Jumat, 24 Oktober 2014

Drama sebagai seni pertunjukkan

DRAMA SEBAGAI SENI PERTUNJUKAN

1.      PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Drama berasal dari bahasa yunani yang berarti perbuatan atau gerakan. Enjen(dalam http://adnandoang.blogspot.com/2011/02/drama-pak-enjen.html) mengatakan bahwa Drama (Yunani Kuno: δρᾶμα) adalah satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Kosakata ini berasal dari Bahasa Yunani yang berarti "aksi", "perbuatan".

Seperti yang kita ketahui bahwa antara teks drama dengan pertunjukkan itu sendiri bukanlah sesuatu yang identik. Drama sebagai teks sastra dibentuk melalui penulisan bahasa yang memikat dan mengesankan  sebagaimana sebuah sajak,  penuh irama dan karya akan bunyi yang indah, namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara tajam. Sedangkan drama sebagai pertunjukkan paling tidak ada tiga unsur utama yang saling berkaitan guna mewujudkan suatu pertunjukkan, yakni teks drama, laku pentas dengan sarana pendukungnya dan adanya penonton.

Dalam bahasa Inggris, seni pertunjukan dikenal dengan istilah perfomance art. Seni pertunjukan merupakan bentuk seni yang cukup kompleks karena merupakan gabungan antara berbagai bidang seni. Jika kamu perhatikan, sebuah pertunjukan kesenian seperti teater atau sendratari biasanya terdiri atas seni musik, dialog, kostum, panggung, pencahayaan, dan seni rias (dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Drama).

Seni pertunjukan sangat menonjolkan manusia sebagai aktor atau aktrisnya. Dalam perkembangan selanjutnya yang dimaksud drama adalah bentuk karya sastra yang berusaha mengungkapkan perihal kehidupan manusia melalui gerak percakapan di atas panggung ataupun suatu karangan yang disusun dalam bentuk percakapan dan dapat dipentaskan. Oleh karena itu, seni pertunjukan dalam naskah drama selain percakapan pelaku berisi pula penjelasan mengenai gerak-gerik dan tindakan pelaku, peralatan yang dibutuhkan, penataan pentas atau panggung, music pengiring dan lain-lain. Seni pertunjukan dibagi dua yaitu seni pertunjukan tradisional dan seni pertunjukan modern atau yang muncul belakangan ini.

Drama sebagai seni pertunjukan dan sangat kompleks, memerlukan banyak persiapan serta unsur-unsur lainnya yang belum diketahui oleh penikmat karya sastra drama. Oleh karena hal mendasar itulah melatarbelakangi penyusun mengkaji Drama sebagai seni pertunjukan ini.

1.2 Rumusan Masalah
Penulis hanya mengambil permasalahan dengan beberapa pokok pembahasan sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud dengan drama sebagai sebuah teks sastra?
2.    Apakah yang dimaksud dengan drama sebagai seni pertunjukan?
3.    Apasajakah unsur drama sebagai seni pertunjukan?
4.    Apasajakah fungsi pertunjukan drama?

1.3 Tujuan Pembahasan
Dalam karya makalah ini penulis mempunyai tujuan di antaranya:
1.      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan drama sebagai sebuah teks sastra?
2.      Untuk mengetahui apakah yang dimaksud dengan drama sebagai seni pertunjukan
3.      Untuk mengetahui apasajakah unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukan
4.      Untuk mengetahui apasajakah fungsi pertunjukan drama

1.4    Manfaat Pembahasan
1. Memberikan pengetahuan mengenai pengertian drama sebagai suatu teks sastra.
2.    Memberikan pengetahuan mengenai pengertian drama sebagai seni pertunjukan.
3.    Memberikan pengetahuan mengenai unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukan.
4.    Memberikan pengetahuan mengenai fungsi pertunjukan drama

2.  PEMBAHASAN
2.1 Drama sebagai suatu teks sastra
Seperti yang kita ketahui bahwa antara teks drama dengan pertunjukkan itu sendiri bukanlah sesuatu yang identik. Drama sebagai teks sastra dibentuk melalui penulisan bahasa yang memikat dan mengesankan  sebagaimana sebuah sajak,  penuh irama dan karya akan bunyi yang indah, namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara tajam.

Drama, karena karakteristiknya pengembangan unsur –unsur yang membangunnya dari segi genre sastra terasa lebih lugas, lebih tajam, dan lebih detil, terutama unsur penokohan dan perwatakan.

Namun, kelemahan drama sebagai suatu teks sastra ialah pengarang tidak secara leluasa mengembangkan kemampuan imajinasinya di dalam drama, artinya jika pengarang ingin melukiskan suatu kehidupan di alam tertentu secara konvensional belum dapat diterima oleh logika umum amatlah sulit. Pengarang juga tidak mungkin mengembangkan suatu yang abstrak, misalnya isi pikiran seseorang, renungan dan perasaan hati seseorang. Jika ingin melakukannya pengarang harus memaksa tokoh melakukannya lewat ujaran dialog atau gerak dan perilaku.

Hakikat drama sebagai karya dua dimensi tersebut akan menyebabkan sewaktu drama ditulis pengarangnya, pengarang drama tersebut sudah harus memikirkan kemungkinan-kemungkinan pementasan, sedangkan sewaktu pementasan sutradara tidak mungkin menghindar begitu saja dari ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam naskah. Pada saat inilah dapat dirasakan bahwa sebenarnya dimensi sastra dan seni pertunjukan pada karya drama merupakan suatu yang padu dan totalitas. Ketotalitasan dua dimensi di dalam drama tersebut tidak harus disalahartikan. Tidak benar menyebutkan pertunjukan drama di panggung pertunjukan sebagai suatu karya sastra atau genre sastra. Demikian pula sebaliknya, ketika berhadapan dengan drama sebagai teks, tidak benar jika menganggapnya sebagai seni pertunjukan. Tidak benar juga seandainya teks tersebut dianalisis berdasarkan unsur-unsur seni pertunjukan. Lain halnya jika yang dibahas kemungkinan pementasan dari teks tersebut.

Naskah drama biasanya terdiri atas
·       Babak, yaitu bagian dari naskah drama yang merangkum semua peristiwa yang terjadi di suatu tempat pada urutan waktu tertentu.
·       Adegan, yaitu bagian dari babak yang batas-batasnya ditentukan oleh datang atau perginya pemain ke/dari pentas.
·       Petunjuk pengarang, ialah bagian dari naskah drama yang memberikan penjelasan kepada pembaca atau awak pementasan (sutradara, pemain, penata artistik dll.) mengenai keadaan, suasana, peristiwa, atau perbuatan dan sifat tokoh. Petunjuk pengarang biasanya ditulis dalam tanda baca kurung.
·       Prolog, adalah pengantar naskah yang dapat berisi keterangan atau pendapat pengarang tentangcerita yang akan disajikan.
·       Epilog, adalah penutup naskah drama yang biasanya berisi simpulan pengarang mengenai cerita kadang-kadang disertai pula nasihat atau pesan, ada pula yang disertai ucapan terima kasih kepada penonton yang dengan sabar telah menyaksikan pementasan.
·       Solilokui, adalah bagian naskah drama yang berisi ungkapan pikiran dan perasaan tokoh kepada diri sendiri, baik pada saat ada tokoh lain maupun terutama ketika tokoh itu sedang sendiri.
·       Aside, adalah bagian naskah drama yang berisi ucapan seorang tokoh yang ditujukan kepada penonton dengan pengertian bahwa tokoh lain yang ada di pentas tidak turut mendengar.

2.2 Drama sebagai seni pertunjukan
Sama halnya dengan drama, teater juga berasal dari kata bahasa yunani, theatron yang berarti tempat. Ada juga yang menyatakan teater sebagai panggung.
Akan tetapi, jika disandarkan secara etimologi, teater adalah gedung pertunjukan (http://kardiwanto.blogspot.com/2009/11/drama.html). Dalam arti luas, teater merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusiaanya yang di pertunjukan di depan orang banyak, misalnya : wayang orang, ludruk, lenong, reog dan dulmuluk, sedangkan dalam arti sempit, teater merupakan kisah kehidupan manusia dan kemanusianya yang di tuangkan dalam bentuk pementasan untuk di saksikan orang banyak melalui media gerak, percakapan, dan laku dengan atau tanpa dekorasi serta di dasarkan pada naskah tertulis yang di iringi atau tanpa musik.

     Sehubungan dengan itu, drama dan teater memiliki bentuk dan makna yang sama, tetapi berbeda acuanya. Kecenderungan drama memiliki pengertian pada seni sastra, dimana drama setaraf dengan genre lainnya, yaitu puisi dan prosa/esai.Mengingat drama juga berarti suatu kejadian atau  peristiwa tentang kehidupan manusia dan kemanusiaan yang di tampilkan pada  suatu pentas sebagai bentuk pertunjukan, maka drama menjadi  sebuah peristiwa teater. Dengan kata lain, teater dapat tercipta karena ada drama.

Dalam dimensi drama sebagai seni pertunjukan, drama dapat memberi pengaruh emosional yang lebih besar dan terarah kepada penikmat jika dibandingkan dengan genre sastra lannya Dengan menyaksikan secara langsung peristiwa di atas pentas, unsur emosional penikmat lebih mudah digugah atau tergugah (dalam http://www.lintasjari.com/2013/07/pengertian-seni-pertunjukan-dan jenisnya.html). Kepandaian para aktor menafsirkan hidup dan kehidupan secara pas, ekspresif dan estetik di atas pentas, membuat lakon drama itu jadi aktual, mirip kehidupan manusia yang sebenarnya yang pernah, akan dan mungkin dialam para penonton, Elmustian dan Jalil (dalam Rahman,Elmustian dan Abdul Jalil. 2003. Sejarah Sastra. Pekanbaru: Unri press). Beberapa karakteristik drama sebagai seni pertunjukan:

·      Keterkaitan dimensi sastra dengan dimensi seni pertunjukan mengharuskan para actor dan pemain menghidupkan tokoh yang di gambarkan pengarangnya lewat apa-apa yang diucapkan tokoh-tokoh tersebut bentuk dialog-dialog.
·      Unsur panggung  membatasi pengarang menuangkan imajinasinya. Namun demikian, panggung juga dapat memberi kesempatan sepenuhnya kepada pengarang untuk dapat mempergunakannya agar menarik dan memusatkan perhatian penikmat dan penonton pada suatu situasi tertentu, yaitu situasi panggung.
·      Bentuk yang khusus dari drama adalah keseluruhan peristiwa disampaikan melalui dialog.
·      Konflik kemanusian menjadi syarat mutlak. Tanpa konflik peristiwa tidak akan bergerak satuan-satuan peristiwa dapat berjalan dan menciptakan alur atau plot dalam bentuk dialog jika satuan-satuan peristiwa itu dikontroversikan melalui konflik-konflik.
·      Dimensi seni pertunjukan pada drama, disamping memiliki nilai keunggulan memiliki pula segi kelemahan. Keunggulan adanya dimensi seni pertunjukan pada derama adalah peristiwa dapat disaksikan langsung secara konkret, sedangkan kelemahannya dibanding dengan fiksi dan puisi pertunjukan derama tidak dapat dinikmati untuk yang kedua kalinya dengan suasana dan situasi emosi yang sama.
·      Sutradara, aktor, dan pendukung pementasan harus secara arif menafsirkan dan berusaha setuntas mungkin untuk memvisualisasikan tuntutan teks derama.

2.3 Unsur-unsur drama sebagai seni pertunjukan
(dalam http://fayzaaveiroo.blogspot.com/2013/09/hakikat-drama.html) Sebagai pertunjukan, unsur-unsur utama drama adalah sebagai berikut:
·  Naskah Drama (skenario)
·  Aktor/aktris: pemeran dalam pementasan drama
·  Awak pementasan di balik pertunjukan (sutradara, assisten sutradara, penata setting, penata musik, penata kostum dan rias dll)
·  Panggung/pentas
·  Penonton

Unsur-unsur artistik pementasan drama
·  Setting (tata panggung), disesuaikan dengan tuntutan naskah
·  Lighting (tata cahaya), penggunaan lampu (pencahayaan) disesuaikan dengan adegan, suasana, dan latar cerita. Hal yang perlu diperhatikan adalah arah cahaya, warna, dan intensitas (kekuatan cahaya).
·  Musik. Musik dalam drama berperan mendukung dan menegaskan isi cerita dan adegan. Tidak harus setiap adegan disertai dengan adanya alunan musik, kecuali drama itu berbentuk drama musikal.
·  Busana. Busana (kostum) dalam drama disesuaikan dengan tuntutan cerita.
·  Tata rias. Tata rias (make up) wajah haruslah mendukung dan menguatkan karakter tokoh yang diperankan. Make up tidak bertujuan untuk membuat aktor/aktris menjadi lebih ganteng atau cantik, tetapi lebih menekankan pada penegasan karakter tokoh. Make up semacam ini dikenal dengan istilah make up karakter

2.4 Fungsi drama sebagai seni pertunjukan
Di dalam setiap pementasannya, beberapa bentuk drama selalu membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton. Sebenarnya dalam setiap pertunjukan seni drama ada beberapa nilai tertentu yang dikandungnya. (dalam http://maulasalmaf.blogspot.com/2011/02/seni-pertunjukan.html) Seni pertunjukan drama (tradisional) secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu:
·      fungsi ritual, seni pertunjukan yang ditampilkan biasanya masih berpijak pada aturan-aturan tradisi. Misalnya sesaji sebelum pementasan wayang, ritual-ritual bersih desa dengan seni pertunjukan dan sesaji tertentu, pantangan-pantangan yang tidak boleh dilanggar selama pertunjukan dan lainlain. Sebagai media pendidikan, pertunjukan tradisional mentransformasikan nilai-nilai budaya yang ada dalam seni pertunjukan drama tersebut.
·      Media pendidikan, Seni pertunjukan drama (tradisional) (wayang kulit, wayang orang, ketoprak) sebenarnya sudah mengandung pada hakikat seni pertunjukan itu sendiri, dalam perwatakan tokoh-tokohnya dan juga dalam ceritanya. Misalnya pertentangan yang baik dan yang buruk akan dimenangkan yang baik, kerukunan Pandawa, nilai-nilai kesetiaan dan lain-lain.
·      Media penerangan ataupun kritik sosial, baik Misalnya pesan-pesan pembangunan, penyampaian informasi dan lain-lain. Rakyat dapat mengkritik pimpinan atau pemerintah secara tidak langsung misalnya lewat adegan goro-goro pada wayang atau dagelan pada ketoprak. Hal ini disebabkan adanya anggapan mengkritik (lebih-lebih) pimpinan atau atasan adalah “tabu”. Melalui sindiran atau guyonan dapat diungkap tentang berbagai ketidakberesan yang ada, tanpa menyakiti orang lain.
·      Menghibur penonton, seni pertunjukan drama dapat pula berfungsi untuk menghilangkan stres dan menyenangkan hati. Sebagai tontonan atau hiburan seni pertunjukan drama Pertunjukan ini diselenggarakan benar-benar hanya untuk hiburan.












3. PENUTUP
3.1 Simpulan
Drama sebagai teks sastra dibentuk melalui penulisan bahasa yang memikat dan mengesankan  sebagaimana sebuah sajak,  penuh irama dan karya akan bunyi yang indah, namun sekaligus menggambarkan watak-watak manusia secara tajam.
Dalam dimensi sebagai seni pertunjukan, drama dapat memberi pengaruh emosional yang lebih besar dan terarah kepada penikmat jika dibandingkan dengan genre sastra lainnya. Sebagai pertunjukan, unsur-unsur utama drama adalah sebagai berikut: Naskah Drama (skenario), Aktor/aktris: pemeran dalam pementasan drama, Awak pementasan di balik pertunjukan (sutradara, assisten sutradara, penata setting, penata musik, penata kostum dan rias dll), Panggung/pentas, dan Penonton.
Seni pertunjukan drama (tradisional) secara umum mempunyai empat fungsi, yaitu:
·       fungsi ritual
·       Media pendidikan
·       Media penerangan ataupun kritik sosial
·       Menghibur penonton
3.2 Saran
Drama yang termuat dalam karya sastra Indonesia memuat banyak unsur maupun tahap pementasan lainnya. untuk itu Dosen, Guru, Siswa, penikmat karya sastra drama maupun yang lainnya harus mempelajari mengenai drama, fungsi drama sebagai seni pertunjukan beserta unsur seni drama sebagai seni pertunjukan, supaya Dosen, Guru, siswa, penikmat sastra dan yang lainnya dapat menikmati karya sastra drama dalam bentuk seni pertunjukan


DAFTAR PUSTAKA
Rahman,Elmustian dan Abdul Jalil. 2003. Sejarah Sastra. Pekanbaru: Unri press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar