
membangunnya dari segi genre sastra terasa lebih lugas, lebih tajam, dan lebih
detil, terutama unsur penokohan dan perwatakan.
Namun, kelemahan drama sebagai suatu
teks sastra ialah pengarang tidak secara leluasa
mengembangkan kemampuan imajinasinya di dalam drama, artinya jika pengarang ingin melukiskan suatu
kehidupan di alam tertentu secara konvensional belum dapat diterima oleh logika
umum amatlah sulit. Pengarang juga tidak mungkin mengembangkan suatu yang
abstrak, misalnya isi pikiran seseorang, renungan dan perasaan hati seseorang.
Jika ingin melakukannya pengarang harus memaksa tokoh melakukannya lewat ujaran
dialog atau gerak dan perilaku.
Hakikat drama
sebagai karya dua dimensi tersebut akan menyebabkan sewaktu drama ditulis
pengarangnya, pengarang drama tersebut sudah harus memikirkan
kemungkinan-kemungkinan pementasan, sedangkan sewaktu pementasan sutradara
tidak mungkin menghindar begitu saja dari ketentuan-ketentuan yang terdapat
dalam naskah. Pada saat inilah dapat dirasakan bahwa sebenarnya dimensi sastra
dan seni pertunjukan pada karya drama merupakan suatu yang padu dan totalitas.
Ketotalitasan dua dimensi di dalam drama tersebut tidak harus disalahartikan.
Tidak benar menyebutkan pertunjukan drama di panggung pertunjukan sebagai suatu
karya sastra atau genre sastra. Demikian pula sebaliknya, ketika berhadapan
dengan drama sebagai teks, tidak benar jika menganggapnya sebagai seni
pertunjukan. Tidak benar juga seandainya teks tersebut dianalisis berdasarkan
unsur-unsur seni pertunjukan. Lain halnya jika yang dibahas kemungkinan
pementasan dari teks tersebut.
Naskah drama biasanya terdiri atas
·
Babak,
yaitu bagian dari naskah drama yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di
suatu tempat pada urutan waktu tertentu.
·
Adegan,
yaitu bagian dari babak yang batas-batasnya ditentukan oleh datang atau
perginya pemain ke/dari pentas.
·
Petunjuk pengarang,
ialah bagian dari naskah drama yang memberikan penjelasan kepada pembaca atau
awak pementasan (sutradara, pemain, penata artistik dll.) mengenai keadaan,
suasana, peristiwa, atau perbuatan dan sifat tokoh. Petunjuk pengarang biasanya
ditulis dalam tanda baca kurung.
·
Prolog,
adalah pengantar naskah yang dapat berisi keterangan atau pendapat pengarang
tentangcerita yang akan disajikan.
·
Epilog,
adalah penutup naskah drama yang biasanya berisi simpulan pengarang mengenai
cerita kadang-kadang disertai pula nasihat atau pesan, ada pula yang disertai
ucapan terima kasih kepada penonton yang dengan sabar telah menyaksikan
pementasan.
·
Solilokui,
adalah bagian naskah drama yang berisi ungkapan pikiran dan perasaan tokoh
kepada diri sendiri, baik pada saat ada tokoh lain maupun terutama ketika tokoh
itu sedang sendiri.
·
Aside,
adalah bagian naskah drama yang berisi ucapan seorang tokoh yang ditujukan
kepada penonton dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada di pentas tidak
turut mendengar.
2.2
Drama
sebagai seni pertunjukan
Sama halnya dengan drama, teater juga
berasal dari kata bahasa yunani, theatron yang berarti tempat. Ada juga yang
menyatakan teater sebagai panggung.
Akan tetapi, jika disandarkan secara
etimologi, teater adalah gedung pertunjukan (http://kardiwanto.blogspot.com/2009/11/drama.html).
Dalam arti luas, teater merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusiaanya
yang di pertunjukan di depan orang banyak, misalnya : wayang orang, ludruk,
lenong, reog dan dulmuluk, sedangkan dalam arti sempit, teater merupakan kisah
kehidupan manusia dan kemanusianya yang di tuangkan dalam bentuk pementasan
untuk di saksikan orang banyak melalui media gerak, percakapan, dan laku dengan
atau tanpa dekorasi serta di dasarkan pada naskah tertulis yang di iringi atau
tanpa musik.
Sehubungan
dengan itu, drama dan teater memiliki bentuk dan makna yang sama, tetapi
berbeda acuanya. Kecenderungan drama memiliki pengertian pada seni sastra,
dimana drama setaraf dengan genre lainnya, yaitu puisi dan prosa/esai.Mengingat
drama juga berarti suatu kejadian atau
peristiwa tentang kehidupan manusia dan kemanusiaan yang di tampilkan
pada suatu pentas sebagai bentuk
pertunjukan, maka drama menjadi sebuah
peristiwa teater. Dengan kata lain, teater dapat tercipta karena ada drama.
Dalam
dimensi
drama sebagai seni
pertunjukan, drama dapat memberi pengaruh emosional yang lebih besar dan
terarah kepada penikmat jika dibandingkan dengan genre sastra lannya
Dengan menyaksikan secara
langsung peristiwa di atas pentas, unsur emosional penikmat lebih mudah digugah
atau tergugah (dalam http://www.lintasjari.com/2013/07/pengertian-seni-pertunjukan-dan
jenisnya.html). Kepandaian
para aktor menafsirkan hidup dan kehidupan secara pas, ekspresif dan estetik di
atas pentas, membuat lakon drama itu jadi aktual, mirip kehidupan manusia yang
sebenarnya yang pernah, akan dan mungkin dialam para penonton, Elmustian dan
Jalil (dalam Rahman,Elmustian dan Abdul Jalil. 2003. Sejarah Sastra. Pekanbaru: Unri press). Beberapa karakteristik
drama sebagai seni pertunjukan:
· Keterkaitan dimensi sastra dengan dimensi seni
pertunjukan mengharuskan para actor dan pemain menghidupkan tokoh yang di
gambarkan pengarangnya lewat apa-apa yang diucapkan tokoh-tokoh tersebut bentuk
dialog-dialog.
· Unsur panggung
membatasi pengarang menuangkan imajinasinya. Namun demikian, panggung
juga dapat memberi kesempatan sepenuhnya kepada pengarang untuk dapat
mempergunakannya agar menarik dan memusatkan perhatian penikmat dan penonton pada
suatu situasi tertentu, yaitu situasi panggung.
· Bentuk yang khusus dari drama adalah keseluruhan
peristiwa disampaikan melalui dialog.
· Konflik kemanusian menjadi syarat mutlak. Tanpa
konflik peristiwa tidak akan bergerak satuan-satuan peristiwa dapat berjalan
dan menciptakan alur atau plot dalam bentuk dialog jika satuan-satuan peristiwa
itu dikontroversikan melalui konflik-konflik.
· Dimensi seni pertunjukan pada drama, disamping
memiliki nilai keunggulan memiliki pula segi kelemahan. Keunggulan adanya dimensi
seni pertunjukan pada derama adalah peristiwa dapat disaksikan langsung secara
konkret, sedangkan kelemahannya dibanding dengan fiksi dan puisi pertunjukan
derama tidak dapat dinikmati untuk yang kedua kalinya dengan suasana dan
situasi emosi yang sama.
· Sutradara, aktor, dan pendukung pementasan harus
secara arif menafsirkan dan berusaha setuntas mungkin untuk memvisualisasikan
tuntutan teks derama.
2.3 Unsur-unsur drama sebagai seni
pertunjukan
(dalam http://fayzaaveiroo.blogspot.com/2013/09/hakikat-drama.html)
Sebagai pertunjukan, unsur-unsur utama drama adalah sebagai berikut:
· Naskah
Drama (skenario)
· Aktor/aktris:
pemeran dalam pementasan drama
· Awak
pementasan di balik pertunjukan (sutradara, assisten sutradara, penata setting,
penata musik, penata kostum dan rias dll)
· Panggung/pentas
· Penonton
Unsur-unsur artistik pementasan drama
· Setting (tata panggung),
disesuaikan dengan tuntutan naskah
· Lighting (tata cahaya), penggunaan
lampu (pencahayaan) disesuaikan dengan adegan, suasana, dan latar cerita. Hal
yang perlu diperhatikan adalah arah cahaya, warna, dan intensitas (kekuatan
cahaya).
· Musik. Musik dalam drama
berperan mendukung dan menegaskan isi cerita dan adegan. Tidak harus setiap
adegan disertai dengan adanya alunan musik, kecuali drama itu berbentuk drama
musikal.
· Busana. Busana (kostum) dalam
drama disesuaikan dengan tuntutan cerita.
· Tata rias. Tata rias (make up)
wajah haruslah mendukung dan menguatkan karakter tokoh yang diperankan. Make up
tidak bertujuan untuk membuat aktor/aktris menjadi lebih ganteng atau cantik,
tetapi lebih menekankan pada penegasan karakter tokoh. Make up semacam ini
dikenal dengan istilah make up karakter
2.4
Fungsi drama sebagai seni pertunjukan
Di dalam setiap pementasannya, beberapa
bentuk drama selalu membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton.
Sebenarnya dalam setiap pertunjukan seni drama ada beberapa nilai tertentu yang
dikandungnya. (dalam http://maulasalmaf.blogspot.com/2011/02/seni-pertunjukan.html)
Seni pertunjukan drama (tradisional) secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu:
· fungsi ritual,
seni pertunjukan yang ditampilkan biasanya masih berpijak pada aturan-aturan
tradisi. Misalnya sesaji sebelum pementasan wayang, ritual-ritual bersih desa
dengan seni pertunjukan dan sesaji tertentu, pantangan-pantangan yang tidak
boleh dilanggar selama pertunjukan dan lainlain. Sebagai media pendidikan,
pertunjukan tradisional mentransformasikan nilai-nilai budaya yang ada dalam
seni pertunjukan drama tersebut.
· Media pendidikan,
Seni pertunjukan drama (tradisional) (wayang kulit, wayang orang, ketoprak)
sebenarnya sudah mengandung pada hakikat seni pertunjukan itu sendiri, dalam
perwatakan tokoh-tokohnya dan juga dalam ceritanya. Misalnya pertentangan yang
baik dan yang buruk akan dimenangkan yang baik, kerukunan Pandawa, nilai-nilai
kesetiaan dan lain-lain.
· Media penerangan ataupun kritik
sosial, baik Misalnya pesan-pesan pembangunan, penyampaian
informasi dan lain-lain. Rakyat dapat mengkritik pimpinan atau pemerintah
secara tidak langsung misalnya lewat adegan goro-goro pada wayang atau dagelan
pada ketoprak. Hal ini disebabkan adanya anggapan mengkritik (lebih-lebih)
pimpinan atau atasan adalah “tabu”. Melalui sindiran atau guyonan dapat
diungkap tentang berbagai ketidakberesan yang ada, tanpa menyakiti orang lain.
· Menghibur penonton,
seni pertunjukan drama dapat pula berfungsi untuk menghilangkan stres dan
menyenangkan hati. Sebagai tontonan atau hiburan seni pertunjukan drama
Pertunjukan ini diselenggarakan benar-benar hanya untuk hiburan.
3.
PENUTUP
3.1
Simpulan
Drama sebagai teks sastra dibentuk melalui penulisan bahasa yang memikat
dan mengesankan sebagaimana sebuah sajak, penuh irama dan karya
akan bunyi yang indah, namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara
tajam.
Dalam dimensi sebagai seni pertunjukan, drama dapat
memberi pengaruh emosional yang lebih besar dan terarah kepada penikmat jika
dibandingkan dengan genre sastra lainnya. Sebagai pertunjukan, unsur-unsur
utama drama adalah sebagai berikut: Naskah Drama (skenario), Aktor/aktris:
pemeran dalam pementasan drama, Awak pementasan di balik pertunjukan
(sutradara, assisten sutradara, penata setting, penata musik, penata kostum dan
rias dll), Panggung/pentas, dan Penonton.
Seni
pertunjukan drama (tradisional) secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu:
·
fungsi ritual
·
Media pendidikan
·
Media penerangan ataupun kritik sosial
·
Menghibur penonton
3.2 Saran
Drama
yang termuat dalam karya sastra Indonesia memuat banyak unsur maupun tahap
pementasan lainnya. untuk itu Dosen, Guru, Siswa, penikmat karya sastra drama maupun
yang lainnya harus mempelajari mengenai drama, fungsi drama sebagai seni
pertunjukan beserta unsur seni drama sebagai seni pertunjukan, supaya Dosen,
Guru, siswa, penikmat sastra dan yang lainnya dapat menikmati karya sastra drama
dalam bentuk seni pertunjukan
DAFTAR PUSTAKA
Rahman,Elmustian
dan Abdul Jalil. 2003. Sejarah Sastra. Pekanbaru:
Unri press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar