Minggu, 17 Februari 2019

Bahagia yang sesungguhnya_

Senyuman lusuhnya, mempermalukanku_

Terik.
Haus dan ramai.
Suasana itu yang kurasakan siang tadi ditengah jalanan yang penduduk pekanbaru ini sedang asik melewatinya. Termasuk aku yang sedang melintas sembari memandang sekitar.

Pandanganku terhenti pada dua tokoh cerita yang sedang berdiri di pinggir jalan bak pemilik cerita yang sesungguhnya, mereka tidak memperdulikan orang yang melintas. Dua tokoh itu adalah seorang bapak tua lusuh dengan baju batik tuanya dan celana hitam dengan kulit yang gelap. Sedangkan yang satunya adalah seorang perempuan yang bisa dikatakan kategori muda, dengan penampilan biasa memakai baju batik dan sendal biasa serta kulit gelap dan wajah yang biasa saja.

Aku terpana dan iri seketika dengan kedua orang ini, meski jika dibandingkan dari penampilan sangat jauh dari kata 'keren' atau 'lumayan'. Rasanya, saat itu dunia kalah dari pancaran kebahagian yang mereka miliki. Sang jutawan maupun miss universe sekalipun akan kalah jika dibandingkan dengan apa yang terpancar dari hubungan kasih antara ayah dan anak itu.

Hanya dalam hitungan detik itu, aku melihat dan mengerti arti sebuah ketulusan, kekayaan, kebahagian, kepuasan dan kecantikan maupun ketampanan. Bapak tua itu dengan matanya yang agak tertutup tersenyum kepada anaknya sambil berbicara dan tangannya mengelus dadanya sendiri. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya, tetapi yang aku lihat adalah gadis itu tersenyum kepada bapak itu dan membalas percakapan sambil menggandengnya dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada kata MALU dari keduanya.
Lalu, akupun mengerti bahwa;
1. Aku tidak akan pernah malu dengan bagaimana atau seperti apapun ayahku, dimata ku ia adalah pangeran tergagahku.

2. Sukacita seseorang mampu menjadi kekuatan bagi orang lain.

3. Dalam kederhanaanlah ada kekayaan.

4. Dan ketulusanlah yang menjadikan itu semua berkat serta kekuatan baru untuk melakukannya lagi dan lagi.

 E_

Tidak ada komentar:

Posting Komentar