Minggu, 01 Desember 2019

Sekuat hati_

Sesak.
Rasa berkecamuk di dalam dada. Pikir tak bisa diatur. Memang benar adanya, sekuat hatimu melawan bagaimana bisa kamu mengabaikannya? Sekuat batinmu menepis, bagaimana bisa rindu engkau tolak? Jika bayangnya selalu mengintaimu setiap waktu. Kita tak pernah salah. Hanya terkadang benar bahwa rindu tak pernah tahu diri, ia dengan begitu saja tiba tanpa sapa. Menjamu diri sendiri dalam sepinya waktu. Entah mengapa kenyataan membawa takdir pada suratan yang tak diinginkan. Menepisnya berulang kali hanya semakin melukai hati. Tak sanggup. Hanya ada kata rindu meski jauhnya jarak membentang. Wajah tersenyum namun hati menangis. Tidak mungkin melawan kenangan.




Razzaku_

Kamis, 21 November 2019

Cinta, Kita, dan Tinta_

Rona merah di wajahnya masih saja kental di ingatanku. Kala waktu masih milikku, dan seluruh kenyataan masih berpihak pada kesukaanku. Entah sudah berapa lama aku membayangkan wajahnya yang meneduhkan itu. Mungkin sudah beberapa menit, atau sudah beberapa jam lebih tepatnya aku di sini asik membuka kembali lembaran tentang dia yang sudah tidak sejalan denganku lagi. Sudah sangat lama. Ah, kebiasaan burukku masih saja aku pelihara. Sebentar sadar, beberapa waktu lagi aku masih mau mengingat kenyataan dulu itu. Getir memang.

Tintaku sudah hampir habis. Mataku mulai sembab tersebab air di pelupuk mata masih saja terus berderai tak hentinya. Setiap ingatan tentang dia hanya ada air mata pada setiap kilasnya. Inilah hal yang paling tak aku suka, juga paling aku rindukan. Tak suka jika kilas balik tentang dia dan kesakitan pada hati mengingat takdir tak memihak pada kami, terus bergulir. Di sisi lain, sejujurnya jauh pada lubuk hati, hanya melalui kenangan itulah diri bisa menemukan kembali sepenggal kisah dan bertatap mesra pada setiap kenangan lama itu. Ia, dia. Air mataku semakin membanjiri catatan kecilku yang tepat berada di bawah wajahku. Aku memang sengaja mengundangnya kembali hadir. Segetir itulah kenangan yang masih hidup sampai kini. Mungkin hanya aku dan Tuhan yang tahu rahasia itu hingga masa menutup waktunya untukku.

Setahun sudah. Aku kini bahagia pada sebuah sisi kehidupan yang penuh teka-teki ini. Kehadiran dia yang dahulu tak pernah aku doakan, yang tak pernah aku harapkan, kini telah mengubah segalanya. Dia adalah sosok yang paling aku butuhkan dan bukan yang aku inginkan. Mungkin itulah yang Tuhan kisahkan padaku.

Aku kembali goreskan sedikit demi sedikit pada setiap detik yang berlalu. Maju tak pernah menatap mundur. Beberapa detik kemudian berhenti di tempat untuk sekejap menarik napas panjang sebagai kekuatan di beberapa langkah ke depan, saat mata terbuka pada masa depan yang sudah di pelupuk mata. Ia menatap ke arah yang sama. Di depan sana. Ia menanti dengan begitu manis, tanpa spasi dan tanpa jarak pada kata. Hanya ada kedekatan yang berusaha untuk di rajut bersama. Ya. Dia yang membawa tangan beriringan belajar bersama. Dia yang kini menjamah wajah yang temaram dan mengganti luka menjadi suka. Dia yang dalam segala kekurangan nya membanjiri diri dengan air mata keberjuangan. Dia yang pada salam menjelma rumah sepanjang hayat.

"Kita"memang sedekat itu setelah menjadi jauh bahkan sangat jauh dengan tinta yang menggores kata "pernah", lalu menghadirkan kata "cinta" dalam perjalanan panjang. Langkah takkan pernah kau tahu lelahnya. Namun, jika masa membawamu berhenti dan memaksamu berhenti pula, maka berhentilah sejenak, sebelum kamu melangkahkan kaki maju dan takkan pernah mundur mengenang masa terburuk.

_E




Minggu, 17 November 2019

Rindu yang Salah_

Mahligai dari air mata.

Sejujurnya, langit tetap masih gelap. Bahkan pandanganku masih menaruh harap pada luasnya wajah bumi. Hatiku masih di sana. Tertinggal pada sebuah titik yang jauh tak tersentuh, bahkan tak terlihat oleh banyaknya mata. Jauh, di dasar kedalaman relung kasih. Masih tertinggal di titik yang sama. Masih terkekang oleh pusaran rasa yang telah menggunung begitu lama. Yang masih tertulis indah dalam goresan sebuah nama. Nama yang hanya akan tersimpan selamanya. Nama yang hanya akan tetap menjadi pengingat pada panjangnya lantunan doa yang menggema hingga ketetapan berkata lain. Semerbak wanginya masih tertinggal pada rasa yang masih ada. Masih....

Salamku terkadang hanya sebuah kata klise yang tak bergema, tak jua terdengar bahkan meski hanya sekadar gemingnya. Tak jua berbunyi.
Rindu.
Ya, aku rindu.
Merindukan senja yang pernah ku tatap dalam lekat yang tak bertepi.
Sangat merindukan senja yang pernah ku tunggu. Hingga penantianku berakhir pada malam yang gelap dan pekat. Tak berwajah. Hilang di telan kesunyian. Kekosongan hati dalam tatap sendu pernah ku lewati hanya untuk menjaga harapan yang pernah dan terus ku jaga, "mungkin akan datang" atau "mungkin, akan kembali". Ya. Sampai pada saat aku menyadari bahwa penantian ku di kala senja telah berlalu begitu lama. Tak ada kabar. Tak ada tanda. Tak ada pula hiruk sapa yang menenangkan. Hanya ada harap, cemas, dan kesedihan. Mungkin aku salah dalam menduga. Mungkin aku terlalu berharap. Mungkin aku lupa akan waktu itu, bahwasanya aku hanyalah seorang diri menanti senja, lalu lupa bahwa malam telah larut. Tangisku pecah...

Beberapa waktu telah menetap.
Rinduku memuncak.
Entah mengapa, malam-malam berlalu begitu terasa. Rindu seakan menakutkan bagiku. Berulang kali meneguhkan hati. Berulang kali rasa menyesal hadir. Semakin aku tatap masa yang lalu, semakin bayang yang merobek hati memburuku tanpa spasi. Ah, rinduku ini salah. Rindu yang salah. Akankah engkau cepat berakhir? Aku tak sanggup menahan setiap sesaknya menggelegar di dalam hati dan ingatan. Bahkan, untuk bisa menatapmu sejauh apapun takkan pernah bisa ku lakukan. Untuk mendengar suara yang tidak disengajapun aku tak lagi mampu. Mustahil.
Mustahil terjadi.

Doa-doaku kadang tak lagi aku percaya.
Seperti yakin namun ragu. Terkadang mampu namun jatuh. Jatuh hingga luka telah menetap di setiap bagian dari tubuhku. Membekas tak menghilang. Hanya untuk menantimu. Untuk meyakinkan hati bahwa rinduku ini tak salah alamat.

Sang Khalik, aku masih menunggu rahasia-Nya. Penasaranku membelenggu, apakah rahasia di balik ketetapan yang tak di restui ini. Rahasia di balik takdir yang tak berjodoh ini. Juga, jalan hidup yang menetapkan hal yang tak pernah terpikir. Masih mengunggu.
Di tempat ini sembari menahan sesaknya rindu yang salah. Sembari berharap, waktu kan menjawab pikir yang tak berdaya.
Rinduku membuncah.
Dan, mampuslah aku di koyak Rindu_

E_

Minggu, 25 Agustus 2019

Mengulang doa yang sama_

Sewindu telah berlalu.
Berpuluh malam telah meninggalkan jejak-jejak hitamnya yang tak beraturan hingga membekas pada sebentuk hati yang ia tapaki. Belasan bulan tak lagi terdengar hiruknya, hingga ketika rembulan malam menghiasi langit berbintang itu, harmoni yang sama kembali terdengar di telinga, bahkan aroma yang semerbak itu kembali merekah pada sepanjang sudut pada dinding hati. Hingga saat jejak pertama rembulan menghiasi langit malam itu, tampaklah sebuah harapan baru yang entah sampai kapan akan menetap. Mungkin saja selamanya, ataukah bisa saja hanya untuk kata ''sekadar" singgah.

Hatinya sesungguhnya tak lagi sekuat dulu. Ada harap dan cemas pada setiap kata yang terlontar dari bibir mungilnya. Ada genangan air mata yang setiap waktu siap untuk terjatuh mengurai penyesalan dan ketakutan. Ada sebongkah batu hitam pada dinding hati yang masih menunggu untuk dihempaskan. Namun, kenyataan batu itu tetap di sana, tatkala kenyataan yang terjadi memang tak sepaham dengan apa isi hati.

Masih tentang rahasia Sang Khalik.
Kerikil-kerikil tajam itu harus tetap ia jalani. Sungguh, ia pun tak sanggup. Banyak kata yang hendak ia tangisi pada waktu. "Akankah berakhir?". Bilakah masa itu mendapati dirinya tetap kuat dan tegar menopang batu besar pada hadapnya yang terkadang memaksanya mundur dan berhenti, karena ia tahu ia takkan sanggup. Sungguh, ia tak sanggup.

Janjinya, ia akan memberikan sekuntum mawar merah pertanda hati yang merona dan merekah pada dia yang berjuang menghancurkan penghalang jalannya. Batu besar itu. Doanya, seumur hidup memberikan masa dan kasih merah jambu pada dia yang hadir pada akhir perjuangannya. Itu goresan hati yang ia taruhkan pada janji yang ia lekatkan pada hati kecilnya. Ya. Itu. Dia yang sanggup membawanya keluar dari ketidakmampuannya. Dia yang sanggup hadir memegang tangannya dan berjalan menapaki jalan setapak berdua. Ia. Dia.

_August-Dream_

Senin, 08 Juli 2019

Usai_

Bara yang tak bisa kugenggam dan harus kulepas.
Duri yang ingin kumiliki namun tak mungkin bisa ku genggam.
Rembulan dan bintang yang terlihat, namun tak bisa kumiliki.

Demikianlah kisah dan ingin pada hatiku kepadamu.

Perlahan waktu memutar, seakan dengan begitu lembutnya ia menenggelamkan kita pada masa-masa yang melayang. Pupus kini semua doa-doa yang aku untaikan berjam-jam dan puluh kali itu. Sepersekian waktu yang hanyut bersama air mata yang mengisahkan betapa tak sanggupnya diri membendung emosi jiwa yang tak terkatakan dan tak terarahkan pada siapa hendak diri mengadu? pada siapa hendak cerita ini aku bagikan? akankah sang rembulan yang jauh tak tersentuh itu mendengarkan dan melihat betapa diri hancur sehancur-hancurnya? mata tak sanggup menguraikan lagi kisah yang hendak ia ceritakan pada sepinya malam ini. Batin menjerit, "mengapakah harus terjadi?! mengapakah begitu sulit?! oh... Tuhan...!".

Benar bahwa tak semua isi dunia akan bisa engkau genggam. Termasuk pada kisah yang tak pernah bisa kudapati berakhir bahagia ini. Malam dimana terakhir kalinya aku mendapati namamu terucap pada kata yang entah sudah menyerupai apa. Pada tangis yang entah sudah menyerupai apa. Juga, pada harap yang sudah membeku dan lenyap ditelan beribu kekecewaan. Dibungkam oleh jutaan tangisan penyesalan. Mengapakah harus bertemu? Mengapakah harus ada luka pada harap yang telah dipatahkan?!.

Menyerah dan tidak lagi mampu berjuang. Itulah diriku kini. Kudapati bahwa tumpukan penyesalan dan ketidakmungkinan ini membuat diri pasrah dan iklas. Mungkin memang sudah jalan kehidupan, bahwa meski kita bersikukuh, tapi jika takdir tak berpihak, maka semua akan kita dapati menutup jalan pada kisah.

Maaf,,,
Mungkin tak perlu lagi.
Aku berhenti mengharapkan semua ingin yang tak bisa menjadi nyata.
Seperti ilusi yang tak pernah berhenti menyelimuti pikir dan jiwa.

Maaf,,,
Maaf...
Maaf................................................!!!

Aku pergi.



Juli_Kesedihanku.




Selasa, 21 Mei 2019

Semeter persegi_ (Cerpen)

Di bawah langit yang sama*

Kilasan potret segaris senyummu dengan tatap sendu yang selalu saja kau lepas pada dunia lainmu tetiba terbesit begitu saja. Aku tak memintanya. Sungguh. Ia muncul mendadak tak pernah menyapa dan tak mengadu maaf, hanya sesuka hatinya. Membuat aku memutar kembali potret-potret burammu yang telah lama aku pendam, kini menguak keluar menyembur berlarian dari dalam otakku. Ah. Selalu saja begitu.

Di kursi yang sama.
Sebut saja aku Erin. Nama klasik yang pernah menghias ponselmu sebagai kontak pertamamu yang paling kau nantikan notifikasinya. Tapi itu dulu. Dulu sekali. Jauh sebelum pada akhirnya kau berlari perlahan lalu melaju dengan kencangnya meninggalkan jejak pada duniaku dan kenanganku. Jauh sebelum pada akhirnya beberapa waktu kemudian kau menghilang tak berkabar sama sekali. Aku pun enggan dan acuh pada kabarmu. Kau aku biarkan pergi membawa rasa yang pernah kau hadirkan. Karena, begitulah aku. Meski terkadang aku hanya berpura tegar pada nyatanya tapi logikaku lebih jauh melaju meninggalkan rasaku, meski pada jalan selalu beradu kekuatan. Tapi, aku pastikan logika ku akan menang mendahului rasaku. Jadi, tenang saja. Aku ahli dalam mengiklaskan.

Kembali pada kursi di sudut kafe.
Kembali pada topik mengapa aku tiba-tiba teringat pada sosokmu di tengah kesibukan dan kesendirianku menikmati hidup dengan secangkir jus Alpukat yang mulai mendingin. Aku menatapnya lekat meski sesekali berpura-pura tidak menghiraukannya. Tapi, otakku terus saja berputar akan hal itu. Ya. Sebuah tulisan di cangkir jus Alpukat ku membuatku harus mengingat mu. Sebuah nama yang sudah lama aku lupakan. Sebuah inisial yang sangat ingin kuhapuskan pada setiap jejak hidupku. Tapi gagal kali ini. 

"E_H"

Bagi orang lain ini bukan hal penting. Bahkan entah tak pernah dihiraukan sama sekali. Namun bagiku, dua huruf ini memiliki makna tersendiri dengan kisahnya yang menggunung pada kalbu. Entahkah  Tuhan menakdirkan sore ini kedua huruf ini aku harus baca pada gelas yang entah mengapa menjadi pilihan pelayan cafe ini untuk disuguhkan kepadaku. Kadang, pikirku takdir Tuhan itu semudah dan sesimpel itu. Sangat sederhana dengan cara yang sangat sederhana dan di luar nalar.

Mataku terus tertuju pada cangkir itu. Entah bagaimana kabarnya kini. Terakhir aku mengetahui bahwa dia sudah menikah dengan seseorang gadis pilihan keluarganya. Kala itu aku tak menangis. Saat mendengar kabar itu dan melihat potret dirinya tersenyum manis dengan gadis yang kini menjadi istrinya, aku hanya tersenyum segaris tawa dengan hati yang entah mengapa terasa kosong. Aku masih ingat kala gambar dirinya bahagia dengan pilihannya itu, pada suatu sore saat tetiba aku teringat akan hal itu, aku menangis dan tak bersuara. Hanya air mataku tak dapat ku bendung. Membanjiri wajahku dengan tangan yang tak henti-hentinya menyeka. Terasa di hatiku ada kesakitan yang tak terkatakan. Ah. Takdir Tuhan begitu penuh kemisteriusan. Di dalam keindahan kasih-Nya ada duka yang harus dijalani untuk suatu bahagia lain yang sudah menanti.

Aku membolak-balik gelas itu kemudian. 
Jus tinggal 1/4 cangkir lagi. Aku harus segera menghabiskannya dan bergegas pergi beranjak dari cafe itu. Pada hitungan detik, aku menyeruput jus itu dengan semangat dan habis. Yes. Saatnya pergi melupakan kenangan dan nama yang sejenak hadir itu. Aku bergegas berangkat dan meninggalkan tempat itu. Bukan hanya tempat itu. Kini inisial dan kenangan tentang dia pun sudah berlalu. Kenangan itu hanya akan menjadi bagian dalam hidup yang akan terus hadir, namun tak lagi menggangguku. Ia seperti sebuah inisial yang akan tetap menjadi inisial selamanya. Kini, masa yang lebih indah dan perjuangan yang semakin kuat dibutuhkan dan menanti. Pun aku yang kini masih sendiri menunggu takdir itu dipertemukan. Dan, bukan hanya sebagai inisial. Kelak akan menjadi nama yang terus menjadi diri.

*The End_

Spasi_

Senja yang kau tunggu_

Pada sepertiga malam, masih saja kau genggam harap di pelupuk mata.

Sedangkan,

Di ujung jari-jemari kau juga masih berkelana mencari kata.
Seperti biasa, keengganan menjamu setiap kata yang hampir menyeruak dari relung kalbu yang telah menggunung hampir meledak dalam benteng pertahananmu.

 "Ya atau tidak".

Pada akhirnya malam tetaplah kelabu dan hening tak berbunyi.

Gelap beralih terang lalu menyambut senja. Pada caranya, selalu menduga.
Pada kisahnya tak pernah bersambut. Karena spasi menjadi pemisah pada kata.

Selasa, 14 Mei 2019

Memaafkan bukan berarti melupakan_

"Ah, kamu berarti belum memaafkan sungguh-sungguh kalau begitu. Buktinya saja kamu masih mengingat hal itu".

Waduh, bagaimana jika kalimat berikut dilontarkan kepada kamu tetapi dalam hati kecil kamu, kamu sungguh-sungguh sudah melupakan kejadian yang pernah menyakitimu.

Ah. Pasti kamu bingung. Bisa jadi kamu akan kembali menyelidiki hati kecilmu, berharap kamu bisa menemukan kebenarannya. Siapa tahu kamu tertipu dengan diri sendiriπŸ˜…

Tapi, saya mau membagikan hal ini buat kamu yang sudah memaafkan tapi tetap ingat akan kejadian tersebut, bahkan dengan sangat rinci. Tidak usah kuatir. Kamu benar dan tidak salah pada hatimu. Kamu sudah memaafkannya.

Menurut saya, memaafkan adalah proses penerimaan keadaan/kesalahan yang terjadi menimpa kita dengan mengiklaskan hal tersebut, dan ketika pun hal/kejadian itu teringat kembali maka tidak ada kesedihan/kemarahan/kekesalan yang terjadi. Kita sudah bisa menerimanya dengan iklas bahkan mengucap syukur bahagia saat mengingatnya.πŸ˜„

Masa lalu, kesalahan maupun kejadian yang terjadi dalam hidup tidak akan dapat dilupakan begitu saja. Ia hadir sebagai suatu kenangan dan pembelajaran hidup yang seumur hidup akan terus melekat pada hati dan pikiran tersebab ia adalah suatu bagian dari kisah hidup. Untuk itu jangan melupakannya. Senantiasalah mengucap syukur atasnya. Menerima bukan berarti melupakan, tetapi mengiklaskan.

Cintai kenangan dalam hidupmu.
Terimalah dan bersyukurlah atas itu.

Jesus Bless Us πŸ’•πŸ˜‡πŸ™

Selasa, 02 April 2019

Aku dan kisahku_

(Sebuah usaha penerimaan diri)

Sudah hitungan tahun. Yup. Sekitar 25 tahun menggenapi 26 tahun pada waktu-waktu ini. Ini perihal tahun, jika hitungan hari, jam, menit, detik, maka kamu tentu takkan sanggup menghitungnya bukan? Itulah waktu sepersekian yang telah menjadikan dan membentuk diri sebegini rupa.

Kembali mengingat bahwa pertumbuhan yang benar akan diri adalah pertumbuhan yang sesuai dengan kodratnya. Contohnya pada rentang usia berapa maka manusia akan bertumbuh pada bagian apa, secara biologisnya. Nah, sejajar dengan itu, manusia juga harus dan akan mengalami pertumbuhan rohani. Ini semua seharusnya berlaku pada semua insan dan akan terus mengalami pertumbuhan sampai akhir hidupnya.

Ada satu fase dalam hidup saya yang sebenarnya menjadi suatu hal yang sangat saya syukuri. Ketika pertumbuhan rohani itu mulai terjadi dalam hidup. Bukan dengan rentang waktu yang cepat. Diri harus mengalami jatuh bangun untuk sampai pada tahap mengerti akan siapa pencipta saya. Jika fase ini terlewatkan, maka hidup saya mungkin tak kan sebahagia ini dalam segala rasa cukup dengan hidup. Fase dimana Tuhan mulai memulihkan diri dari luka-luka hidup dan harapan yang penuh kekecewaan hingga impian yang pada akhirnya tercapai meski harus menangis sakit melewatinya.

Kini entah mengapa bagi saya mudah saja menerima segala kenyataan yang ada disekitar. Saya masih ingat betul perjalanan hidup bagaimana ketika Tuhan membentuk agar diri mampu menerima keberadaan diri. Didikan orangtua dan lingkungan yang keras membuat diri semakin perfectsionis. Sulit menerima kesalahan pada diri, sulit jika keadaan tiba-tiba berubah tidak sesuai rencana, sangat tidak menyukai hal-hal diluar zona aman dan lebih menyukai kepastian serta tidak suka terlalu lama pada keramaian. Diri sangat sulit berekspresi, tersebab ada rasa takut akan penilaian oranglain.

Wah, hidup saya dulu seperti itu.
Jika dibayangkan, tanpa kasih Tuhan, tanpa pemulihan maka sulit untuk menikmati hidup dan anugerah dari-Nya sekarang. Sulit untuk menjadi teladan apalagi membawa perubahan bagi keluarga, sekitar dan siapapun yang melihat.

Saya melihat pekerjaan tangan-Nya begitu luar biasa memakai setiap kesempatan dan orang-orang disekitar dalam menumbuhkan pengenalan akan DIA bagi saya. So far, hanya pujian syukur bagi DIA yang terucap. Diri tak henti-hentinya mengucap syukur bagi raja di tas segala raja.

#Ketika satu orang selamat, maka seisi rumah akan selamat
#pemulihan akan membawa diri semakin maksimal melayani-Nya dan menjadi saluran berkat
#hikmat dan bijaksana menyertai

Senin, 25 Maret 2019

Untuk kesekian kali_

Bukan hanya kali ini. Sudah berulangkali rasa sakit yang sama menerka-nerka. Tapi, cukuplah sekali ini untuk terakhir kalinya. Benar segala dugaku. Tak perlu membuka kembali kisah dan waktu yang tak perlu. Seperti menyayat daging sendiri. Membuka luka yang begitu dalam. Ya. Seharusnya tak perlu memberinya ruang kembali.

Pernyataan yang tak diinginkan itu dia nyatakan meski tak langsung padamu. Kamu begitu terluka kan? Ya. Sangat. Kau tahu jelas bagaimana perjuangan memulai, mendoakan, lalu bertahan, terluka dan membuka kembali kisah itu seketika kata-katanya menyatakan kau harus mengakhiri keinginan dan harapanmu itu. Dia ternyata tak pernah menganggap kehadiranmu pada masanya. Dia takkan pernah paham pada hati yang kau jaga.

Sudahi saja.
Mimpi tak harus menjadi nyata.
Harap tak harus terjadi.
Doa tak harus terjawab.

Dia yang kau kenal tak seperti yang kau pikirkan. Dia pun berubah. Cukupkan pada penantian yang lain. Hadirnya hanya akan menambah luka demi luka.

Cukupkan saja.

Minggu, 24 Maret 2019

Keriuhan pada malam_

Mobil-mobil besar itu lalu lalang dihadapku.
Entahkah sengaja agar malam tak terlalu hening pada gelapnya, ataukah mungkin mereka tidak begitu perduli pada sudut sepi yang tercipta oleh jarak.

Ya.

Mereka terlihat enggan berhenti dan menyapa pada malam.

Baginya, jarak dan waktu adalah hal biasa dan tak menakutkan.

#Jalanan sepi_

Sabtu, 09 Maret 2019

Sebuah konsekuensi_

Berhenti artinya berakhir.
Entahkah berakhir bahagia atau menyedihkan, pada penghujung waktu akan kamu temukan jawabannya. Setiap pilihan untuk berhenti memiliki konsekuensi tersendiri. Yah, pada akhirnya bertepatan saat engkau memilih berhenti, maka sebuah akhir juga kamu pilih. Sesuatu yang berakhir akan mengisahkan suatu kenangan tersendiri pada seorang insan. Mungkin harimu tak lagi seperti biasa, mungkin waktumu tak lagi kan memiliki rasa yang sama seperti sebelumnya. Semua terletak pada hasil dari proses itu.

Memilih berhenti adalah suatu konsekuensi. Konsekuensi yang bisa saja akan sangat sulit engkau terima di awal pertama, namun setelah engkau jalani seperti biasa, selang beberapa waktu, semuanya akan terbiasa. Hanya perlu terbiasa. Saling menyakiti juga bukan hal yang baik. Jika komunikasi tak lagi sejalan, dan jika komunikasi tak lagi saling memahami, lalu untuk apa? Lebih baik diakhiri sampai Sang Semesta menunjukkan jalannya.

#berhenti berjuang

Mulai berubah_

Ketakutan dan kisah lama itu sepertinya akan terulang dua kali. Hampir saja dugaku benar, bahwa yang aku takutkan sepertinya akan terjadi. Kamu tahu rasanya "ditinggalkan?". Rasanya sakit berdarah namun tak tampak oleh mata.

Sepertinya dia mulai berubah.
Hilang kembali rasa yang coba dibangun bersama. Hilang kembali masa dimana rasa begitu dekat. Tapi, tak apa. Cukup pengalaman mengajarkan bahwa tak perlu terlalu dalam membendung rasa untuk seseotang, bahkan meskipun dia yang engkau pinta dalam doa itu. Sebab dia pun belum tentu akan bertahan dan berjuang untukmu. Jangan terlalu berharap pada manusia, bahkan meski dia seolah sangat mengasihimu, sebab luka yang tercipta akan sangat terasa saat ia meninggalkan dan melepaskanmu begitu saja kelak.

Kini
Pasrah.
Biarlah waktu menjawab pada penghujungnya.
Biarlah detik yang menjadi tanda untuk setiap usaha yang sudah dilakukan.
Dan, biarlah air mata yang menjadi saksi bagaimana doa itu selalu teruntai namanya.

Pasrah_

Jumat, 08 Maret 2019

Diam tak bergeming_

Hari ini begitu melelahkan.
Terasa berat, bahkan tak bisa aku mengungkapkan bagaimana lagi harus mendeskripsikannya. Sepanjang jalan yang DIA izinkan boleh dijalani, aku hanya ingin mengatakan "pasrah".

Terkadang rasanya dibalik kebahagiaan itu senantiasa dihadiri kesedihan. Kelelahan ini semakin menjadi apabila tak seorangpun bisa menjadi bagian dari kisah ini. Rasanya, aku ingin memiliki seseorang yang bisa dijadikan teman bercerita. Tempat yang benar-benar bisa membuat nyaman untuk mengeluarkan seluruh keluh ini. Terkadang pula ingin diam saja. Hanya rasa diam yang menggambarkan bagaimana aku begitu sangat lelah. Diam tak bergeming. Dalam diam itu hanya air mata yang mengaliri sepanjang tatap kosong itu. Ya. Aku sedih.

Air mata yang terus mengalir ini pun tak pernah berbicara padaku. Pada penghujung lelahku, hanya dia yang tercipta.

Tuhan...
Ampunilah jika terkadang saat begini, aku seolah melupakanMu dan tak percaya akan kuasaMu. Hanya saja aku benar-benar lelah Bapa. Bahkan, seseorang tempat mengeluh ini pun tak ada dimuka bumi ini selain padaMu. Aku hanya tak ingin menjadikan beban pikiran bagi orangtua dan keluarga. Aku hanya tak ingin menambah rasa sedih dimata mereka.

Disaat seperti ini, hanya Engkau yang sanggup menjadi penguat. Hanya doa padaMu yang menjadi dasar kekuatanku. Juga, hanya firmanMu yang menjadi sumber pengharapanku. Jikalau aku boleh memohon, sudikah kiranya Engkau memberikanku sosok yang bisa menjadi teman seperjalanan yang berbagi denganku.

Ah.
Sepertinya aku banyak mengeluh tahun ini. Sedihku terlalu banyak. Namun, aku juga bersyukur bahwa aku masih bisa merasakan hal demikian. Engkau masih mempercayakan hal yang bisa aku lewati. Pintaku, teguhkan hatiku. Jangan buat aku tawar hati ya Allah. 😟

#lelah

Selasa, 05 Maret 2019

Hidup bagaikan selembar daun_

Hidup yang kamu jalani tak ubahnya bagaikan selembar daun.
Selembar daun tipis yang diterbangkan oleh angin.
Melayang, terjatuh, dan kembali dibawa angin.
Tak tentu arah
Tak menetap tujuan
Terombang-ambing tak ada haluan

Hidup itu adalah selembar daun.
Yang melekat begitu eratnya pada batangnya
Terkadang, ia bisa begitu lama tinggal bersama.
Terkadang
Ia akan begitu mudah rapuhnya dan terlepas dari batangnya, lalu terjatuh.
Atau
Melayang entah kemana.

Hidup selembar daun,
Ia begitu indah dan menawan
Begitu menyejukkan mata
Tatkala ia tinggal pada pohonnya

Hidup selembar daun,
Ketika ia terlepas pada batangnya
Ketika ia terbawa oleh kencangnya angin kehidupan,
Ia pun menghilang,
Ia melayang,
Membumbung, lalu
Menjauh.
Meninggalkan sang pohon tanpa pamit.

Ia berlari tanpa tujuan
Seolah-olah tanpa rasa takut
Tanpa rasa pilu,
Ia meninggalkan banyak bagian,
Menyisahkan banyak cerita,
Dan
Memberikan banyak tanda.

Ya. Tanda.
Tanda kehidupan
Tanda perjuangan
Tanda kebersamaan
Tanda kesendirian
Tanda kebahagiaan
Tanda penderitaan
Tanda
Tanda
Dan tanda.

Tanda pada jiwa.
Selembar daun yang melayang jauh.

E_


Minggu, 03 Maret 2019

Kenangan di sudut kampus_

Dedaunan bertebaran dimana-mana. Barangkali, ini pertanda bahwa musim telah menerpa berkali-kali pada setiap pepohonan yang berdiri tegak dengan kokohnya itu. Musim yang entah keberapa, saat kami masih duduk membagikan cerita dan kisah masing-masing di bangku panjang itu. Sejenak anganku kembali pada masa dimana kami bercerita dan bertemu berdua untuk pertama kalinya. Ya. Kampus tercinta menjadi saksi abadi, bagaimana awal cerita itu kami perankan dengan apiknya, meski ujung dan akhir cerita belum terlihat jelas bagaimana dan kapan.

Hawanya masih sejuk. Sama seperti ketika tatap kami bertemu satu sama lainnya kala itu. Aku menunggunya. Selang beberapa waktu dengan gayanya yang sederhana, ia menghampiriku dengan tak lupa senyum menghiasi wajahnya. Senyum yang menjadi sapa penuh berjuta makna. Dan, satu hal yang tak pernah terlupakan, salam yang selalu menjadi pembuka kata. Kami berjabat tangan sembari menanyakan kabar. Ah, waktu itu sangat cepat berlalu.

Awalnya, ia hanya mengajakku bertemu untuk sharing mengenai kegiatan di gerejanya. Dia anak pelayanan. Seseorang yang aku tahu begitu aktif melayani. Yah, hal ini pula sebenarnya yang membuatku sangat menyukainya. Seperti apa yang aku doakan mengenai sosok yang cinta Tuhan, ada pada dirinya. Selain, kriteria lainnya ia juga penuhi, yakni orang Nias, satu suku denganku. Entah mengapa, sampai saat ini aku masih menomorsatukan hal ini. Meski beberapa insan sangat menyukai pribadiku, dan aku juga sama, namun aku akan tetap bertahan pada kriteria ini. Aku hanya tak ingin hubungan itu memberatkan kedua keluarga jika dipenuhi perbedaan suku. Lalu, aku mencari aman dengan kriteria cinta Tuhan dan satu suku.

Percakapan kami mengalir begitu saja. Aku merasakan kami memiliki kecocokan beberapa hal. Dia juga termasuk orang yang sopan dan tutur katanya baik. Beberapa kali aku menyaksikan tingkahnya, yah. Dia cukup sabar dan penuh penguasaan diri. Huh. Semakin lama, hanya kebaikan yang aku lihat. Tapi, sepertinya kami memiliki karakter yang sama. Melankolis. Hal ini sebenarnya sangat baik, artinya dia dan aku bisa merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku khawatir, kesamaan ini juga akan menjadi hambatan, jika kami tak bisa berkomunikasi dengan baik. Karena sifat melankolis yang sama, orang demikian akan sangat sulit mengungkapkan apa yang dia rasakan secara langsung. Kemungkinan hanya akan ada saling menunggu dan menduga-duga, dan pada akhirnya yang aku takutkan hubungan akan berakhir karena selalu salah persepsi diantara keduanya.

Kembali aku layangkan pandang di sudut berbeda di kampus itu. Masih saja, bayangnya hadir. Bayangnya muncul dengan senyum khasnya yang menyapa. Yah, aku masih sangat ingat waktu itu dia sedang berjalan-jalan dengan temannya, lalu kami berpapasan. Ia menyapa sembari sedikit menggodaku waktu itu. Hanya saja aku yang masih menutup diri waktu itu masih sangat malu dan enggan berucap sepatah katapun. Hanya senyum yang terlontar menunjukkan responku yang entah dia anggap apa. Lalu, waktu itu pun berlalu. Cerita berakhir.

Juga aku masih ingat beberapa hal yang dia lakukan. Meski aku tak berani menyampaikannya kini. Aku sedang berharap Tuhan memberikan kesempatan untuk kami kembali bercerita berdua tanpa batas. Seperti kala itu ketika waktu dan jarak bukan menjadi penghalang. Kami sangat begitu dekatnya. Kami tidak dibatasi oleh waktu dan jarak yang membentang seperti sekarang ini. Dengan bebasnya kami saling memahami satu sama lainnya. Ada yang aku sadari bahwa tidak semua hal bisa tercurah lewat media. Hanya pertemuan dan rasa aman yang menjadikan suatu relasi bisa berlangsung. Ah. Lagi-lagi seandainya waktu bisa diulang. Namun, takkan pernah aku sesali segala yang pernah terjadi. Setidaknya, itulah waktu dan perkenalan yang Sang Pencipta Izinkan untuk kami bersama dan berbagi. Mungkin suatu saat nanti kami akan kembali melanjutkan cerita yang sama. Barangkali dengan orang yang sama ataupun dengan orang yang berbeda.


#Kampus
#our history

Jumat, 01 Maret 2019

Doa_

Dulu, ada beberapa kali secara pribadi, aku merasakan dan melihat langsung pekerjaan tangan Tuhan yang nyata ia tunjukkan dihadapanku. Perihal keluarga, pekerjaan, teman hidup, dan masa depan.

Doa.
Ada yang baru kusadari hingga kini, mengapa Tuhan selalu memberi apa yang aku doakan dengan terlebih dahulu membuat aku menangis dan merasa sendiri hingga tak mampu.
"Itu karena DIA sangat mengasihiku".
IA, sangat mengenali aku. IA tahu karakterku melebihi aku. IA tahu aku dan isi pikiran dan juga hatiku, gerak-gerikku dan masa depan bahkan masa laluku. IA tak pernah sedetikpun melupakan aku. IA tahu bahwa keintimanku dengan-NYA akan ada saat aku jatuh dan benar-benar IA letakkan pada dasar kesedihan, karena dari situlah muncul kesungguhan dan iman percaya untuk meminta dalam doa dengan penuh ucapan syukur.

Selalu IA taruh aku pada kesempatan yang sangat terlihat mustahil. Hingga aku benar-benar menyerah dan meminta. Tapi pada akhirnya IA berikan terlebih dari apa yang aku harapkan. IA berikan terlebih dari yang biasa saja. Itulah Allahku. IA bentuk dan memahami aku sedemikian rupa. Aku juga yakin, kamu juga begitu.

#jangan menyerah
#tetap berdoa
#tetap percaya

Aku telah mengiklaskan mu_

Bagai dunia runtuh seketika. Air mata membanjiri peraduanku setiap malam. Bahkan, saat siang, sore dan pagi pun, terkadang aku tak hentinya menangisi perpisahan yang tak diinginkan itu. Entah mengapa, perasaanku sangat kacau dan hatiku bagai jatuh dan hancur berkeping-keping. Tidak ada semangat, apalagi harapan pada kisah yang tiba-tiba lenyap pada waktu.

Tidak ada yang dapat kuperbuat. Bahkan untuk membuka mata ini saja begitu berat. Rasa tidak percaya. Rasa kecewa pada semua orang dan kesempatan yang pernah hadir. Bilakah kisah itu kembali? Akankah bisa diperbaiki segala kekurangannya? Ah, mustahil.

Air mata terus membanjiri dan menanak sungai bak gelombang samudra yang menghantam hati. Setiap mengingatnya, ada rasa nyeri pada hatiku, lalu air mata hadir menemani.

Untuk beberapa bulan aku tak hentinya begitu, namun waktu demi waktu sakitnya tak begitu deras seperti di awal luka itu hadir. Setiap waktu yang bergulir, ada kenangan yang terlintas. Bukan perihal sulit melupakan rasa sayang, hanya saja sangat sulit menghilangkan kebiasaan yang pernah ada bersama dengan berbagai harapan yang telah terbangun pada proses penerimaan dan belajar nyaman yang tak singkat. Air mata, canda tawa dan bahagia pernah membungkusnya.

Tepat hari ini, aku telah memperoleh rekor terbaik dalam kisahku. Kini perjalanan yang pahit dan pembelajaran yang meneguhkan itu menjadikanku seorang yang kuat. Sedikit terbiasa pada hati dan dikecewakan bahkan ditinggalkan. Sedikit mampu menahan rasa agar tak begitu mudahnya menaruh harap pada seseorang sampai benar-benar dijadikan satu. Lebih kuat menahan air mata dengan sikap tegar mampu berdiri meski gemetar karena keputusan mengakhiri mereka, lebih tegar menahan air mata dan gemuruh kehancuran di hati agar mereka tak melihat pedihnya menjadi aku.

Ya.
Kini kenangan tetaplah hanya kenangan.
Kini masa lalu tetaplah hanya masa yang telah berlalu.
Sekarang, meski hadir di depan mata, meski ada kehadiran yang menguak masa lalu, tapi tak kan sama lagi prosesnya.

Karena,
Takkan mungkin waktu yang telah lalu kembali terulang dan sama prosesnya. Yang aku rasakan, kini aku begitu bahagia. Menikmati proses menunggu yang terakhir dengan memperbaiki diri lebih baik, hingga IA beri dia pada waktu-NYA.

Aku telah mengiklaskan segalanya.
Aku telah berubah, dan tak lagi sama.
Aku adalah aku pada aku diwaktunya aku.
Dan,
Menjalani suatu masa bukan perihal lamanya, tetapi keberjuangan berdua dimulai dari nol.

  1. #Tidak sama lagi

Selasa, 26 Februari 2019

Haruskah saling menunggu?

Entah kah suatu anugerah, atau malah kah suatu petaka, perihal kesamaan karakter yang kita miliki. Masih saja tanyaku membumi pada porosnya, berputar-putar hingga membawaku tak lagi bisa membedakan antara tempat dimana kita seharusnya berpijak.

Haruskah saling menunggu?
Bolehkah kita saling memulai?
Masihkah ego?

Ah.
Aku selalu mengeluh beberapa waktu ini. Aku hampir tak berteman lelap pada larutnya malam. Semenjak hening menerpa kita berdua, semenjak lisan tak mau berkata, semenjak... Semenjak... Dan semenjak. Yah. Aku selalu merasa dirimu terlalu jauh pada jangkauku. Dugaku tak pernah mendapat jawab yang pasti. Bahkan, untuk setiap lelah ini membawaku semakin tak berdaya.

Bolehlah...
Sudilah...
Maulah...
Dirimu memanja kataku barang sekali. Tak ada lagikah keberanian dari dalam jiwa kita untuk memulai? Sampai kapankah kita akan memberi ruang pada kata 'melupakan dan terlupakan' merajai? Malam ini aku harap terakhir kalinya kita tak saling bersua. Aku harap dan sangat mengharapkan.

Jikalau keengganan kita semakin memuncak, maka aku takutkan kita akan berubah menjadi aku dan kamu. Takkan lagi ada kata yang menyatukan, yakni 'kita'. Aku harap, ajaklah aku mengerti bahwa ego itu tak baik. Aku ingin kamu mengajari aku bagaimana memulai dalam ketidakperdulian. Aku sangat berharap, kamu menjadi sosok yang membawa aku keluar dari zona nyaman ini. Katakanlah bahwa aku 'salah'.

Aku masih menunggu kata darimu.
Sudikah dirimu memulainya lagi untukku?

_?

Minggu, 24 Februari 2019

Terdiam_

Bumi begitu luas dalam hitungannya
Begitu lebar dalam jangkaunya
Begitu jauh dalam gapainya
Tapi
Tak sebegitu jauh dalam rasanya
Semenjak rupa menghilang pada mata
Ketika kata berubah makna menjadi bias
Kias
Tak berbalas
Duga
Membawa kata menjadi pemisah
Berdua
Tapi tak menyapa
Harap
Terus mengharap
Sesuatu yang tak mungkin terjadi

 #Diam

Jumat, 22 Februari 2019

Rahasia dalam Doa_ (sebuah cerita pendek tentang rindu)

Di sepertiga malam ini aku masih saja terjaga dari tidurku. Sedikitpun malam tak bisa merayuku agar memejamkan mata barang sejenak. Yah, mungkin kekuatanku malam ini lebih dari biasanya untuk bertahan, atau bisa jadi ini dikarenakan rasa iba nya melihat aku yang terus memohon dan menangis. Beriring dengan sebuah lagu yang mendayu, dan angin yang semilir menerpa sukma.

Di keheningan sepertiga malam ini masih saja air mata tak mau berhenti. Ada rasa yang begitu berat pada kata 'rindu'. Ada rasa yang sangat besar untuk mengetahui bagaimana kabarnya. Dia, seorang insan yang jauh dari pelupuk mata namun terus terasa ada di dalam benak. Dia, yang baginya aku tak pernah bosan untuk bersabar. Dia, yang baginya tak kan pernah ada terucap kata 'benci'.

Ya.
Masih tentang dia, yang selalu membuat ku memiliki banyak alasan untuk menunggunya dan mendoakannya. "Tuhan, berkati dia. Tolong dia. Berikan baginya penghiburan dan kasih MU. Jagai keluarganya. Berikan yang terbaik baginya dan kabulkanlah doa-doanya". "Tuhan... Aku merindukannya". Itulah kalimat yang sangat jelas berulang-ulang aku nyatakan dalam doaku. Entah karena tidak bisa melihat rupanya, ataukah karena dia tidak berkabar beberapa waktu. Entah karena aku sangat merindukannya namun tak kan mungkin bagiku menyapanya bahkan hanya untuk menanyakan kabarnya. Ataukah entah karena bagiku Tuhan lah tempat satu-satunya aku bercerita, dan aku yakini IA maha kuasa atas apa yang ada di dunia, terlebih lagi cerita aku dan dia yang sebenarnya dibuat olehNya. Rasa rindu bercampur dengan rasa khawatir malam itu. Beberapa kataku mungkin sudah menyakitinya. Ataukah beberapa kataku membuatnya bersedih dan ia salah memahami maksudku.

Ah.
Dari pada menduga-duga beriring luka, maka aku segera menengadahkan tangan sembari terisak dalam untaian-untaian doa tulus untuknya kepada Sang Khalik. "Aku percaya pada Tuhanku. Aku percaya Allahku ajaib. Aku percaya Allahku sanggup melakukan apa yang tak pernah ku pikirkan. Juga, aku sangat percaya segala doa terbaik akan dikabulkanNya. Terlebih doa-doaku meminta perkenananNya atas rasa diantara kami. Aku percaya. Meski kelihatan tak akan pernah bisa. Mata sudah sangat berat untuk terbuka. Jikalau saja mata dapat berbicara, maka ia akan menyampaikan bahwa ia sangat lelah menangis sepanjang waktu ini. Jika hati dapat berbicara, maka ia akan mengatakan bahwa ia sudah sangat hancur berkeping-keping tak berbentuk karena kesedihan dan harapan yang belum kunjung terlihat awalnya. Hanya belajar "Mencintai Tuhan di Atas Segalanya. Bahkan di atas rasa cinta sekalipun pada manusia".

Sampai detik ini pun, masih sama. Tak berkabar. Aku masih menunggu dalam doa dan diamku. Sembari sesekali berbarengan dengan rasa ingin menghubunginya atau lebih tepatnya sering lelah hanya untuk menyaksikannya kapan terakhir aktif pada WA nya. Setidaknya cukup menghibur hati. Cukup melegakan sedikit mengetahui ia online, meski tak padaku ia berbalas chat. Cukuplah itu bagiku.

Akhir pada doa malam itu adalah harapan yang di dasarkan kepada kekuasaan dan kehendak Allah. Tak lagi aku memaksakan kehendak dan ingin. Cukup sadarkan diri bahwa jika terbaik, maka perbaiki diri kelak Tuhan pasti genapi janjinya dipertemukan dengannya. Seperti satu kali kesempatan yang DIA berikan untuk bisa berkomunikasi lagi dengannya.

Ah.
Aku rindu berbareng ragu.
Aku takut berbareng ingin.
Aku cemas berbareng yakin.
Aku pasrah berbareng iman.

 JBU. H_

Kamis, 21 Februari 2019

Hidup yang berpengharapan_

Dalam KBBI, kata 'berpengharapan' memiliki makna 'hidup memiliki harapan'. Dengan kata lain, bahwa hidup berpengharapan berarti hidup yang di dalamnya selalu memiliki harapan, atau selalu berpikir dan mengimani bahwa akan selalu ada celah dan kemungkinan pasti terjadinya sesuatu yang diharapkan.

Hidup berpengharapan merupakan ciri orang yang hidup di dalam Tuhan. Orang yang selalu memiliki pengharapan kepada Tuhan, tidak akan pernah sampai pada titik berputus asa yang mendalam. Ia tidak akan cepat menyerah, tidak akan memilih mengakhiri, tetapi sebaliknya ia akan memperjuangkannya.

Segala sesuatu dalam kehidupan manusia akan selalu ada tantangan dan pergumulan yang dihadapi setiap insan. Oleh karena itu, hiduplah selalu berpengharapan. Hiduplah dengan memandang Tuhan dan bukan fokus pada masalah dan tantangan demi tantangan yang hadir.

Jika setiap orang selalu berpengharapan, maka tidak akan pernah ada orang yang mengatakan "ah, sudah berakhir. Ah, sudah tidak bisa. Ah, sudahlah, gak mungkin dapat diperbaiki lagi". Hei, aku mau bilang, bahwa keyakinan akan apa yang diharapkan itu, akan ada dan hanya ada jikalau kamu di dalam Tuhan, hidup dengan cara yang diinginkan-Nya, lalu hidup dengan menaruh pengharapan dan keputusan pada Tuhan.

Teruslah menatap pada Tuhan.
Teruslah berpengharapan.
Jangan cepat menyerah dan jangan mudah menutup pintu hati bagi suatu perubahan.


  •  E_

Minggu, 17 Februari 2019

Senja_

Goresan asa di senja ini_

Tak butuh waktu untuk berpikir
Tak butuh waktu untuk berbicara
Saat ini, senja.
Karena sebagian waktu hanya habis untuk berpikir dan berbicara mengenai satu hal, yaitu tentang senja, senja disore ini.
Senja.
Beberapa waktu senja telah berlalu, dan kali ini akan kembali berlalu.
Hanya menanti senja.
Sepanjang waktu.
Terkadang, senja dihiasi dengan hujan yang deras mengguyur waktunya untuk mengiringnya berlalu.
Kadang pula, senja bertemankan kecerahan yang takkan bertahan lama, lalu awan hitam melenyapkannya.
Senja.
Adakah kau sadar hadirmu dinanti?
Apakah kau tahu ada orang yang selalu rindu melihatmu, meski sesaat.
Senja.
Ada kisah dibalik keteduhanmu.
Ada makna dibalik setiap diam, setiap detik yang berlalu sambil menatap hadirmu meski kau akan segera tenggelam dalam keindahanmu. 

Senja.
Tetaplah tersenyum di sore ini.
Tetaplah hadirkan ketenanganmu. 
Melalui senja.
Senja di sore ini.

 #salam senja :)

Menikmati proses_

Ungkapan ini mungkin sudah tidak terasa asing lagi bagi setiap orang, bahkan beberapa orang mungkin ketika mendengar kalimat ini akan cenderung mengabaikan karena sudah cukup sering mendengarnya.

Menikmati proses adalah merasakan setiap kejadian, waktu dan keadaan yang terjadi selama kurun waktu proses itu terjadi. Ada yang berhasil melewati proses, namun ada pula yang gagal. Berhasil atau gagal dalam melewatinya bukanlah menjadi penentu apakah proses itu dinikmati atau tidak. Ada bahagia, ada luka. Ada kenyamanan terkadang ada pula kegelisahan. Bahkan, sering muncul keyakinan penuh maupun keraguan dalam suatu proses.

Hal ini manusiawi dan sangat mungkin terjadi. Baik dalam pekerjaan, relasi, maupun cita-cita. Tantangan terbesarnya adalah ketika yang dialami selama proses itu muncul berbagai pilihan yang menggiurkan.

Menikmati proses akan terjadi ketika kita memiliki dasar yang kuat untuk melakukannya. Adanya perasaan siap untuk menghadapi proses tersebut. Ada niat dan tujuan yang pasti. Ada pengharapan yang pasti meski terlihat meragukan. Juga ada ketegasan terhadap diri sendiri, baik dalam mengingatkan terus secara berulang akan apa yang diinginkan-Nya untuk kita lakukan.

Dasar yang kuat akan menjadi landasan yang kokoh ketika proses itu terjadi. Saat banyak muncul keraguan, maka kita akan diingatkan oleh niat kita dari awal mengapa melakukannya sehingga akan ada perasaan untuk tetap bertahan menikmati proses tanpa harus melupakan hal lainnya. Saat ada luka yang dialami, akan ada penghiburan dalam hati karena melihat tujuan kita yang ingin dicapai.

Nikmatilah proses sebagai ungkapan rasa syukur karena masih dipercayakan untuk mengalami proses tersebut. Tidak ada sebuah rancangan dari-Nya yang jahat, semua baik dari semula Ia menjadikannya. Hanya saja, kita harus mengalami beberapa hal diluar keinginan kita karena itulah yang terbaik bagi kita saat itu. Tersenyum meski dalam tangis. Berpengharapan meski seperti takkan ada pintu terbuka. Berdoalah. #HZ

Bahagia yang sesungguhnya_

Senyuman lusuhnya, mempermalukanku_

Terik.
Haus dan ramai.
Suasana itu yang kurasakan siang tadi ditengah jalanan yang penduduk pekanbaru ini sedang asik melewatinya. Termasuk aku yang sedang melintas sembari memandang sekitar.

Pandanganku terhenti pada dua tokoh cerita yang sedang berdiri di pinggir jalan bak pemilik cerita yang sesungguhnya, mereka tidak memperdulikan orang yang melintas. Dua tokoh itu adalah seorang bapak tua lusuh dengan baju batik tuanya dan celana hitam dengan kulit yang gelap. Sedangkan yang satunya adalah seorang perempuan yang bisa dikatakan kategori muda, dengan penampilan biasa memakai baju batik dan sendal biasa serta kulit gelap dan wajah yang biasa saja.

Aku terpana dan iri seketika dengan kedua orang ini, meski jika dibandingkan dari penampilan sangat jauh dari kata 'keren' atau 'lumayan'. Rasanya, saat itu dunia kalah dari pancaran kebahagian yang mereka miliki. Sang jutawan maupun miss universe sekalipun akan kalah jika dibandingkan dengan apa yang terpancar dari hubungan kasih antara ayah dan anak itu.

Hanya dalam hitungan detik itu, aku melihat dan mengerti arti sebuah ketulusan, kekayaan, kebahagian, kepuasan dan kecantikan maupun ketampanan. Bapak tua itu dengan matanya yang agak tertutup tersenyum kepada anaknya sambil berbicara dan tangannya mengelus dadanya sendiri. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya, tetapi yang aku lihat adalah gadis itu tersenyum kepada bapak itu dan membalas percakapan sambil menggandengnya dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada kata MALU dari keduanya.
Lalu, akupun mengerti bahwa;
1. Aku tidak akan pernah malu dengan bagaimana atau seperti apapun ayahku, dimata ku ia adalah pangeran tergagahku.

2. Sukacita seseorang mampu menjadi kekuatan bagi orang lain.

3. Dalam kederhanaanlah ada kekayaan.

4. Dan ketulusanlah yang menjadikan itu semua berkat serta kekuatan baru untuk melakukannya lagi dan lagi.

 E_

Kata yang tak pernah berbunyi_

Telah aku jejerkan beberapa pinta padamu.
Telah ku rangkai menjadi karangan yang menarik bagi pandangmu,
namun tetap,
Pada akhirnya yang menawan bagi pandangmu hanyalah kata yang tak pernah berbunyi.
Senja yang kau tunggu_

 Pada sepertiga malam, masih saja kau genggam harap di pelupuk mata.
Sedangkan, di ujung jari-jemari, kau juga masih berkelana mencari kata.
Seperti biasa, keengganan menjamu setiap kata yang hampir menyeruak dari relung kalbu yang telah menggunung hampir meledak dalam benteng pertahananmu.

 "Ya atau tidak".

Pada akhirnya malam tetaplah kelabu dan hening tak berbunyi.
Gelap beralih terang lalu menyambut senja.
Pada caranya, selalu menduga.
Pada kisahnya tak pernah bersambut.

Karena spasi menjadi pemisah pada kata.

Kamis, 31 Januari 2019

Tentang pura_pura melupakan

Sapaku menerpamu dalam semilir angin,
Namun sadarmu tak bergeming.
Tandaku t'lah membayang di matamu,
Namun lihatmu tak menyambut.

Memanja kata dan asa dalam masa.
 Baiklah,,,
 Mari melupa sejenak akan sebuah nama.

Razzaku_ Jan_31 2019

Selasa, 22 Januari 2019

Ketika diri harus memilih antara orangtua dan si dia_

Keputusan beriring dilema_

Hei kamu. Ya, kamu yang sedang dilanda dilema dalam memutuskan antara pilihan orangtua dan si dia, apa kabar? hihihi, masih bisa bertahan? Pasti bisa bertahan! :)

Topik ini sering sekali terjadi diantara kaum muda dan para sahabat yang sedang bergumul sekali akan pilihan mengenai teman seumur hidup dan pilihan orangtua.

Tidak dipungkiri para orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ya, bisa dari sudut pandang berbeda tentunya dalam hal ini. Contohnya terbaik dalam hal karakter (baik budinya, sopan, rajin), terbaik dalam hal religiusnya (taat beribadah, mengutamakan hubungan dengan Tuhannya) bahkan terbaik lainnya adalah terbaik dalam bentuk rupa (ganteng, keren, dsb.), terbaik dalam keuangannya/materi, yakni memiliki banyak harta (mungkin tidak habis beberapa keturunan, hihihi). Semua adalah bentuk antisipasi dan rasa kepuasaan masing-masing orangtua terhadap calon menantunya. Hal demikian wajar dan itu adalah hak para setiap orangtua untuk menentukan pilihan mereka atas anak yang mereka lahirkan dan besarkan. Nah, pertanyaannya apakah setiap pendapat dan keputusan para orangtua itu sudah tepat? Adakah kesamaan pemikiran antara orangtua dan anak? Sejalankah keputusan para orangtua yang memutuskan dengan anak yang menjalani? Benar kah itu adalah sosok pilihan yang tepat dan keputusan yang benar? Ah... Mungkin, tapi belum tentu tepat.

Dilema.
Sedih dan mungkin justru sangat menyiksa. Terlebih lagi, jika pada saat keputusan berlaku, si anak sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang benar-benar sudah membuatnya nyaman dan yakin menjadikannya teman seumur hidup. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal pertama yang terjadi adalah kesedihan dan kekuatiran berkepanjangan. Bagaimana tidak, jika seseorang akan dijodohkan dengan orang yang belum cukup ia kenal. Bagaimana tidak akan kuatir dan sedih, jika ia tahu bahwa orangtua pasti akan memisahkan bahkan tidak merestui hubungan itu, jikalau mereka paksakan sekalipun. Serasa memakan buah Simalakama. "Maju kena, mundurpun kena".

Pada saat kondisi begini, hanya ada dua keputusan yang biasanya diambil oleh seorang anak. Yakni :

1. Mengikuti keputusan orangtuanya meskipun ia tahu akan menyakitkan terpisah dari seseorang yang selama ini ia doakan, ia gumulkan, kenal dan nyaman. Meskipun ia akan melukai satu hati dan tidak dapat dibohongi bahwa ia akan hancur hati ketika harus merelakan hubungannya demi keinginan orangtuanya dan menyakiti hatinya sendiri dengan menguburkan hubungan dan kenangan serta perjuangan yang telah lama ia bangun bersama seseorang. Yah. Pastinya menyakitkan. Namun, apa daya? Semua demi orangtua yang dikasihinya, yang telah melahirkan dan membesarkannya. Terlebih lagi jika si anak sadar bahwa kehidupannya dalam pernikahan sekalipun tanpa restu orangtuanya, maka itu tidak akan berarti. Ia hanya tidak mau menyakiti dan menghancurkan hati orangtuanya meski harus merelakan hatinya hancur. Sungguh nyaris.

2. Kemungkinan anak akan memperjuangkan hubungannya dan menolak dijodohkan ataupun menolak meninggalkan orang yang telah bersamanya, meski harus berjuang mati-matian untuk menunjukkan keyakinan pada orangtua bahwa pilihannya adalah tepat. Pada kondisi ini anak akan merasa sulit sekali. Keputusan orangtuanya dan kehendak orangtuanya adalah memisahkan dia dengan orang yang telah ia rancangkan dan impikan untuk bersama berjuang seumur hidup dan melewati perjalanan panjang bersama-sama. Ketika hal demikian semakin terasa rumit, anak biasanya akan semakin berpikir keras dan mencoba berbagai cara meyakinkan kedua orangtua dan keluarga. Ia akan berjuang untuk bisa bersama dengan pilihannya meski terkadang keluarga dan orangtua bahkan seakan cuek. Meyakinkan pasangan pun menjadi tugasnya agar tidak menyerah dan berjuang bersama. Pada akhirnya terkadang jika pilihannya dapat diterima, maka betapa bersyukurnya ia. Namun, jika sampai pada titik akhir dalam perjalanan panjangnya berjuang, ia belum juga mendapatkan restu, maka ia memilih untuk mempertahankan hubungannya meski tanpa restu dan siap menerima resiko ditolak dalam keluarga bahkan merasa diasingkan dan terbuang karena pilihan dan keyakinannya pada seorang pilihan hati. Bagaimana pun ia telah berjuang sampai titik dimana ia terkadang harus siap jika saat berjuang, seseorang itu menyerah dan meninggalkannya dalam tahap berjuangnya. Maka, sebelum itu terjadi, ia pun berani mengambil keputusan pahit dengan mendahulukan perasaannya dari pada mengikuti keputusan orangtua yang belum tentu benar itu. Karena pikirnya, yang menjalani hidup adalah dirinya, yang menanggung dan merasakan adalah dirinya, maka ia tidak mau gagal dan salah memilih apalagi mengikuti keputusan orangtua yang belum benar adanya baik dan sesuai pemikirannya. Yah, sampai pada titik berjuang dan memilih rela terbuang dan berani mengambil resiko. Ya, luar biasa berani.

Konflik batin dan pikir terjadi antara anak dan orangtua. Tahap dimana mimpi itu sulit disatukan. Tahap yang memaksa logika bermain dan bukan perasaan yang menaungi. Ah, terkadang sangat seram menginjak usia dimana memilih teman seumur hidup namun orangtua ikut memutuskan bahkan menjadi keputusan sepihak. Ya, itulah hidup. Harus dijalani dan tentukan pilihan.

Apa yang dapat dilakukan jika hal demikian melanda kita? Melanda kamu? Pernah berpikir akan hal lain? Solusi lain yang tidak menyakit keduanya? Hihihi, rumit jika dibayangkan.

Mari kita renungkan sejenak beban itu. Mari berpikir jernih dan ambil waktu berdoa sendiri dalam diammu. Lihatlah DIA Maha Kasih, Raja diatas Raja, dan Hakin diatas Hakim. Keputusan adalah milikNya. Maka kembalikan kepadaNya, berharap hanya kepadaNya.

Mazmur 39:7
(39-8) Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap.

 Mazmur 38:15
(38-16) Sebab kepada-Mu, ya TUHAN, aku berharap; Engkaulah yang akan menjawab, ya Tuhan, Allahku. 

Ya. Berharaplah senantiasa hanya kepadaNya. Minta hati yang bijaksana dalam memutuskan, sebelum keputusan besar kamu ambil. Minta hikmat dari Maha Hikmat. Saat hatimu tenang dan dipenuhi akan DIA, saat doa-doa syukurmu memenuhi relung hatimu dan pikirmu, dan saat hatimu tak lagi gundah meski tangismu merebak, tetaplah minta pada DIA keputusan apa yang terbaik menurut Nya yang harus kamu ambil.

Sebab, cinta dan kasih yang agung adalah kepunyaanNya. Jikalau kamu dipertemukan dengan orang yang kini bersamamu, maka itupun atas seizinNya. Kembalikanlah. Kembalikan pada kehendakNya. Saat semua sudah kamu curahkan pada doa-doamu padaNya. Saat ucapan syukurmu sudah membumbung tinggi padaNya, maka hela nafas dan putuskan dengan hati dan pikir yang mantap dengan keyakinan bahwa keputusan kamu adalah keputusan yang terbaik. Baik bagi orangtua dan baik pula bagi si dia. Di atas segalanya, sesungguhnya IA telah mengatur dan IA Maha tahu. Sebelum pergumulan itu menghampirimu. Sebab firmanNya :


Mazmur 139:16
mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.



Pada akhirnya, keputusanmu adalah keputusan yang terbaik. Tandanya adalah ketika apa yang kamu putuskan mendatangkan damai sejahtera, baik kepada hatimu, hatinya dan hati orangtuamu.

Tuhan memberkati kamu dan segala pergumulan bahkan keputusanmu. Ingat kamu tidak sendiri. Jesus with you, with us and always with us forever and ever.

Wanita Nias_