Minggu, 28 Juni 2015

Sejarah Aksara Arab Melayu

Aksara Jadi, atau lebih akrab di telinga orang Melayu dengan sebutan aksara Arab Melayu adalah modifikasi aksara Arab yang disesuaikan dengan bahasa Melayu di seantero Nusantara yang silam. Munculnya akasara ini merupakan akibat dari pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk dibandingkan pengaruh budaya Eropa pada zaman kolonialisme. Aksara ini dikenal sejak zaman kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Malaka hingga Riau.
Berbicara tentang huruf atau aksara Arab Melayu yang dipergunakan sebagai skrip untuk bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara. Berarti bermula dari pembicaraan tentang peranan bahasa Arab sebagai komunikasi 150 juta orang Asia Barat dan Afrika Utara yang terdiri dari 22 negara (Liga Negara-negara Arab).
Di bawah payung agama Islam, bahasa Arab mempengaruhi sekaligus turut menentukan perkembangan bahasa Persia, Turki, Urdu, Melayu, Hausa, dan Sawahili. Bahasa Arab menyumbang menyumbang 40-60 persen kosa kata untuk bahasa tersebut. Atas dasar itu dapat dipertegas bahwa bahasa Arab merupakan bahasa religius 1 miliar muslim di seluruh dunia, yang diucapkan dalam ibadah sehari-hari. Bahasa ini pulalah menjadi julangan bahasa kebudayaan Islam yang diajarkan pada beribu-ribu sekolah di luar dunia Arab, mulai dari Segenal sampai Filifina dan dari daerah Balkan sampai ke Madagaskar.
Dalam hubungannya dengan dunia Melayu, khususnya Indonesia, di tengah warisan kebudayaan Indonesia masa lalu, yang dapat ditelusuri melalui naskah-naskah menunjukkan kuatnya pengaruh bahasa dan tulisan Arab. Kekayaan naskah itu mempunyai dimensi dan makna yang jauh lebih luas. Karena merupakan hasil tradisi yang melibatkan berbagai keterampilan sikap budaya orang Indonesia. Berbagai sitem tulisan yang dipakai di Indonesia sepanjang sejarah, baik tulisan tipe India, Arab, dan Latin, masih kabur sejarahnya. Sebagai contoh, belum diketahui secara jelas sejarah perkembangan dan penyebaran tulisan Arab Melayu (Pegon dalam istilah Jawa dan Jawo menurut istilah Aceh). Salah satu bahasa lokal yang paling banyak menerima pengaruh bahasa Arab, khususnya pada peristilahan dan aksara, adalah bahasa Melayu, yang kemudian diangkat menjadi bahasa nasional (Indonesia, Malaysia, Brunei).
Dalam https://adedharmawi.wordpress.com/2009/06/22/riau-negeri-shahibul-kitab/ dikatakan bahwa sejarah dan perkembangan aksara Arab Melayu di Nusantara berkisar antara tahun 1930-an sampai menjelang tahun 1980-an. Menghadapi gejala yang memprihatinkan ini, kerajaan Malaysia melalui Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan mengeluarkan kebijakan politik budaya menghidupkan dan mengembangkan kembali keberadaan aksara Arab Melayu (Jawi) secara nasional. Sedangkan di Indonesia pada rentang tahun yang sama mengalami kemunduran yang sangat mengkhawatirkan bahkan berada pada garis menuju kepunahan. Kalaupun ada buku-buku beraksara Arab Melayu yang beredar di Indonesia pada masa ini hanyalah sisa hasil cetakan lama dari penerbit/ percetakan seperti Al-Idrus (Jakarta; Maktabah wa Mathbaah Karya Thoha Putra, (Semarang), Maktabah wa Mathbaah Salim Nahban, Maktabah Muhammadiyah bin Ahmad bin Naharwa Auladuh, (Surabaya), Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah. Pondok Pesantren Darus Salam Martapura, Toko Buku Amanah, Toko Buku Murdani (Banjarmasin), dan lain-lain.
Tulisan Arab Melayu Di Provinsi Riau
Tulisan Arab Melayu merupakan huruf Arab yang di robah bunyinya kedalam bahasa Arab Melayu. Tulisan Arab Melayu di bagian Sumatera itu tidak sama namanya dengan tulisan Arab Melayu dengan yang ada di Jawa, karena di Jawa yang Arab Melayu di sebut Begon sedangkan kalau di Sumatera di kenal dengan Arab Melayu. Mengenai tulisan Arab pernah di bicarakan oleh Othman Mohd Yatim yang mengatakan bahwa diantara sumbangan Islam yang besar bagi rakyat kepulauan Melayu Indonesia ialah dampaknya kepada perkembangan bahasa Melayu. Dengan kemajuan Islam dan konsekwensinya kerajaan-kerajaan Melayu menganut agama Islam maka tulisan Arab dan tulisan Jawi dikenalkan dan diterima oleh orang Melayu sebagai media penulisan bahasa Melayu.
            Dari apa yang di katakana oleh Mohd Yatim di atas dapat kita ketahui bahwa tulisan Arab Melayu telah lama ada dalam khasanah kebudayaan Melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia berasal dari pada tulisan Arab. Keberadaan tulisan Arab Melayu di Nusantara identik dengan penyebaran Islam ke daerah melayu. Memang pada saat Islam menguasia daerah perdangan itu bahasa Arab Melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar atau bahasa resmi Nusantara.
Bukti kongkrit dari tulisan Arab Melayu ini adalah dengan di temukannya Batu Bersurat yang di buat pada tahun 1303 atau abad 14 di Terengganu. Isi tulisan dari Batu Bersurat yang berbahasa Arab Melayu ini adalah menyatakan bahwa prasasti Tamra ini ditempatkan di Benua Terengganu atas perintah Seri Paduka pada hari Jum’at pertama 4 Rajab tahun Saratan Baginda Rasul Allah tujuh ratus dua (Jum’at, 4 Rajab 702 atau Jum’at 22 Februari 1303). Sedangkan bukti yang kedua adalah di temukannya syair tentang keislaman yang di tulis dalam bahasa Arab Melayu pada tahun 1310 abad 14 di masa kekhalifahan Samudera Pasai dan kekhalifanhan Islam di Semenanjung Malaka.
Pengaruh tulisan Arab Melayu ini semakin berkembang pada masa kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1589-1604 M) dan masa puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Perkembangan ini nampak betul pada abad ke 17 dimana dengan adanya ulama yang menyebarkan agama Islam di Nusantara sehingga seluruh wilayah Indonesia mempunyai naskah yang berbahasa Arab Melayu.
Di daerah Aceh itu ada pemikir ahli agama dan sastrawan yang terkenal seperti Hamzah Fansuri dengan karangannya Syarab al-Asyikin, Asra al-Arifin dan Al-Muntahi, Kitab Syarab al-Asyikin (minuman orang Birahi) di angap karyanya yang paling pertama dan sekaligus di tulis dalam bahasa Melayu. Sedangkan ulama yang terkenal di Aceh dalam menulis  naskah yang berbahasa Arab Melayu adalah Syamsuddin Al-Sumatrani, Al- Singkili dan sastrawan lainnya. Bahkan Hamzah Fansuri pernah mengatakan bahwa ia banyak menerjemahkan kitab-kitab dalam bahasa Arab dan Persia ke dalam bahasa Arab Melayu untuk bangsanya yang tidak mengenal bahasa Arab dan Persia. Selain di Aceh ada juga ulama-ulama palembang seperti Syihabuddin, Kemas Fakhruddin, Muhammad Muhyiddin, Kemas Muhammad, dan yang paling menonjol adalah ‘Abdussamad Al-Palimbani dengan karyanya dalam bahasa Melayu ialah Zuhrat Al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid yang membahas tentang logika.
Selanjutnya perkembangan aksara Arab Melayu dapat di lihat di berbagai daerah di Nusantara seperti Jawa, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Persebaran ini di lakukan oleh ulama-ulama yang merupakan penulis kitab-kitab yang berbahasakan Arab Melayu ini biasanya berbentuk naskah yang sebagaimana masih ada sebahagian dapat kita jumpai pada zaman yang modren ini. Sedangkan tulisan pada naskah di Nusantara pada umumnya berbentuk huruf Sulus, Naskhi dan Nasta’liq.
Sementara di daerah Provinsi Riau juga ada tulisan Arab Melayu yang berpusat di Pulau Penyengat sejak abad 18-19 M. Tokoh yang terkenal diantaranya adalah Engku Haji Ahmad, dan putranya yang bernama Ali Haji. Adapun karyanya adalah Sair Hukum Nikah, Syair Hukum Fara’id dan lain sebagainya. Raja Ali Haji juga membuat karya tulis yang bersifat panduan untuk raja-raja di bidang ketatanegaraan dan nasehat seperti Samarat Al-Muhimmah Diyafah lil-‘umara wal-Kubara li Ahlil-Mahkmah, Syair Nasihat, dan Gurindam Dua Belas.
Selain Raja Ali Haji dan ayahnya Engku Haji Ahmad ada pengarang yang terkenal diantaranya Raja Daud bin Raja Ahmad yang mengarang Syair Pangeran Syarif Hasyim dan Encik Kamariah yang menulis tentang Syair Sultan Mahmud di Lingga.
Memanglah tidak lengkap rasanya kalau kita berbicara tentang tulisan Arab Melayu di Provinsi Riau tampa menyebutkan seorang intelek yang terkenal sampai penjuru dunia karena karya-karyanya. Dialah Raja Ali Haji yang bernama lengkap Tengku Haji Ali al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin Raja Haji Asy-Syahidu fi Sabilillah bin Upu Daeng Celak ini dilahirkan pada tahun 1808 di Pulau Penyengat pusat Kesultanan Riau-Lingga (kini masuk dalam wilayah Kepulauan Riau, Indonesia). Sekilas tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecilini disebut Mars. Menurut masyarakat setempat, nama pujian-pujian dari pulau ini adalah Indera Sakti. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya sastra dan budaya Melayu yang ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang abad ke-19.
Jadi dapat kita lihat bahwa pada masa Kesultan Raja Ali Haji tulisan Arab Melayu telah melekat pada dirinya itu didasarakan dengan hasil karyanya yang banyak kita jumpai dalam bentuk naskah yang mengunakan bahasa Arab Melayu. Memang kalau kita lihat keluarga dari Raja Ali Haji ini merupakan keluarga yang terdiri dari orang-orang terpelajar dan suka dengan dunia tulis-menulis. Anggota keluarganya yang pernah menghasilkan karya adalah Raja Ahmad Engku Haji Tua, Raja Ali Haji, Raja Haji Daud, Raja Salehah, Raja Abdul Mutallib, Raja Kalsum, Raja Safiah, Raja Sulaiman, Raja Hasan, Hitam Khalid, Aisyah Sulaiman, Raja Ahmad Tabib, Raja Haji Umar, dan Abu Muhammad Adnan. 
Raja Ali Haji meninggal dunia di Riau pada sekitar tahun 1873. Beliau ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan negara pada tahun 2006. Adapun karnya dari Raj Ali Haji adalah sebagai berikut:
1. Salasilah Melayu dan Bugis (1890)
2. Tuhfat al-Nafis (1865)
3. Bustanul-Katibin
4. Kitab Pengetahuan Bahasa
5. Gurindam Dua Belas
6. Syair Siti Shianah
7. Syair Suluh Pegawai
8. Syair Hukum Nikah
9. Syair Sultan Abdul Muluk.
Tulisan Arab Melayu ini mulai meredup saat pada masa Kolonial Belanda datang ke Nusatara pada tahun 1595 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Hal ini lah menyebabkan tulisan Arab Melayu di Provinsi Riau khususnya juga meredup apa lagi pada abad 19 Belanda melakukan penjajahan terhadap dareah jajahannnya ini di tandai dengan berakhirnya VOC.
Pada masa Kolonial Belanda keadaan tulisan Arab Melayu mulai tersingkirkan ini di mulai pada tahun 1960 an yang setiap orang di tuntut untuk mampu membaca huruf Latin. Sehingga semua kitab pelajaran pada sekolah pribumi baik yang umum, Madrasyah dan Pasentern mulai dirambah oleh tulisan Latin yang merupakan aksara dari bangsa Eropa yang di bawah Belanda ke Nusantara. Di tambah lagi pada tahun 1980 an keberadaan tulisan Arab Melayu secara nasional seakan dijajah oleh adanya pemberantasan dalam menghilangkan aksara Arab Melayu dan beralih ke bahasa Latin. Sehingga seluruh masyarakat diajarkan memabca huruf Latin dan jika ada yang tidak bisa bahasa Latin maka mereka di cap sebagai orang yang buta aksara sekalipun mereka lancar dalam berbahasa Arab Melayu. Artinya pada masa itu (Kolonial) kita itu di wajibkan untuk berbahasa Latin dan tidak mengakui lagi bahwa aksara Arab Melayu sebagai bahasa bangsa kita sendiri yang mana telah melekat pada masyarakat kita.
Contoh yang kongkrit mengenai meredupnya aksara Arab Melayu pada masa Kolonial Belanda dapat kita lihat dengan adanya penulisan sejarah yang di lakukan dari pihak Belanda yang mengunakan aksara Latin. Di mana Belanda memandang bahwa masyarakat Indonesia ini adalah masyarakat yang suka memberontak terhap pemerintahan belanda. Kenapa Belanda mengatakan demikian karena Belanda pada saat itu yang berkuasa sehingga apa yang baik saja di tuliskan saat belanda menjajah Nusantara. Sedangkan dari pandangan masyarakat Indonesia pemerintahan Belanda adalah orang yang kafir sehingga terjadi perperangan antara Belanda dan masyarakat Indnesia.
Begitu besar pengaruh tulisan Latin yang sehingga meredupkan tulisan Arab Melayu, hal ini dapat kita lihat dimana semua sumber tentang Nusantara itu banyak terdapat di Belanda dan kalau seorang sejarahwan ingin menulis sejarah tentang Nusantara itu pasti sumbernya banyak dari bangsa Belanda yang mengunakan aksara latin. Bahkan pengaruh aksara latin itu masih kita lakukan seperti yang kita baca sekarang adalah mengunakan aksara latin. Koran-koran, majalah-majalah, buku-buku ilmiah, puisi-puisi, surat-surat, dan lain sebagainya itu di masa sekarang telah mengunakan aksara latin. Satu lagi pengaruh aksara latin yang dibawah Belanda adalah kita seorang mahasiwa jurasan sejarah itu harus belajar Bahasa Belanda khusunya bagi jurusan sejarah kosentrasi Indonesia dan Asia Tenggara.
Kalau kita di Provinsi Riau pada dewasa ini tulisan Arab Melayu juga tidak begitu di kenal lagi. Bahkan sebagian masyarakat tidak bisa membaca huruf Melayu dan bahkan mereka tidak tahu kalau seprti ini huruf Arab Melayu yang sama denga hruf Arab, Cuma mereka tahu kalau seprti ini adalah huruf Arab. Sedangkan di sekolah-sekolah Pasentren yang lebih kuat agamanya tidak lagi belajar tulisan yang berbahasa Arab Melayu mereka hanya belajar bahasa Arab seperi kitab gundul, nahu, dan kitab kuning apalagi di sekolah umum. Wajar saja kalau generasi sekarang khusunya pemuda-pemudi tidak pandai berbahasa Arab Melayu bahkan ada juga yang tidak pandai membaca Al-Qur’an. Disini kita bisa menyalah siapa yang salah baik itu dari pihak pemerintah maupun masyarakat biasa, yang pasti itu merupakan keselahan kita semua. Kenapa bahasa khas Nusantara kita yaitu bahasa Arab Melayu kita hilangkan. Apakah dengan berkembangnya zaman tulisan aksara Arab Melayu ini tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Kalau kita lihat tidak juga ketinggal dalam bentuk penulisan bahkan dengan adanya penulisan Arab Melayu ini itu sangat membantu kita dalam membaca ayat-ayat suci Al-qur’an dan juga memberikan kita pahala karena kita selalu menulis dengan mengunakan huruf-huruf yang di turunkan Allah SWT.
Cuma di sini kita berharap kepada pemerintah yang selaku mengatur masyarakat, selaku orang yang dahululan selangkah, dan seperti orang yang tinggi seranting untuk sesuatu hal yang baik dan bermanfaat baik dunia dan akhirat. Mudahan dimasa yang akan datang masyarakat Riau dan Indonesia umumnya bisa lagi memahami aksara Arab Melayu yang mungkin selama ini telah kita tinggalkan. Semoga di hari kedepan seluruh anak bangsa tidak lagi mengetahui aksara Arab Melayu apa lagi tidak bisa membaca al-Qur’an. Juga supaya generasi bangsa ini bisa mengetahui bagaimana sejarah bangsa ini di masa dahulu, bagaimana perjuangan umat Islam pada masa dahulu dan masuk Islam kenusantara ini.
Meski di sebagian daerah di Nusantara di daerah Provinsi Riau khususnya bahasa Arab melayu ini memang sudah mulai menghilang. Meski sebagain daerah di Riau tidak lagi mengenal Arab Melayu namun juga ada daerah yang masih memakai bahasa Arab Melayu. Pemakian ini memang masih ada tetapi tidak di gunakan lagi dalam pembuatan naskah-naskah tetapi banyak digunakan dalam naman-nama jalan yang di tuliskan di papan. Ada juga pengunaan bahasa Arab Melayu itu di gunakan untuk nama bangunan seperti Rumah Sakit, Deperteman Agama dan lain seabagainya. Untuk lebih jelas bahwa pengunaan bahasa Arab melayu di daerah Riau masih di gunakan walau sangat minim.             
Sedangkan kalau kita lihat fungsi tulisan Arab Melayu pada masa dahulu adalah sebagai berikut:
a.  Fungsi pengunaan bahasa Melayu di Indonesia yaitu dalam perdagangan sehingga bahasa Melayu menjadu Lingua Franca.
b.  Fungsinya dalam bidang keagamaan itu terbukti dari banyaknya naskah-naskah Melayu yang isinya mengenai Fikih, Syariat, Tasawuf Atau Suluk, Teologi, Tafsir, Ilmu Falak,dan lain sebagainya.
c.  Berfungsi untuk melakukan perjanjian-perjanjian antara kerajan-kerajan Islam dengan negara asing seperti Eropa. Hal ini terbukti dengan banyaknya surat menyurat, contohnya surat Sulatan Aceh yaitu Sutan Alaudiin Ri’ayat Syah tahun 1602 kepada Harry Middleton dan Sultan Iskandar Muda tahun 1615 keapad Raja James I. Juga Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja Portugal tahun 1521.
d.         Dalam pembuatan Undang-Undang itu banyak terdapat naskah-naskah Melayu seperti Undang-Undang Minang Kabau, dan Undang-Undang Sultan Adam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar