Selasa, 05 Maret 2019

Hidup bagaikan selembar daun_

Hidup yang kamu jalani tak ubahnya bagaikan selembar daun.
Selembar daun tipis yang diterbangkan oleh angin.
Melayang, terjatuh, dan kembali dibawa angin.
Tak tentu arah
Tak menetap tujuan
Terombang-ambing tak ada haluan

Hidup itu adalah selembar daun.
Yang melekat begitu eratnya pada batangnya
Terkadang, ia bisa begitu lama tinggal bersama.
Terkadang
Ia akan begitu mudah rapuhnya dan terlepas dari batangnya, lalu terjatuh.
Atau
Melayang entah kemana.

Hidup selembar daun,
Ia begitu indah dan menawan
Begitu menyejukkan mata
Tatkala ia tinggal pada pohonnya

Hidup selembar daun,
Ketika ia terlepas pada batangnya
Ketika ia terbawa oleh kencangnya angin kehidupan,
Ia pun menghilang,
Ia melayang,
Membumbung, lalu
Menjauh.
Meninggalkan sang pohon tanpa pamit.

Ia berlari tanpa tujuan
Seolah-olah tanpa rasa takut
Tanpa rasa pilu,
Ia meninggalkan banyak bagian,
Menyisahkan banyak cerita,
Dan
Memberikan banyak tanda.

Ya. Tanda.
Tanda kehidupan
Tanda perjuangan
Tanda kebersamaan
Tanda kesendirian
Tanda kebahagiaan
Tanda penderitaan
Tanda
Tanda
Dan tanda.

Tanda pada jiwa.
Selembar daun yang melayang jauh.

E_


Minggu, 03 Maret 2019

Kenangan di sudut kampus_

Dedaunan bertebaran dimana-mana. Barangkali, ini pertanda bahwa musim telah menerpa berkali-kali pada setiap pepohonan yang berdiri tegak dengan kokohnya itu. Musim yang entah keberapa, saat kami masih duduk membagikan cerita dan kisah masing-masing di bangku panjang itu. Sejenak anganku kembali pada masa dimana kami bercerita dan bertemu berdua untuk pertama kalinya. Ya. Kampus tercinta menjadi saksi abadi, bagaimana awal cerita itu kami perankan dengan apiknya, meski ujung dan akhir cerita belum terlihat jelas bagaimana dan kapan.

Hawanya masih sejuk. Sama seperti ketika tatap kami bertemu satu sama lainnya kala itu. Aku menunggunya. Selang beberapa waktu dengan gayanya yang sederhana, ia menghampiriku dengan tak lupa senyum menghiasi wajahnya. Senyum yang menjadi sapa penuh berjuta makna. Dan, satu hal yang tak pernah terlupakan, salam yang selalu menjadi pembuka kata. Kami berjabat tangan sembari menanyakan kabar. Ah, waktu itu sangat cepat berlalu.

Awalnya, ia hanya mengajakku bertemu untuk sharing mengenai kegiatan di gerejanya. Dia anak pelayanan. Seseorang yang aku tahu begitu aktif melayani. Yah, hal ini pula sebenarnya yang membuatku sangat menyukainya. Seperti apa yang aku doakan mengenai sosok yang cinta Tuhan, ada pada dirinya. Selain, kriteria lainnya ia juga penuhi, yakni orang Nias, satu suku denganku. Entah mengapa, sampai saat ini aku masih menomorsatukan hal ini. Meski beberapa insan sangat menyukai pribadiku, dan aku juga sama, namun aku akan tetap bertahan pada kriteria ini. Aku hanya tak ingin hubungan itu memberatkan kedua keluarga jika dipenuhi perbedaan suku. Lalu, aku mencari aman dengan kriteria cinta Tuhan dan satu suku.

Percakapan kami mengalir begitu saja. Aku merasakan kami memiliki kecocokan beberapa hal. Dia juga termasuk orang yang sopan dan tutur katanya baik. Beberapa kali aku menyaksikan tingkahnya, yah. Dia cukup sabar dan penuh penguasaan diri. Huh. Semakin lama, hanya kebaikan yang aku lihat. Tapi, sepertinya kami memiliki karakter yang sama. Melankolis. Hal ini sebenarnya sangat baik, artinya dia dan aku bisa merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku khawatir, kesamaan ini juga akan menjadi hambatan, jika kami tak bisa berkomunikasi dengan baik. Karena sifat melankolis yang sama, orang demikian akan sangat sulit mengungkapkan apa yang dia rasakan secara langsung. Kemungkinan hanya akan ada saling menunggu dan menduga-duga, dan pada akhirnya yang aku takutkan hubungan akan berakhir karena selalu salah persepsi diantara keduanya.

Kembali aku layangkan pandang di sudut berbeda di kampus itu. Masih saja, bayangnya hadir. Bayangnya muncul dengan senyum khasnya yang menyapa. Yah, aku masih sangat ingat waktu itu dia sedang berjalan-jalan dengan temannya, lalu kami berpapasan. Ia menyapa sembari sedikit menggodaku waktu itu. Hanya saja aku yang masih menutup diri waktu itu masih sangat malu dan enggan berucap sepatah katapun. Hanya senyum yang terlontar menunjukkan responku yang entah dia anggap apa. Lalu, waktu itu pun berlalu. Cerita berakhir.

Juga aku masih ingat beberapa hal yang dia lakukan. Meski aku tak berani menyampaikannya kini. Aku sedang berharap Tuhan memberikan kesempatan untuk kami kembali bercerita berdua tanpa batas. Seperti kala itu ketika waktu dan jarak bukan menjadi penghalang. Kami sangat begitu dekatnya. Kami tidak dibatasi oleh waktu dan jarak yang membentang seperti sekarang ini. Dengan bebasnya kami saling memahami satu sama lainnya. Ada yang aku sadari bahwa tidak semua hal bisa tercurah lewat media. Hanya pertemuan dan rasa aman yang menjadikan suatu relasi bisa berlangsung. Ah. Lagi-lagi seandainya waktu bisa diulang. Namun, takkan pernah aku sesali segala yang pernah terjadi. Setidaknya, itulah waktu dan perkenalan yang Sang Pencipta Izinkan untuk kami bersama dan berbagi. Mungkin suatu saat nanti kami akan kembali melanjutkan cerita yang sama. Barangkali dengan orang yang sama ataupun dengan orang yang berbeda.


#Kampus
#our history

Jumat, 01 Maret 2019

Doa_

Dulu, ada beberapa kali secara pribadi, aku merasakan dan melihat langsung pekerjaan tangan Tuhan yang nyata ia tunjukkan dihadapanku. Perihal keluarga, pekerjaan, teman hidup, dan masa depan.

Doa.
Ada yang baru kusadari hingga kini, mengapa Tuhan selalu memberi apa yang aku doakan dengan terlebih dahulu membuat aku menangis dan merasa sendiri hingga tak mampu.
"Itu karena DIA sangat mengasihiku".
IA, sangat mengenali aku. IA tahu karakterku melebihi aku. IA tahu aku dan isi pikiran dan juga hatiku, gerak-gerikku dan masa depan bahkan masa laluku. IA tak pernah sedetikpun melupakan aku. IA tahu bahwa keintimanku dengan-NYA akan ada saat aku jatuh dan benar-benar IA letakkan pada dasar kesedihan, karena dari situlah muncul kesungguhan dan iman percaya untuk meminta dalam doa dengan penuh ucapan syukur.

Selalu IA taruh aku pada kesempatan yang sangat terlihat mustahil. Hingga aku benar-benar menyerah dan meminta. Tapi pada akhirnya IA berikan terlebih dari apa yang aku harapkan. IA berikan terlebih dari yang biasa saja. Itulah Allahku. IA bentuk dan memahami aku sedemikian rupa. Aku juga yakin, kamu juga begitu.

#jangan menyerah
#tetap berdoa
#tetap percaya

Aku telah mengiklaskan mu_

Bagai dunia runtuh seketika. Air mata membanjiri peraduanku setiap malam. Bahkan, saat siang, sore dan pagi pun, terkadang aku tak hentinya menangisi perpisahan yang tak diinginkan itu. Entah mengapa, perasaanku sangat kacau dan hatiku bagai jatuh dan hancur berkeping-keping. Tidak ada semangat, apalagi harapan pada kisah yang tiba-tiba lenyap pada waktu.

Tidak ada yang dapat kuperbuat. Bahkan untuk membuka mata ini saja begitu berat. Rasa tidak percaya. Rasa kecewa pada semua orang dan kesempatan yang pernah hadir. Bilakah kisah itu kembali? Akankah bisa diperbaiki segala kekurangannya? Ah, mustahil.

Air mata terus membanjiri dan menanak sungai bak gelombang samudra yang menghantam hati. Setiap mengingatnya, ada rasa nyeri pada hatiku, lalu air mata hadir menemani.

Untuk beberapa bulan aku tak hentinya begitu, namun waktu demi waktu sakitnya tak begitu deras seperti di awal luka itu hadir. Setiap waktu yang bergulir, ada kenangan yang terlintas. Bukan perihal sulit melupakan rasa sayang, hanya saja sangat sulit menghilangkan kebiasaan yang pernah ada bersama dengan berbagai harapan yang telah terbangun pada proses penerimaan dan belajar nyaman yang tak singkat. Air mata, canda tawa dan bahagia pernah membungkusnya.

Tepat hari ini, aku telah memperoleh rekor terbaik dalam kisahku. Kini perjalanan yang pahit dan pembelajaran yang meneguhkan itu menjadikanku seorang yang kuat. Sedikit terbiasa pada hati dan dikecewakan bahkan ditinggalkan. Sedikit mampu menahan rasa agar tak begitu mudahnya menaruh harap pada seseorang sampai benar-benar dijadikan satu. Lebih kuat menahan air mata dengan sikap tegar mampu berdiri meski gemetar karena keputusan mengakhiri mereka, lebih tegar menahan air mata dan gemuruh kehancuran di hati agar mereka tak melihat pedihnya menjadi aku.

Ya.
Kini kenangan tetaplah hanya kenangan.
Kini masa lalu tetaplah hanya masa yang telah berlalu.
Sekarang, meski hadir di depan mata, meski ada kehadiran yang menguak masa lalu, tapi tak kan sama lagi prosesnya.

Karena,
Takkan mungkin waktu yang telah lalu kembali terulang dan sama prosesnya. Yang aku rasakan, kini aku begitu bahagia. Menikmati proses menunggu yang terakhir dengan memperbaiki diri lebih baik, hingga IA beri dia pada waktu-NYA.

Aku telah mengiklaskan segalanya.
Aku telah berubah, dan tak lagi sama.
Aku adalah aku pada aku diwaktunya aku.
Dan,
Menjalani suatu masa bukan perihal lamanya, tetapi keberjuangan berdua dimulai dari nol.

  1. #Tidak sama lagi

Selasa, 26 Februari 2019

Haruskah saling menunggu?

Entah kah suatu anugerah, atau malah kah suatu petaka, perihal kesamaan karakter yang kita miliki. Masih saja tanyaku membumi pada porosnya, berputar-putar hingga membawaku tak lagi bisa membedakan antara tempat dimana kita seharusnya berpijak.

Haruskah saling menunggu?
Bolehkah kita saling memulai?
Masihkah ego?

Ah.
Aku selalu mengeluh beberapa waktu ini. Aku hampir tak berteman lelap pada larutnya malam. Semenjak hening menerpa kita berdua, semenjak lisan tak mau berkata, semenjak... Semenjak... Dan semenjak. Yah. Aku selalu merasa dirimu terlalu jauh pada jangkauku. Dugaku tak pernah mendapat jawab yang pasti. Bahkan, untuk setiap lelah ini membawaku semakin tak berdaya.

Bolehlah...
Sudilah...
Maulah...
Dirimu memanja kataku barang sekali. Tak ada lagikah keberanian dari dalam jiwa kita untuk memulai? Sampai kapankah kita akan memberi ruang pada kata 'melupakan dan terlupakan' merajai? Malam ini aku harap terakhir kalinya kita tak saling bersua. Aku harap dan sangat mengharapkan.

Jikalau keengganan kita semakin memuncak, maka aku takutkan kita akan berubah menjadi aku dan kamu. Takkan lagi ada kata yang menyatukan, yakni 'kita'. Aku harap, ajaklah aku mengerti bahwa ego itu tak baik. Aku ingin kamu mengajari aku bagaimana memulai dalam ketidakperdulian. Aku sangat berharap, kamu menjadi sosok yang membawa aku keluar dari zona nyaman ini. Katakanlah bahwa aku 'salah'.

Aku masih menunggu kata darimu.
Sudikah dirimu memulainya lagi untukku?

_?

Minggu, 24 Februari 2019

Terdiam_

Bumi begitu luas dalam hitungannya
Begitu lebar dalam jangkaunya
Begitu jauh dalam gapainya
Tapi
Tak sebegitu jauh dalam rasanya
Semenjak rupa menghilang pada mata
Ketika kata berubah makna menjadi bias
Kias
Tak berbalas
Duga
Membawa kata menjadi pemisah
Berdua
Tapi tak menyapa
Harap
Terus mengharap
Sesuatu yang tak mungkin terjadi

 #Diam

Jumat, 22 Februari 2019

Rahasia dalam Doa_ (sebuah cerita pendek tentang rindu)

Di sepertiga malam ini aku masih saja terjaga dari tidurku. Sedikitpun malam tak bisa merayuku agar memejamkan mata barang sejenak. Yah, mungkin kekuatanku malam ini lebih dari biasanya untuk bertahan, atau bisa jadi ini dikarenakan rasa iba nya melihat aku yang terus memohon dan menangis. Beriring dengan sebuah lagu yang mendayu, dan angin yang semilir menerpa sukma.

Di keheningan sepertiga malam ini masih saja air mata tak mau berhenti. Ada rasa yang begitu berat pada kata 'rindu'. Ada rasa yang sangat besar untuk mengetahui bagaimana kabarnya. Dia, seorang insan yang jauh dari pelupuk mata namun terus terasa ada di dalam benak. Dia, yang baginya aku tak pernah bosan untuk bersabar. Dia, yang baginya tak kan pernah ada terucap kata 'benci'.

Ya.
Masih tentang dia, yang selalu membuat ku memiliki banyak alasan untuk menunggunya dan mendoakannya. "Tuhan, berkati dia. Tolong dia. Berikan baginya penghiburan dan kasih MU. Jagai keluarganya. Berikan yang terbaik baginya dan kabulkanlah doa-doanya". "Tuhan... Aku merindukannya". Itulah kalimat yang sangat jelas berulang-ulang aku nyatakan dalam doaku. Entah karena tidak bisa melihat rupanya, ataukah karena dia tidak berkabar beberapa waktu. Entah karena aku sangat merindukannya namun tak kan mungkin bagiku menyapanya bahkan hanya untuk menanyakan kabarnya. Ataukah entah karena bagiku Tuhan lah tempat satu-satunya aku bercerita, dan aku yakini IA maha kuasa atas apa yang ada di dunia, terlebih lagi cerita aku dan dia yang sebenarnya dibuat olehNya. Rasa rindu bercampur dengan rasa khawatir malam itu. Beberapa kataku mungkin sudah menyakitinya. Ataukah beberapa kataku membuatnya bersedih dan ia salah memahami maksudku.

Ah.
Dari pada menduga-duga beriring luka, maka aku segera menengadahkan tangan sembari terisak dalam untaian-untaian doa tulus untuknya kepada Sang Khalik. "Aku percaya pada Tuhanku. Aku percaya Allahku ajaib. Aku percaya Allahku sanggup melakukan apa yang tak pernah ku pikirkan. Juga, aku sangat percaya segala doa terbaik akan dikabulkanNya. Terlebih doa-doaku meminta perkenananNya atas rasa diantara kami. Aku percaya. Meski kelihatan tak akan pernah bisa. Mata sudah sangat berat untuk terbuka. Jikalau saja mata dapat berbicara, maka ia akan menyampaikan bahwa ia sangat lelah menangis sepanjang waktu ini. Jika hati dapat berbicara, maka ia akan mengatakan bahwa ia sudah sangat hancur berkeping-keping tak berbentuk karena kesedihan dan harapan yang belum kunjung terlihat awalnya. Hanya belajar "Mencintai Tuhan di Atas Segalanya. Bahkan di atas rasa cinta sekalipun pada manusia".

Sampai detik ini pun, masih sama. Tak berkabar. Aku masih menunggu dalam doa dan diamku. Sembari sesekali berbarengan dengan rasa ingin menghubunginya atau lebih tepatnya sering lelah hanya untuk menyaksikannya kapan terakhir aktif pada WA nya. Setidaknya cukup menghibur hati. Cukup melegakan sedikit mengetahui ia online, meski tak padaku ia berbalas chat. Cukuplah itu bagiku.

Akhir pada doa malam itu adalah harapan yang di dasarkan kepada kekuasaan dan kehendak Allah. Tak lagi aku memaksakan kehendak dan ingin. Cukup sadarkan diri bahwa jika terbaik, maka perbaiki diri kelak Tuhan pasti genapi janjinya dipertemukan dengannya. Seperti satu kali kesempatan yang DIA berikan untuk bisa berkomunikasi lagi dengannya.

Ah.
Aku rindu berbareng ragu.
Aku takut berbareng ingin.
Aku cemas berbareng yakin.
Aku pasrah berbareng iman.

 JBU. H_

Kamis, 21 Februari 2019

Hidup yang berpengharapan_

Dalam KBBI, kata 'berpengharapan' memiliki makna 'hidup memiliki harapan'. Dengan kata lain, bahwa hidup berpengharapan berarti hidup yang di dalamnya selalu memiliki harapan, atau selalu berpikir dan mengimani bahwa akan selalu ada celah dan kemungkinan pasti terjadinya sesuatu yang diharapkan.

Hidup berpengharapan merupakan ciri orang yang hidup di dalam Tuhan. Orang yang selalu memiliki pengharapan kepada Tuhan, tidak akan pernah sampai pada titik berputus asa yang mendalam. Ia tidak akan cepat menyerah, tidak akan memilih mengakhiri, tetapi sebaliknya ia akan memperjuangkannya.

Segala sesuatu dalam kehidupan manusia akan selalu ada tantangan dan pergumulan yang dihadapi setiap insan. Oleh karena itu, hiduplah selalu berpengharapan. Hiduplah dengan memandang Tuhan dan bukan fokus pada masalah dan tantangan demi tantangan yang hadir.

Jika setiap orang selalu berpengharapan, maka tidak akan pernah ada orang yang mengatakan "ah, sudah berakhir. Ah, sudah tidak bisa. Ah, sudahlah, gak mungkin dapat diperbaiki lagi". Hei, aku mau bilang, bahwa keyakinan akan apa yang diharapkan itu, akan ada dan hanya ada jikalau kamu di dalam Tuhan, hidup dengan cara yang diinginkan-Nya, lalu hidup dengan menaruh pengharapan dan keputusan pada Tuhan.

Teruslah menatap pada Tuhan.
Teruslah berpengharapan.
Jangan cepat menyerah dan jangan mudah menutup pintu hati bagi suatu perubahan.


  •  E_

Minggu, 17 Februari 2019

Senja_

Goresan asa di senja ini_

Tak butuh waktu untuk berpikir
Tak butuh waktu untuk berbicara
Saat ini, senja.
Karena sebagian waktu hanya habis untuk berpikir dan berbicara mengenai satu hal, yaitu tentang senja, senja disore ini.
Senja.
Beberapa waktu senja telah berlalu, dan kali ini akan kembali berlalu.
Hanya menanti senja.
Sepanjang waktu.
Terkadang, senja dihiasi dengan hujan yang deras mengguyur waktunya untuk mengiringnya berlalu.
Kadang pula, senja bertemankan kecerahan yang takkan bertahan lama, lalu awan hitam melenyapkannya.
Senja.
Adakah kau sadar hadirmu dinanti?
Apakah kau tahu ada orang yang selalu rindu melihatmu, meski sesaat.
Senja.
Ada kisah dibalik keteduhanmu.
Ada makna dibalik setiap diam, setiap detik yang berlalu sambil menatap hadirmu meski kau akan segera tenggelam dalam keindahanmu. 

Senja.
Tetaplah tersenyum di sore ini.
Tetaplah hadirkan ketenanganmu. 
Melalui senja.
Senja di sore ini.

 #salam senja :)

Menikmati proses_

Ungkapan ini mungkin sudah tidak terasa asing lagi bagi setiap orang, bahkan beberapa orang mungkin ketika mendengar kalimat ini akan cenderung mengabaikan karena sudah cukup sering mendengarnya.

Menikmati proses adalah merasakan setiap kejadian, waktu dan keadaan yang terjadi selama kurun waktu proses itu terjadi. Ada yang berhasil melewati proses, namun ada pula yang gagal. Berhasil atau gagal dalam melewatinya bukanlah menjadi penentu apakah proses itu dinikmati atau tidak. Ada bahagia, ada luka. Ada kenyamanan terkadang ada pula kegelisahan. Bahkan, sering muncul keyakinan penuh maupun keraguan dalam suatu proses.

Hal ini manusiawi dan sangat mungkin terjadi. Baik dalam pekerjaan, relasi, maupun cita-cita. Tantangan terbesarnya adalah ketika yang dialami selama proses itu muncul berbagai pilihan yang menggiurkan.

Menikmati proses akan terjadi ketika kita memiliki dasar yang kuat untuk melakukannya. Adanya perasaan siap untuk menghadapi proses tersebut. Ada niat dan tujuan yang pasti. Ada pengharapan yang pasti meski terlihat meragukan. Juga ada ketegasan terhadap diri sendiri, baik dalam mengingatkan terus secara berulang akan apa yang diinginkan-Nya untuk kita lakukan.

Dasar yang kuat akan menjadi landasan yang kokoh ketika proses itu terjadi. Saat banyak muncul keraguan, maka kita akan diingatkan oleh niat kita dari awal mengapa melakukannya sehingga akan ada perasaan untuk tetap bertahan menikmati proses tanpa harus melupakan hal lainnya. Saat ada luka yang dialami, akan ada penghiburan dalam hati karena melihat tujuan kita yang ingin dicapai.

Nikmatilah proses sebagai ungkapan rasa syukur karena masih dipercayakan untuk mengalami proses tersebut. Tidak ada sebuah rancangan dari-Nya yang jahat, semua baik dari semula Ia menjadikannya. Hanya saja, kita harus mengalami beberapa hal diluar keinginan kita karena itulah yang terbaik bagi kita saat itu. Tersenyum meski dalam tangis. Berpengharapan meski seperti takkan ada pintu terbuka. Berdoalah. #HZ

Bahagia yang sesungguhnya_

Senyuman lusuhnya, mempermalukanku_

Terik.
Haus dan ramai.
Suasana itu yang kurasakan siang tadi ditengah jalanan yang penduduk pekanbaru ini sedang asik melewatinya. Termasuk aku yang sedang melintas sembari memandang sekitar.

Pandanganku terhenti pada dua tokoh cerita yang sedang berdiri di pinggir jalan bak pemilik cerita yang sesungguhnya, mereka tidak memperdulikan orang yang melintas. Dua tokoh itu adalah seorang bapak tua lusuh dengan baju batik tuanya dan celana hitam dengan kulit yang gelap. Sedangkan yang satunya adalah seorang perempuan yang bisa dikatakan kategori muda, dengan penampilan biasa memakai baju batik dan sendal biasa serta kulit gelap dan wajah yang biasa saja.

Aku terpana dan iri seketika dengan kedua orang ini, meski jika dibandingkan dari penampilan sangat jauh dari kata 'keren' atau 'lumayan'. Rasanya, saat itu dunia kalah dari pancaran kebahagian yang mereka miliki. Sang jutawan maupun miss universe sekalipun akan kalah jika dibandingkan dengan apa yang terpancar dari hubungan kasih antara ayah dan anak itu.

Hanya dalam hitungan detik itu, aku melihat dan mengerti arti sebuah ketulusan, kekayaan, kebahagian, kepuasan dan kecantikan maupun ketampanan. Bapak tua itu dengan matanya yang agak tertutup tersenyum kepada anaknya sambil berbicara dan tangannya mengelus dadanya sendiri. Aku tidak tahu apa yang diucapkannya, tetapi yang aku lihat adalah gadis itu tersenyum kepada bapak itu dan membalas percakapan sambil menggandengnya dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada kata MALU dari keduanya.
Lalu, akupun mengerti bahwa;
1. Aku tidak akan pernah malu dengan bagaimana atau seperti apapun ayahku, dimata ku ia adalah pangeran tergagahku.

2. Sukacita seseorang mampu menjadi kekuatan bagi orang lain.

3. Dalam kederhanaanlah ada kekayaan.

4. Dan ketulusanlah yang menjadikan itu semua berkat serta kekuatan baru untuk melakukannya lagi dan lagi.

 E_

Kata yang tak pernah berbunyi_

Telah aku jejerkan beberapa pinta padamu.
Telah ku rangkai menjadi karangan yang menarik bagi pandangmu,
namun tetap,
Pada akhirnya yang menawan bagi pandangmu hanyalah kata yang tak pernah berbunyi.
Senja yang kau tunggu_

 Pada sepertiga malam, masih saja kau genggam harap di pelupuk mata.
Sedangkan, di ujung jari-jemari, kau juga masih berkelana mencari kata.
Seperti biasa, keengganan menjamu setiap kata yang hampir menyeruak dari relung kalbu yang telah menggunung hampir meledak dalam benteng pertahananmu.

 "Ya atau tidak".

Pada akhirnya malam tetaplah kelabu dan hening tak berbunyi.
Gelap beralih terang lalu menyambut senja.
Pada caranya, selalu menduga.
Pada kisahnya tak pernah bersambut.

Karena spasi menjadi pemisah pada kata.