Selasa, 20 November 2018

Puisi *Ayahku


AYAHKU…
Terasa kian lama engkau semakin lelah
Terasa kian lama engkau semakin tak berdaya
Terasa kian lama engkau semakin tua…
Ayahku…

Saat engkau bekerja demi membeli bukuku, aku hanya berkata uang …
Saat engkau bersusah payah, merasakan panas, merasakan hujan hanya demiku…
Saat engkau menangis ketika aku sakit….
Tapi adakah aku bersedih saat engkau terkena hujan yang deras ketika bekerja??
Tidak…
Aku hanya berkata,, kok hujan???! 
Basah nih…!

Ayah,,…
Seandainya aku terlahir kembali, aku akan mengubah semuanya..
Seandainya aku bisa membuatmu bahagia, bangga, tertawa puas padaku…
Seandainya aku tidak membebanimu lagi…
Seandainya aku dapat membelikan pakaian yang bagus untukmu…
Seandainya….’’

Ayah…
Maafkan aku….
Maafkanlah aku…maafkan aku ayah…
Hingga kini aku belum dapat meringankan bebanmu,
Mengambil beban dipundakmu yang berat…
Menggendongmu agar engkau tidak letih lagi..

Namun,, 
Apa yang aku perbuat selama ini?? 
Tidak ada.. maafkan aku ayah.. 
Maafkanlah aku…

Puisi *Apatis tak berujung (Catatan 2015)


Apatis Tidak Berujung

Menetes air mata ku tak berujung
Mencengkram bahu yang tidak bergerak
Merebut nyawa yang tidak bernafas
Apa sanggupku kata? Tanpa solidaritas?!

Kemarin adalah kenangan, dan hari ini adalah tantangan
Melupakan yang telah terjadi dan mencoba melawan ego
Aku meremas air, menangkap udara
Aku meraba bayangan dan menggertak

Apatis tak berujung…
Kata itu yang tiba-tiba mengombang-ambingkanku
Diantara banyaknya gajah, ada semut yang menggigit
Hanya karena sifat ku seorang teman menjauhiku
Diantara semua cahaya, aku tak berdaya
Menahan kemampuan, cahaya dan jiwaku

Apatis tak berujung…
Aku terus terjerat didalamnya
Aku terus terkepung ketakutan…
Takut membuka mata dan selalu berkata,,,

Apatis tak berujung…

Cerpen *Call Me TI


Ti
Kamu menangis lagi? Kamu mengijinkan air mata kamu yang bersih dan tulus itu hanya untuk menagisi orang seperti dia? Untuk apa???! Kamu harus sadar! Bangun dari mimpi-mimpimu yang tidak akan menjadi kenyataan itu! Tidak ada gunanya kamu mengharapkan sosok seorang ayah yang baik dari orang seperti dia! Ingat,dulu kamu bukan siapa-siapa di matanya, meskipun kamu adalah anak kandungnya dan kamu sempat meragukan itu ketika dia  selalu memukulmu seperti musuh bebuyutan tanpa memandang kamu sebagai gadis remaja yang sudah merasakan malu ketika mereka anak seusia kamu melihat dan menertawakan kelakuan ayahmu terhadapmu?! 

Tidak ingatkah kamu bagaimana mereka menghina  ibu kamu, sosok pahlawan yang sangat agung dimatamu, di hina dan dianggap tidak ada?! terlebih lagi ketika ibumu di permainkan oleh segerombolan anak-anak nakal yang seharusnya saat itu kamu lempari dengan batu saja! Ibumu, kamu, adik-adikmu tidak ada di hargai sama sekali!!! Sadar! Kamu harus membalaskan semuanya saat ini, apa yang ayahmu lakukan saat itu, balaskan! Keluarkan semua yang kamu ingin sampaikan kepadanya, cacian, makian ataupun apapun untuk membalas dendam kamu kepadanya! Cepatlah.., dia masih tergeletak lemah di kasur itu, tidak mungkin dia akan membalas memukul mu ketika kamu menghinanya! Lakukan sekarang!
Tapi aku tidak bisa!! Bagaimanapun dia ayahku, karena dia aku bisa berada di dunia ini... karena dia aku mampu berdiri tegak di hadapannya sekarang... tanganku gemetaran melihatnya terbaring sakit di ruangan ini... ayah...

Baiklah, kamu tidak akan membalas semuanya sekarang ini, tapi bagaimana menurutmu adikmu yang sekarang entah dimana, bahkan kamu sendiri belum pernah bisa memaafkan dirimu sendiri karena kejadian itu..! karena ayahmu itu, sosok orang yang buruk,..! ia pemabuk, ia penjudi kelas kakap, ia menjual motor kalian yang merupakan kendaraan satu-satunya keluargamu untuk mengais rejeki sebagai tukang ojek, tentu adikmu marah kepada ayahmu dan ia meninggalkan rumah karena tidak sanggup berhadapan dengan ayahmu lagi!! Kamu tidak melupakan kejadian-kejadian itu begitu saja kan?!


Cerpen *Masa Gelap di Penghujung Waktu (Catatan 2015)


Malam perteduhan

Rintik-rintik air di pelupuk mata mulai berjatuhan. Malam ini suatu kisah baru mulai kujalani. Entah harus bersyukur, entah harus menangis, meratap. Aku dalam kesendirianku seperti dalam penjara gelap yang dikelilingi kegelapan dan kepahitan hati. Malam yang tak pernah terbayang oleh ku, aku mampu mengingat seketika segala kepahitan dan sakitnya masa lalu dalam kisah hidupku yang menurutku sudah aku kubur dalam-dalam hingga tertutup rapat dengan senyuman dan tawa yang indah.

Tapi aku tidak menyadari ada satu celah yang menyebabkan kisah itu tercium baunya hingga keluar dan menyesakkan dadaku juga pikirku malam ini. Aku tidak tahu kepada siapa aku harus menceritakan bagaimana pahitnya malam ini. Aku juga tidak tahu kalaupun ada yang datang atau mau mendengar ceritaku, aku sangat bersyukur. Aku hanya butuh seseorang pribadi yang tulus tanpa harus menjawab dan hanya mendengar semua ceritaku malam ini. Itu saja sudah cukup.
Dulu, malamku begitu gelap. Sama sekali tidak ada setitik celah untuk cahaya memasukinya. Gelap sekali, bahkan terlalu gelap untuk seorang anak yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Masa kecil yang terlalu menyakitkan bagiku. Bahkan jika aku mengingatnya, aku dan hatiku seakan-akan terasa sesak tak bernapas. Seakan-akan aku merobek dagingku dengan belati yang tajam, dan pedihnya tak terdefenisikan oleh apa atau siapapun itu.

Aku seorang gadis yang terlahir dalam segala kekurangan. Setidaknya menurutku, itulah kata yang pantas untuk menggambarkan keadaanku saat itu. Tidak ada sesuatu yang spesial. Tidak ada sesuatu yang bisa aku harapkan atau tidak ada sesuatupun yang dapat aku andalkan dan aku banggakan kepada oranglain bahkan untuk diri sendiri. Aku terlalu HINA!

Bahkan dalamnya luka itu masih terasa hangat dan jelas di mataku saat ini. perasaanku tercabik jika ada hal-hal yang membuatku teringat akan hal itu. Jika ada saat-saat yang membuatku terpaksa dan harus membuka kembali rasa yang tak terkatakan itu. Lidahku terlalu kelu untuk mengatakannya, bahkan jika hanya sebuah kata yang dapat mengingatkanku lagi. Tidak juga dengan perasaan-perasaan hangat yang diberikan oleh orang disekitarku, untuk menyayangiku atau yang memang benar-benar mengasihiku. Aku terlalu menutup hatiku. Aku menolak setiap rasa sayang yang diungkapkan maupun yang terungkapkan sekalipun akan aku tolak seketika jika aku menyadari bahwa hal-hal itu ternyata mengganggu kenyamananku. Karena aku TAK PERNAH DIKASIHI, TAK TAHU MENGASIHI dan TIDAK MENERIMA KASIH. Bagiku, duniaku adalah ketika ketenanganku tidak diganggu orang lain maka aku juga tidak akan pernah menggangu yang lain. Cukup menjadi diri sendiri, menjalani kisahku sendiri, dan meratapi nasibku sendiri.

TRAGIS!
Sungguh MENYEDIHKAN!
AKU SENDIRI!!!

Tak ada kata lain yang terucap dalam hati selain ‘AKU INGIN MATI’
Aku teringat saat itu. Mata terpejam tetapi hati menangis. Dadaku sesak menahan amarah dan kesedihan yang dalam itu. Jika aku bisa sebebas-besasnya mengeluarkan isi hatiku, aku ingin sekali menjerit dengan sekuat tenaga hingga kekuatanku hilang dan habis hanya untuk menyatakan bahwa

‘AKU SEDIH’!!!
AKU SAKIT!!
AKU MENDERITA DISINI!!!
AKU INGIN BEBAS, BEBAS, BEBAS DAN BEBAS!!!

Tidak adakah yang mendengar suaraku? Tidak adakah yang melihatku disini?! Disudut kegelapan ini???

Aku kedinginan dalam kebekuan kasih yang sudah lama hilang. Aku kekeringan air mata untuk menyampaikan emosi-emosiku. Aku lelah dengan kebohongan belaka. Aku tidak suka wajah dan hatiku ini berbanding terbalik ketika mereka, orang-orang itu melihatku. Aku seakan-akan orang MUNAFIK yang terlihat tenang tetapi sebagian dari diriku hilang. Hatiku tak lagi merasakan apa perbedaan antara kehangatan kasih yang sesungguhnya dengan perasaan terluka dan menutup diri bahkan menolak mereka yang mendekat. Meski itu tulus dari hati mereka. Aku menyadarinya. Tetapi, mata hatiku terlalu keras tertutup dan aku sendiri saja tidak tahu bagaimana membuka kembali pintu itu meski hanya terbuka untuk sedetik saja.

Aku terlalu nyaman dengan keadaan ini. Nyaman dengan perasaan-perasaan benci dan dendam. Nyaman dengan wajah dan ekspresiku yang pemurung dan bengis. Nyaman dengan fisikku yang keras dan selalu respon menolak uluran tangan orang lain. Terlalu nyaman dengan keirian jika melihat orang lain bahagia bahkan sudah terlalu nyaman dan mencintai kenyamanan akan pribadiku yang emosian dan tertutup menghindari orang lain setiap waktuku. Hanya mencintai kesendirian dalam kegelapan malam bahkan untuk dunia yang luas ini aku tidak dapat menyadari sinar matahari yang panas menyengat kulitku setiap hari. Hanya ada kebekuan dalam setiap sel darahku. Hanya itu yang aku tahu. Dan meski aku tahu, tetapi aku sudah terlalu nyaman akan ini.

NYAMAN dan MENCINTAINYA!

 


Perihal Memberi_


Berilah Tanpa Meminta_

Kututup mata dan kuhempaskan tubuh di bangku yang ada di balkon rumah. Aku mulai mengingat kembali lagi akan kalimat yang tercantum dalam kertas tata cara ibadah muda-mudi tadi siang, yang mengatakan bahwa:

Ketika aku ingin kaya, aku lupa bahwa hidup adalah kekayaan.
Ketika aku takut memberi, aku lupa bahwa semua yang aku miliki adalah pemberian.
Ketika aku takut rugi, aku lupa bahwa hidupku adalah sebuah keberuntungan karena anugerahnya.
Ternyata hidup selalu indah jika kita selalu menyukurinya…

            Sejenak aku ulang-ulang kembali kalimat-kalimat tersebut hingga aku tuliskan kembali dan aku renungkan berkali-kali. Benar memang apa yang tercantum didalam kalimat tersebut, bahwa banyak hal yang tidak aku syukuri dalam kehidupan ini. Hidupku menjadi sulit dan sering menjadi tekanan bagiku karena pola pikir dan cara ku yang tidak pernah puas dan tidak pernah mau memberi dan hanya meminta dan menuntut saja kepada Tuhan.

            Pagi ini aku berangkat kekampus dengan perasaan kacau dan terasa serba terburu-buru, dikarenakan kebiasaan burukku yang sering menunda-nunda dan tidak disiplin. Semua tugasku yang akan dikumpul pada hari ini belum selesai dan aku juga tidak sempat sarapan. Intinya pagi ini benar-benar menjadi mimpi burukku.

Kuliah dimulai dan waktunya pengumpulan dan presentasi tugas, tetapi aku tidak ada persiapan sama sekali, akhirnya hal yang tidak aku inginkan pun terjadi. Dosen memarahiku dan memberikanku nilai terburuk, yaitu D. Selanjutnya aku merasa kesal dan membatin sendiri, dan lebih kesalnya lagi tidak ada teman yang mau membantuku, mereka mengacuhkanku ketika aku meminta diperlihatkan tugasnya atau sekedar mengajariku cara mengerjakannya, mereka tidak mau. Aku benar-benar kesal dan ingin sekali memarahi mereka.

Aku mengutuki mereka dan diri sendiri,ahh.. sial banget aku kali ini, dan awas saja kalian... teman-teman yang baik ketika ada maunya saja.. awas saja kalian...!. akhirnya kekesalan hari ini berakhir juga, jam kuliah berakhir dan aku buru-buru berkemas. Aku menjadi periang kembali, ahhh... bebas juga ternyata, tetapi, aku tidak akan melupakan kejadian tadi dan mereka orang-orang itu, aku akan mengingat kejadian itu dan sebagai motivasi setidaknya agar lebih mempermalukan kalian suatu saat nanti.. hahhaha...

Cerpen *Menunggunya dalam diam (Catatan 2015)


Dia yang kunantikan
Sejauh mata melihat bahkan sejauh hatiku terpaut, maka hanya dia yang selalu ada. Entah sejak kapan rasa ini ada. yang aku sadari perasaanku semakin menjadi dan semakin kuat terhadapnya. Aku bertahan dan tetap menunggu. Aku menanti dan tetap menatap ke arahnya. Aku bahkan tak mengetahui kalau aku sekarang sedang dan masih di tempat yang sama mengharapkannya menjadi bagian dari kisah hidupku dan seseorang yang akan menjadi sandaranku di dunia ini untuk mengarungi berbagai macam gelombang kehidupan yang sangat kuat ini.
Sudah dua tahun aku mendoakannya. Menunggunya dalam diam. Tersenyum kearahnya dan bahkan tak jarang aku memberinya kode dengan berbagai cara yang menurutku masih pantas dan wajar bagi seorang perempuan Allah.
Kesepian???
Ya, tentu. Dikala aku sendiri dan saat aku mulai merasa beban dan tanggung jawab ini semakin banyak terkadang aku menantikan dia ada untuk berada di sisiku. Minimal membaca sms darinya atau mendengar suaranya saja sudah cukup bagiku untuk memulihkan kembali semangat hidupku.

Cerpen *H.A.T.I.H.A.T.I (Catatan 2015)


H A T I H A T I
Terasa lelah aku berjalan menaungi permukaan bumi yang luas dibawah langit ini. Jejakku semakin memudar dari butir-butir pasir yang pertama kali aku pijak. Ahh,.. hidup ini melelahkan ternyata, hidup ini membuat ku semakin ingin menguburkan masa lalu kelam ku yang sangat membekas didalam batin dan jiwaku bahkan bekas luka yang ditinggalkan juga sangatlah berbentuk, berbentuk melukai dan merongrong pertumbuhan psikis ku, hingga aku dewasa dan kini sudah menginjakkan kakiku di Universitas Riau ini.
Aku memiliki seorang ayah dan seorang ibu. Ayahku terlahir dari keluarga yang sebenarnya dicukupkan dalam hal keuangan, tetapi ia kekurangan kasih sayang, ketika umurnya lima tahun, ia sudah ditinggal pergi oleh ibunya yang lebih tepat aku panggil nenek ke alam baka. Ayahku tumbuh dengan cacian, amarah, kekhuatiran, keegoisan yang diberikan kakekku secara tidak sengaja kepada anak-anaknya. Hingga ia yang masih remaja saat itu langsung dinikahkan dengan ibuku di usia yang sangat muda, yaitu 18 tahun. Aku tidak tahu mengapa orang jaman dulu menyukai hal itu, tetapi andai saja aku berada saat itu mungkin aku akan menjadi orang yang menentang kejadian dan keputusan itu. Bagaimana tidak, hal itulah yang menyebabkan aku dan adik-adikku menderita dan merasakan hal yang tidak seharusnya kami alami. Cacian, makian dan hinaan selalu menyelimuti hari-hariku.
Mungkin adik-adikku tidak begitu merasakan penderitaan yang menyesakkan dada tersebut. Tetapi, aku sebagai anak pertama dan sekaligus anak yang saat itu sudah mengerti akan hal-hal demikian, sakit dan susahnya mengalami Broken home tidak ingin kuingat dan kualami lagi.
“apakah kamu tidak malu memiliki ayah seperti dia? Apakah kamu masih bisa senang-senang dan tertawa melihat ayahmu itu? Cobalah, jangan main-main, untunglah jika nanti kalian kalau tidak dijual oleh ayahmu karena utang-utangnya..!!” kata-kata itu yang setiap hari kudengar dari ibuku, ibu yang sudah melahirkan aku dan memperjuangkan agar kami ber-4 anaknya mendapat makan, itu saja! Itu saja yang selalu dikatakannya agar kami lebih serius dan melihat kenyataan serta mempersiapkan diri kami untuk setiap kemungkinan yang akan terjadi dikemudian hari. Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi bila ayahku tidak lagi menjadi manusia yang menganggap kami anak-anaknya ada, kemungkinan-kemungkinan yang terjadi bila suatu saat mata ayahku sudah tidak bisa melihat tangisan dan air mata kami, tidak lagi dapat menerima keadaan dan tidak dapat lagi merasakan jeritan hati kami, tidak lagi dapat menyentuh kami dengan senyumannya..
 Saat itu aku berumur 8 tahun, saat usia yang seharusnya dipenuhi kasih sayang, saat usia yang seharusnya penuh dengan masa kanak-kanak yang menggembirakan dan selalu disambut dengan senyuman.. hal ini berbeda, kami ternyata berada di dunia yang berbeda, hal ini berbeda, sangat berbeda sekali bahkan kontras dari kenyataan disekelilingku, pada kenyataan-kenyataan anak-anak yang kulihat, pada anak-anak yang bersamaku dan sebenarnya aku iri sekali pada mereka. Pertanyaan yang sering aku teriakan dalam hati “kenapa aku tidak bisa tertawa bebas seperti mereka???!!!, kenapa aku dilahirkan dari keluarga dan orang tua yang seperti ini??!!, dosa apakah hingga aku menjadi anak yang disudutkan, dosa apakah hingga aku dihina oleh mereka??!!”
Tangisan sudah bukan hal yang mengherankan, tangisan sudah bukan hal yang aneh... justru kalau tidak ada air mata disetiap hariku, maka aku bukanlah diriku. Entah sejak kapan aku memiliki pemikiran-pemikiran yang jahat, aku mulai memiliki pemikiran bagaimana kalau aku menentang kodrat Tuhan, aku ingin pergi meninggalkan dunia ini, aku ingin membunuh tubuh dan nyawa didalamnya agar mereka puas, agar aku tidak lagi menangis agar aku tidak lagi dihina dan segera berakhirlah cerita dan kisah hidupku di usia ini..
Lagi-lagi aku ragu, aku ragu apakah aku diterima oleh-Nya jika nanti aku meninggalkan dunia dengan cara yang salah seperti ini, meninggal dengan memaksakan kehendakku, ya Tuhan, rasanya titik jenuhku memuncak saat itu..
Aku sangat mengagumi sosok ibuku, benar pepatah yang mengatakan bahwa “surga ada dibawah telapak kaki ibu” melihat usaha ibuku yang setiap hari menjadi seorang yang tegar kelihatannya, ia berusaha tersenyum, ia tidak menitikkan air mata didepan kami hal itu tidak pernah aku lihat. Hingga tiba saat aku pulang dari sekolah sore itu, melewati kamar rumah kami yang hanya ada dua dalam itu, aku melihat sosoknya, aku melihatnya menyibakkan kain-kain yang terdapat dalam tas, kulihat ia duduk bersandar di tempat tidur sambil meneteskan air mata, kulihat ia menangis, kulihat ia, kulihat dengan jelas.. perih sobat, ketika tetesan air matanya jatuh setitik demi setitik menuruni lereng hati dukanya, seketika aku merasakan tulang-tulangku melemas dan kurasakan hatiku hancur sehancur-hancurnya. Sumpah! Itu hal yang paling membunuhku ketika ia diam-diam dan kembali mengusap air matanya dengan pelan. Aku beralih pergi dan melanjutkan langkahku ke kebelakang. Saat itu aku bersumpah tidak akan membiarkan ia menangis karena aku. Aku ingin ia menyukuri dan bahagia dengan adanya aku, aku ingin ia selalu tersenyum, aku ingin...aku ingin..ingin..ingin..
Setiap hari aku berdoa, aku tidak pernah melupakannya, melupakan saat ia menangis, apapun di dunia ini akan kuberikan bahkan jiwaku ketika itu untuk ibuku, untuk orang yang satu-satunya menjadi alasanku untuk tetap bertahan...
Perasaannku sangat sulit untuk kudefenisikan terhadap ayahku saat itu. Aku marah, aku benci, aku kesal, bahkan kesalahan ku terbesar adalah menginginkan ia pergi dari kehidupan kami. Saat itu aku berpikir bahwa kami akan bahagia tanpanya, tanpa seorang ayah, tanpa dia kami tidak akan merasakan amarah lagi, tidak akan merasakan cacian lagi, tidak akan merasakan pukulan keras darinya lagi yang sering dilakukannya saat ia marah. Aku melihatnya dengan bengis, terkadang aku bantah perkataannya ketika ia marah, tetapi setelah itu aku makin dimarah dan dipukul. Kesalahan sepertinya selalu bermuara kepadaku, kekesalan sepertinya selalu bermuara kepadaku, semuanya seperti di neraka. Panas hati, panas keadaan rumah dan tidak ada lagi keharmonisan didalam rumah, tidak ada lagi manja kepada orang tua seperti halnya yang aku lihat didalam keluarga teman-temanku. Keluarga kami seperti keluarga yang terkena karma. Ada-ada saja hal yang membuatku semakin hari semakin muak dengan keadaannya, sampai-sampai keinginan untuk sekolahpun tidak ada. Aku lebih baik tidak bersekolah jika di manapun aku berada selalu kegelisahan yang kurasakan. Selalu amarah yang keluar dalam hati dan perkataan.
Kegelisahan itu juga masih terbawa-bawa dibangku perkuliahan saat ini. Terkadang aku menangis dan menyukuri semuanya. Menyukuri ketika aku dituduh mengambil uang, menyukuri ketika aku diejek oleh teman-teman sekelas, dijadikan bual-bualan oleh mereka yang tidak suka terhadap aku dan keluargaku. Aku kecewa, aku menyesalkan semuanya.. menyesal, benci..benci.. dan benci... 

Cerpen *Tangan tak sampai (Catatan 2015)


Bayangan kekaguman
Aku hanya kagum sama dia ti... ucapku lirih...
Namun, siti hanya melihatku sambil tersenyum dan memalingkan wajahnya, kembali ia menatap lurus menghadap lapangan luas yang tak seorangpun sore ini melintasinya.. pernyataannya bahwa aku menyukai fardi tadi sempat membuat aku syok seketika. Aku bukanlah orang yang mudah terbuka akan hal-hal yang berhubungan dengan kepribadianku terlebih lagi ketika itu berhubungan dengan hal perasaanku,  memoriku kembali berputar tentang ardi, laki-laki yang memiliki kepribadian santun menurutku, penuh kharisma, rajin, dan tampil apa adanya.. perasaan itu aku tak menyadari kapan mulai aku rasakan terhadap Ardi, laki-laki yang juga menjabat sebagai Duta Bahasa itu.
Ahh,.. aku selalu pusing dan perasaanku berkecamuk tatkala pikiranku  dirasuki oleh bayang-bayang wajahnya,  ketika itu pula jantungku rasanya mau copot...
Ayok ti, kita masuk ruangan,... dosen sudah datang tuh... bergegas aku menarik tangannya dan langsung saja kami berjalan beriringan. Aku segera mengambil posisi duduk di depan dan paling pojok sebelah kiri.  Dosen memasuki ruangan dan kuliahpun berlangsung selama beberapa jam, sedikit agak bosan kurasakan karena hawa di ruangan kuliah ini penuh dengan kenyamanan terlebih AC menempel disetiap sudut ruangan.. paslah untuk terpancing menutup mata sejenak.. sembari dosen menjelaskan materi perkuliahan hari itu ketika itu pula mataku mulai menutup rapat dan kurasakan sayub-sayub suara dosen mulai menghilang dari pendengaranku.. “takkk” pundakku di pukul pelan dan sontak saja mataku membelalak seketika, rasa ngantuk yang tadi menerpa kuat kini secerca pun tidak ada lagi, jantungku rasanya berdegup kencang bahkan aku mengira puspa teman sekelasku yang tepat berada disebelahku saat itu pun mendengar desahan napas kekagetanku saat itu.. mata teman-teman sekelas mulai melihat kearahku sambil mencuri pandang kearah dosen karena takut ketahuan sedang melihatku.. untungnya dosen tidak menyadari kegaduhan suasana saat itu..aku langsung menoleh kebelakang melihat sosok orang yang berani-beraninya mengagetkanku, dalam pikiranku saat itu, siapapun dia orangnya maka ketika aku menoleh aku pastikan dia akan melihat tatapan sinis serta perkataan yang akan membuat panas telinganya dari ku, berani-beraninya dia, dasar tidak sopan!
Seketika Aku memutar balik badan dan wajahku kebelakang,.. “deg...” sebuah senyuman manis dari Ardi menatap kearahku, jangankan tatapan sinis, ataupun perkataan keluar dari mulutku.. aku tercengang malu dan merasa sedikit senang juga aku merasa wajahku memerah seketika... “Gila..” aku memalingkan wajahku dengan cepat kedepan... aku bingung, perasaanku campur aduk... “sumpah..malu...!”
Sepanjang perkuliahan aku tidak merasa mengantuk sama sekali, mataku terus menatap kedepan dan sedikitpun materi perkuliahaan yang dimulai jam 04.00 sore itu tidak ada satupun yang aku pahami, yang sempat aku dengar hanyalah ucapan salam dari dosen bersangkutan saat masuk tadi. Dan sepanjang waktu setelah aku di kagetkan Ardi tadi wajahku hanya menatap lurus ke depan tanpa berani menoleh ke kiri atau ke kanan apalagi meihat kebelakang kearah Ardi. Mungkin dia menertawakanku, atau mungkin dia menegejek kearahku, atau mungkin pula ia menganggap aku seorang perempuan yang malas ia lihat.. mungkin.. semuanya  itulah yang aku pikirkan hingga perkuliahan selesai aku bergegas keluar dari kelas mendahului dosen yang mengajar saat itu. Siti memanggilku dari kelas tetapi aku tidak berani menoleh kebelakang lagi.. aku berjalan setengah berlari hampir melewati pintu ruangan kelas, tiba-tiba Ardi dari belakangku memanggilku dan berlari kearahku,.. “zenn...zenn.., bentar, ini notebook kamu ketinggalan” teriaknya setengah berlari. Emmm,.. dengan wajah memerah aku memutar balik badan dan mengambil notebook tersebut tanpa berani menatap wajahnya. “Terimakasih..” ucapku lirih, bahkan hampir tidak terdengar sangking gugupnya. “ia..sama-sama..” balasnya dengan senyumannya yang khas banget.. “maaf ya, tadi kamu kaget gara-gara ulahku.. lain kali kamu jangan tidur saat kuliah berlangsung ya.. hehhe” uacapnya kepadaku tanpa berhenti menatapku.. deg,deg,deg... kali ini kurasakan detak jantungku bertambah kencang, aku takut ia mendengar dan melihat salah tingkahku kali ini, akupun berlari meninggalkannya tanpa membalas ucapan maafnya..
Hufft.. hari ini benar-benar mimpi buruk sekaligus mimpi yang menyenangkan.. di satu sisi aku mengeluh dan ingin melupakan kejadian memalukan tadi, tetapi di satu sisi aku ingin kejadian tadi terus berlanjut setiap harinya... hahah... harapan yang memalukan... namun, satu yang aku sadari bahwa perasaanku ini akan tetap bersamanya meskipun ketika dia tidak tersenyum lagi untukku.. aku akan tetap melihatnya dari jauh.. sebagai bentuk pengorbananku, perasaan yang tidak terbalas.. selamanya.. 

Cerbung *Eror tiba-tiba* (Catatan 2015)


CERPEN DALAM FESTIVAL BUDAYA
Persiapan sudah semua. Sekarang tinggal menunggu hari “H” nya dengan banyak berdoa. Cerpen sudah dikirim mudah-mudahan apa yang telah aku usahakan untuk memenangkan perlombaan ini menjadi kenyataan.
Ini pertama kalinya aku mengirimkan cerpen, hasil atau karya pertamaku. Aku juga sudah mengikhlaskan jika aku tidak menjadi salah seorang yang karyanya tidak diterima. Cerpenku yang pertama ini mengiasahkan tentang pertemuan seorang gadis dengan cowok dengan tidak di duga-duga pertemuan yang disebabkan adanya kepentingan di sebuah festival budaya yang memiliki kisah yang menarik didalamnya. Hufftt.. ada perasaan puas tetapi juga deg-degan.
Hari ini aku harus mengikuti acara pembukaan Festival Budaya Melayu, aku melihat sekeliling, tidak ada yang menarik, penontonnya pun tidak begitu ramai. Tepat setelah pembukaan telah dilaksanakan, maka aku langsung ergegaspulang ke kos, dengan tergesa-gesa aku berjalan sendiri. Aku memiliki kebiasaan buruk yaitu tidak PD berjalan sendiri tanpa teman jika aku berada di depan atau diantara orang banyak, dan kebiasaan ini tidak dapat dihentikan dan selama ini cukup membuat aku seperti orang super norak.
Aku berjalan terus sampai tiba-tiba ada seseorang yang mendekat dan menghentikan langakah ku…
“Mbak acara FBM yang dilakukan oleh BEM tempatnya dimana ya?” Tanya seorang cowok yang agak mirip ello, hehehhe..
“owh, itu di gedung serba guna, lurus saja tepat di sebelah kanan nanti ada orang ramai, disitu tempatnya” ucapku singkat.
“owh, terimakasih mbak,..” ucapnya dengan manis..
“ya, sama-sama” aku menjawab tanpa memperlihatkan rasa kagumku, karena senyumnya manis dengan lesung pipinya.. hehhe aku jadi eror tiba-tiba


Cerpen *Perihal mengagumi dari seorang penunggu* (Catatan 2015)


Buatnya selamanya yang tidak menganggapku
Parfumnya yang wangi ditambah dengan tingkahnya yang easy going membuat semua temanku bahkan orang-orang disekitar kami pada saat itu ikut menatapnya tak jenuh. Itu membuatku sedikit agak risih dan boleh dikatakan sedikit cemburu, tapi kalau di pikir-pikir memangnya aku siapanya, aku bahkan bukan siapa-siapa baginya bahkan sampai kapanpun mustahil untuk menjadi bagian dari dirinya.
Ahhh. Suasana hatiku semakin menjadi kacau dikarenakan kedatangannya menghampiri kelompok kami ketika kami sedang makan disebuah Rumah makan di dekat jalan kampus. Kami berlima dengan aku yang tidak cantik juga tidak jelek-jelek banget menurutku, tidak mungkin bagiku ia seorang Ardi, seorang cowok pintar, baik, sopan dan keren akan melirikku, sifat apatisku tiba-tiba melumuri hatiku dan pikiranku.
Sudah tiga semester semenjak aku menjadi teman sekelasnya pada jurusan yang sama, rasanya dapat dihitung berapa kali aku mendengar ia memanggil namaku atau sekedar tersenyum bahkan menatapku. Aku pun selalu memperhatikannya secara diam-diam, bahkan aku mengetahui semua kebiasaannya tanpa dia dan orang lain sadari, aku melakukannya dengan tulus karena aku menyukainya walaupun sampai sekarang Ardi belum melirikku, juga belum melirik yang lain dan sampai sekarang pun ia belum terlihat memiliki pasangan, yah hal ini minimal membuatku sedikit senang, berarti aku masih mendapat ketenangan dan peluang walaupun sepertinya peluang itu minus banget.
Aku menikmati semuanya itu, perasaanku, bahkan tingkah dan sikapku ini, walaupun terkadang sakit hati dan rasanya teriris sekali ketika ia tersenyum kepada gadis lain, dan merasa akrab dengan yang lain. Aku sangat-sangat menikmatinya selama ini, bahkan jika dia sudah memiliki kekasih, maka aku akan menjadikannya kekasih di dalam hatiku yang tidak pernah diketahui siapapun dan bahkan tanpa disadarinya juga sebenarnya aku tidak akan pernah  menyampaikan perasaanku ini.
Pagi ini kami kuliah seperti biasa, lagi-lagi aku harus terburu-buru dan hampir telat karena kelamaan tidur tadi malam. Aku sampai di kelas dengan perasaan campur aduk, kira-kira dia masuk kuliah tidak ya? Kira-kira dia pakai baju apa hari ini ya? Hahhaha…. Aku geli sendiri memikirkan sikap ku ini, seperti dipermainkan oleh perasaanku sendiri. Aku bergegas masuk kelas, dan dosen juga belum hadir. Lega rasanya, tapi dimana dia? Aku melayangkan pandanganku kesegala arah, tetapi dia tidak ada, karena sedikit kecewa tidak melihatnya, akupun berbalik arah menuju luar kelas hendak menenangkan pikiranku dan perasaanku sebelum dosen datang, tiba-tiba aku berpas-pasan dengan ardi dan hampir saja aku bertabrakan dengannya. Emmmm… dia tersenyum melihat sikapku yang langsung berubah tak karuan. Sepintas aku menatapnya, arrgghh, aku deg-deg’an, perasaanku ini membuatku hampir tidak tahan berlama-lama dihadapannya, wajahku memerah seketika. Weitss,,  hampir tabrakan maut nih vis.. ucapnya dengan senyumnya dan candaannya. Maaf… ucapku lirih hampir tidak jelas didengar saking gugupnya aku saat ini. Lalu dia pun berlalu.
Minggu depan akan diadakan UAS, aku mulai belajar sampai larut, persiapan ku untuk mendapatkan IPK yang baik dan ingin segera memasuki semester 4, aku terus berusaha agar menjadi yang terbaik bagi kedua orangtuaku dan khususnya bagi Ardi. Tidak terasa ujian telah berlalu setelah kami melaksanakannya dengan berbagai usaha, kami pun libur semester, aku pulang ke kampungku,
3 minggu adalah waktu yang cukup lama buatku dikampung, secara tidak lagsung aku tidak dapat bertemu dengan ardi, dan selama waktu itu aku ingin tahu keadaannya, kabarnya, dia lagi ngapain,, tetapi lagi-lagi aku bukan tipe seperti itu, aku tidak berani menelepon, bahkan sekedar untuk SMS dia dengan alasan menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan kampus, atau yang lainnya.
Akhirnya kampus sudah dimulai lagi, aku sengaja datang lebih cepat dari yang biasanya hanya untuk melihatnya, melihat ardi, tetapi dia belum juga datang, ah. Mungkin dia terlambat hari ini. Kini waktu sudah menunjukan pukul 10.00 wib, dia belum juga datang hingga waktu istirahat tiba. Perasaanku menjadi kacau, aku ingin bertanya mengenai kabarnya, tetapi pada siapa? Kalau aku bertanya pada teman-temanku mereka pasti akan curiga. Selagi aku berfikir tiba-tiba jenni berteriak kuat dari luar kelas dengan berlari ngos-ngosan, “cuiy, Ardi sudah pindah dan tidak berada di kota ini lagi, ia pindah ke bandung. Ternyata surat pindahnya sudah diurus pada saat kita UAS kemarin. Aku tadi dengar dari pak Bunto di kantor, Pantas saja ardi kemarin sibuk banget pas Uas” teriak jenni heboh. “dia pindah tidak memberitahu kita ya.. tega” ucap dita sedih.
“Gubrak”
Sumpah ini semua bagaikan kabar yang melemaskan semua sendi dan tulangku, jantungku mulai berdegup tak beraturan hatiku hancur, sedih, aku ingin menjerit sekuat-kuatnya, “ardi  kamu tega…. Aku memang bukan siapa-siapamu bahkan mungkin aku tidak pernah kamu fikirkan, sekalipun aku ingin sekali mendengar ucapan selamat tinggal darimu. Yang mungkin menjadi kata terakhirmu buatku, yang selalu memandangmu, memperhatikanmu, menyayangimu dari jauh.. jauh.. sekali,  namun, biarlah rasaku ini selalu bersamamu sekalipun kamu mencampakkan, tidak menganggapnya, buatmu selamanya yang tidak menganggapku dan perasaanku”…. L

              

Cerita pendek dari masa yang pendek (Catatan 2015)


Pura-pura
Belum juga kah kau menyadarinya??? Belum juga kau mengetahui perasaanku padamu??? Ahhh,, atau mungkin kau hanya berpura-pura tidak tahu dan mungkin juga kau masih membebaskan rasaku ini melayang tak menentu tercerai dari ikatan yang sudah selama ini aku eratkan pada hati mu?
Asal kau tahu semua ini sudah menelan waktuku yang begitu lama, mencerca pikirku yang terkadang ingin berpaling dari rasa ini padamu. Dulu, apakah kau masih ingat waktu itu? Waktu aku seperti orang gila merasa ketakutan dan berbicara banyak hal namun tak pernah jelas dihadapanmu karena melihatmu untuk pertama kalinya dari tengah ruangan berukuran 4x8 cm, ruangan yang setengah kisahku ini tertuang dan membekas goresan di lantai-lantai ruangan cintaku. Disana, di ruangan kuliah saat kau pertama kali kulihat masuk dan bertanya padaku dan berbicara  maaf, apakah aku bisa duduk di bangku ini?” lalu tanpa sempat aku menyampaikan persetujuanku, kau sudah duduk dengan senyuman yang membuat ku gugup setengah mati.
Untuk ku saat itu hal seperti itu tidaklah begitu berarti. Namun, dari saat itulah aku meyakini kau menerobos masuk ke pikiranku. Kau berani-beraninya meruntuhkan benteng pertahananku untuk menutup diri dari kaum adam seperti mu. Benteng yang kokoh ku bangun dengan perjuanganku, dengan usaha tanpa mengasihani diriku sendiri, tanpa memberikan celah sedikitpun bagi angin yang membawa virus-virus si merah jambu itu kepadaku. Kau mulai berani mengusik kenyamananku dalam duniaku sendiri.
Kau memang pernah mengatakannya padaku. Bahkan kau pernah berterus terang akan hatimu, dan aku bingung dengan prinsip dasarmu mengenai cinta saat kau mengatakan “cinta itu akan datang dengan sendirinya, tidak perlu di cari. Kalau jodoh pasti akan bertemu dan bersatu”. Kau mengucapkannya sama seperti ekspresi pertama aku melihatmu, dengan senyumanmu itu. Saat itu aku merasakan kau berubah dari sosok biasamu menjadi sosok yang spesial dan sedikit melemahkan alarm peringatan dalam hatiku. Perkataan mu saat itulah yang menjadikanku berani maju selangkah dari titik konsistenku, meskipun saat itu kau mengucapkannya bukan padaku, diam-diam aku mendengarnya saat kau bersama teman-teman sejawatmu. Kau tidak tahu kan bahwa sebenarnya aku sudah mulai memperhatikanmu. Bahkan juga kau takkan pernah tahu saat itu aku mulai mendekat padamu. Mulai menyukai sikap mu yang jahil itu. Mulai menyukai hal-hal jahatmu.
Aneh,.. yah, itulah aku. Aneh, aneh dan aneh! Tiba-tiba aku mulai merasakan sakit di bagian tubuhku, tepatnya dalam organ tubuhku yang paling vital ini. Sakitnya membuat aku jatuh tak sadarkan diri. Penyakit ini menimbulkan efek-efek dan bahkan memunculkan penyakit lain pada bagian tubuh lainnya. Penyakit ini membuat sakit kepalaku muncul, karena harus memikirkan kau yang sampai saat ini tidak menganggap ku, pada jiwaku muncul penyakit gelisah , pada mataku mulai sakit karena harus mengeluarkan butiran-butiran air bening yang aku sendiri tak tahu kenapa ia jatuh dengan sendirinya saat melihatmu memegang tangan sosok wanita cantik itu, wanita yang aku anggap mirip seperti model-model iklan yang sangat cantik. Kau tak akan pernah tahu aku merasakan penyakit ini kan??? Ya... aku menderita penyakit HATI....
Aaarrrgggrhhh....
Aku juga masih ingat, waktu itu aku tanpa sadar, marah dan menangis sejadi-jadinya di dalam hati. Aku terpaksa memenjarakan amarah dan tangis itu untuk sementara waktu di dalam jiwaku. Kemudian berselang beberapa jam kemudian, mereka aku lemparkan keluar dari pikiran, hati dan jiwaku dengan sekuat tenaga..
Saat ini kau juga masih sama. Kau permainkan perasaanku! Kau kira semua yang telah berlalu akan menghilang begitu saja dari benakku?? Tidak! Aku sudah menyimpannya sejak dulu.
Tadi, aku melihatmu di bangku panjang itu, dari jauh aku seperti tidak percaya bahwa kau telah datang kembali setelah dua bulan menghilang tanpa kabar. Tidak ada seorangpun yang tahu keberadaanmu. Aku malu untuk menanyakan lebih jauh lagi terhadap teman-teman mu. Kau terlihat masih sama. Tetapi, terlihat di matamu bahwa banyak yang kau sembunyikan dari mata semua orang. Siang ini aku akan memberanikan diri untuk menyapamu meski kau lupa akan aku! Meski kau akan mengacuhkan ku.





Sederhananya mimpi seorang anak di tanah rantau_(Catatan 2015)


Aku kenang kembali masa lalu ku..
Masa dimana aku lahir kedunia, masa dimana aku terlahir sebagai bayi kecil yang tidak tahu apa-apa, bahkan tidak mengerti siapa ibu-bapaknya,,. aku hanya mendengar dan memahami masa kecilku dengan menggambarkannya dan merangkainya sesuai dengan imajinasiku saja. Aku mendengar bahwa aku tumbuh dalam keluarga yang kehidupannya sangatlah tertekan dan melelahkan dikarenakan kepahitan hidup dan tekanan batin yang dirasakan kedua orang tuaku saat itu. Mereka harus merawatku. Namunselalu menyukuri kehadiranku sebagai anak pertama mereka,
Mereka lalui hari-hari dengan bekerja dibawah paksaan dan penderitaan sebagai seorang pekerja yang layaknya disebut pekerja kasar.. aku juga selalu meneteskan air mata jika merasakan pahitnya dan sakitnya bathin serta raga mereka waktu itu, dan cukup untuk membuatku takut mengecewakan mereka jika aku mengingat hal itu yang layaknya kegembiraanlah dan kebanggaanlah yang harus aku berikan kepada mereka selalu.
Kembali lagi teringat, saat itu aku selalu diberikan kecukupan gizi dan makanan, serta berusaha menjadikanku putri yang sangat berkecukupan sama senangnya dengan mereka putri-putri orang yang berkehidupn layak dan sangatlah berkecukupan bahkan lebih berkecukupan, walaupun bapakku harus memikul dan menjunjung beratnya beras 50 kg berjalan kaki sepanjang 5 km dengan jalan lalu lintas yang  mereka lalui saat itu hanyalah jalan lumpur yang licin dibawah pokok-pokok karet yang bahayanya dapat mnggelincirkan orang yang melaluinya, dengan tebing dan jurang yang sangat berbahaya. Namun bapakku selalu menjadi pahlawan buatku.Tidak berbeda jauh dengan ibuku,.. ibuku yang kukasihi, bahkan melebihi hidupku. Jika aku melihat tubuhnya, aku teringat akan pengorbanan luar biasanya mencoba menjadi ibu yang sempurna buatku walaupun sebenarnya ibuku sudah sangat sempurna dimataku dan dihatiku.Kesempurnaan itu hanya ada pada pandanganku sebagai seorang anaknya yang akan selalu menjadi orang yang selalu ada baginya sekalipun kelak aku tidak dapat berjalan lagi tetapi aku akan terus menjadi mata untuknya sekalipun aku tidak dapat menemaninya berbicara lagi tetapi aku akan berusaha menjadi pendengar setianya kelak, berusaha menjadi bagian dirinya yang sudah semakin sangat rapuh. Masa itu ibuku, orang yang rela mati buatku, selalu membawaku dan membimbingku serta membesarkanku tanpa kurang suatu apapun dari hatinya untukku. Saat itu ia selalu memberikanku motivasi, membimbingku dan mendidikku hingga aku menjadi kuat dan menjadi seperti harapannya yaitu kelak aku akan menjadi wanita yang memuliakan Tuhan dan menjadi wanita yang berpendidikan serta penuh dengan perilaku yang baik layaknya harapan-harapan kalangan semua ibu-ibu untuk anaknya, anaknya yang ia kasihi.
Aku bisa melihat juga dalam raut wajahnya bekas-bekas luka dan kepahitan yang besar dalam hidupnya dan usahanya dulu. Tidak ada rasa malu, tidak ada rasa lelah, tidak ada kekecewaan dan tidak ada penyesalan dalam hidup dan kata-katanya.. dia selalu tersenyum walaupun terkadang hatinya menangis.. walaupun terkadang hatinya menjerit dan walaupun bathinnya tertekan luar biasa, tetaplah ia tersenyum kepada siapapun.. sungguh ibuku yang luar biasa, jika ditanyakan pada saat ini, apakah kamu rela meninggal demi ibumu? Maka aku dengan sangat senang hati dan dengan sangat rela akan menyerahkan hidupku deminya, demi ibuku, ibuku.. ibuku seorang sumber ketenanganku. Begitulah besarnya rasa cintaku dan rasa sayangku kepada ibuku..
Rasa sayang dan kasih mereka hingga kini pun masih kurasakan dan kuterima. Kasih yang dengan Cuma-Cuma mereka berikan tanpa meminta balasan dari seluruh pengorbanan mereka. Dari segala jerih payah dan tetesan keringat dan air mata mereka.
Kini aku berada dalam semester dua di Universitas Riau. Sebuah kebanggaan pada saat ini aku boleh bersama dengan mereka yang menjadi mahasiswa unri, kuliah untuk menggapai cita-cita. Sebuah kebanggaan pula aku dapat meraih beberapa penghargaan dari prestasi yang dapat kucapai saat ini.
Aku sadari semuanya bukan karena kekuatan dan kelebihan kami. Tetapi berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Namun, disisi lain aku juga sangat berterima kasih terhadap orang tuaku tercinta… dua insan yang dipersatukan, dengan usaha dan jerih payah mereka, dengan doa-doa mereka aku dapat merasakan semua ini layaknya seperti anak-anak lainnya yang kehidupannya jauh lebih baik..
Aku akan berusaha membanggakan dan menyenangkan mereka, hingga mereka akan melihatku wisuda dan meraih gelar sarjana. Sebuah gelar yang mereka inginkan. Sebuah tanda tetesan keringat dan air mata mereka. Bapakku dan ibuku..
Tuhanlah yang selalu akan melihat dan menjagai kalian disaat aku tidak ada disisi mu.. bapakku dan ibuku…
Terimakasih buat segalanya, aku akan berusaha memberikan yang terbaik buat kalian, dan akan aku usahakan segala yang terbaik dari usaha yang terbaik hingga aku tidak mampu lagi untuk melakukannya…J
TERIMAKASIH BAPAK…
TERIMAKASIH IBUKU..

…SALAM HANGAT DARI ANAKMU DI SINI…
…DITANAH PERANTAUAN UNTUK PERKULIAHANKU YANG JAUH DARI KALIAN…

Sabtu, 17 November 2018

Monolog kepada Tuhan_

Cintaku kepadaMu.
(Di penghujung Sabtu, di tengah keheningan)

Tuhan...
Aku datang.
Tuhan...
Aku kembali.
Apakah Tuhan dengar? Ah, pasti Engkau mendengarnya. Mana mungkin Tidak, jika hati saja bisa Engkau tahu apa isinya. Apalagi saat aku berbicara begini kepadaMu, ditengah malam yang tak satupun mengganggu kita berdua berbicara.

Tuhan...
Bukankah malam ini terlalu romantis bagi kita? Hanya ada kita. Semua orang sudah terlelap. Hihihi... Esok aku akan jadikan waktu ini sebagai waktu kita untuk mengobrol berdua. Maaf Tuhan, aku jadi suka tidak memberikanMu waktuku untuk bercerita mengenai kabarku. Akhir-akhir ini aku terlalu sibuk. Maafkan aku, aku kadang cuek dengan Mu.

Tuhan, malam ini aku bicara mungkin terlalu panjang, tapi aku tahu Engkau sudah tahu niatku sekarang mau mengatakan apa. Ah, inilah yang paling tidak bisa aku hindari, Engkau selalu mendahuluiku, Engkau selalu lebih tahu sebelum aku bercerita. Tapi, tidak apa-apalah Tuhan, bukankah Engkau suka jika aku mengaku dengan mulutku?

Tuhan. Aku mencintai Mu.
Aku yakin, Tuhan sudah dan pasti menerimaku. Tidak menolakku seperti kebanyakan orang yang pernah hadir, apalagi meninggalkanku tanpa sebab. Maaf Tuhan, aku jadi curhat mengenai orang lain kepadaMu.
Tapi, Tuhan, jujur aku malu.
Malu, pada diriku sendiri malam ini. Beberapa pekan terakhir aku begitu merindukanmu, aku ingin bertemu denganMu, tapi aku tidak bisa, aku mau jujur, sebenarnya aku lagi selingkuh. Maaf Tuhan, aku selingkuh dengannya.

Iya....
Aku selingkuh dengan duniaku.
Maafkan aku. Aku tergoda dan tidak menepati janjiku untuk setia sampai akhir. Tapi aku tahu kok, Tuhan baik. Tuhan mencintaiku apa adanya. Tuhan, aku sebenarnya diam-diam menyadari kok perjuangan Tuhan untukku. Aku merasa bersalah setiap kali tergoda dengan dunia.
Ya.
Dunia memang mengasikkan. Tuhan tahu? Terkadang dunia menawarkanku banyak hal, ah... Membuatku melayang. Tuhan juga aku mau jujur, kemarin itu dunia sempat membuatku hampir memutuskan Tuhan saat aku diperkenalkan dunia dengan keindahan lainnya. Contohnya saja, aku diajak ke suatu tempat yang indah, dunia memberikanku hadiah emas, dunia berjanji akan segera menikahiku. Wah, betapa aku tidak tertarik Tuhan? Tapi, saat aku pikirkan kemudian, aku sudah salah Tuhan.

Malam ini, aku mau jujur.
Mungkin Tuhan sangat marah padaku, makanya Tuhan diam saja mendengarkanku saat ini. Engkau baik sekali Tuhan. Itulah yang membuatku bertahan dalam godaan dunia. Engkau selalu siap menopangku dan menerimaku. Cintamu bukan hanya janji tetapi bukti. Setiamu telah aku lihat. Tuhan begitu sangat baik padaku. Saat aku ada masalah, Tuhan tidak langsung memberikanku bantuan, tapi menungguku bicara dan melepaskan semuanya padaMu lalu Engkau mengatasi semuanya tanpa sisa.

Tuhan...
Aku mencintaiMu.
Dunia bisa menggodaku tapi tidak akan pernah bisa membuatku jauh dari Mu apalagi berpaling dari Mu.

Tuhan...
Aku mencintaiMu.
Entahkah esok aku kembali salah, aku mohon tegur lah aku Tuhan. Sadarkan aku. Pulihkan aku dan teruslah menjagaku.
Sebab aku tahu, Tuhan ada di dalam hatiku. Tuhan tidak pernah jauh. Engkau selalu menjagaiku setiap waktu. Engkau adalah pahlawanku. Engkau hanyalah sejauh saat aku berbicara seperti ini kepadaMu. Seperti ini, saat aku cerita panjang lebar dengan jujur seperti anak kecil dihadapan Mu. Engkau Hanya sejauh DOA.

Ah, ternyata sudah larut hampir pagi.
Aku suka lupa waktu kalau sudah curhat dengan Mu.

Tuhan.... Selamat malam menjelang pagi.
Tuhan.... Aku mencintai Mu.
Tuhan... Miss you

Esok, saat terbangun ada yang hendak aku sampaikan kepada Mu.