Bukan hanya kali ini. Sudah berulangkali rasa sakit yang sama menerka-nerka. Tapi, cukuplah sekali ini untuk terakhir kalinya. Benar segala dugaku. Tak perlu membuka kembali kisah dan waktu yang tak perlu. Seperti menyayat daging sendiri. Membuka luka yang begitu dalam. Ya. Seharusnya tak perlu memberinya ruang kembali.
Pernyataan yang tak diinginkan itu dia nyatakan meski tak langsung padamu. Kamu begitu terluka kan? Ya. Sangat. Kau tahu jelas bagaimana perjuangan memulai, mendoakan, lalu bertahan, terluka dan membuka kembali kisah itu seketika kata-katanya menyatakan kau harus mengakhiri keinginan dan harapanmu itu. Dia ternyata tak pernah menganggap kehadiranmu pada masanya. Dia takkan pernah paham pada hati yang kau jaga.
Sudahi saja.
Mimpi tak harus menjadi nyata.
Harap tak harus terjadi.
Doa tak harus terjawab.
Dia yang kau kenal tak seperti yang kau pikirkan. Dia pun berubah. Cukupkan pada penantian yang lain. Hadirnya hanya akan menambah luka demi luka.
Cukupkan saja.
Senin, 25 Maret 2019
Minggu, 24 Maret 2019
Keriuhan pada malam_
Mobil-mobil besar itu lalu lalang dihadapku.
Entahkah sengaja agar malam tak terlalu hening pada gelapnya, ataukah mungkin mereka tidak begitu perduli pada sudut sepi yang tercipta oleh jarak.
Ya.
Mereka terlihat enggan berhenti dan menyapa pada malam.
Baginya, jarak dan waktu adalah hal biasa dan tak menakutkan.
#Jalanan sepi_
Entahkah sengaja agar malam tak terlalu hening pada gelapnya, ataukah mungkin mereka tidak begitu perduli pada sudut sepi yang tercipta oleh jarak.
Ya.
Mereka terlihat enggan berhenti dan menyapa pada malam.
Baginya, jarak dan waktu adalah hal biasa dan tak menakutkan.
#Jalanan sepi_
Sabtu, 09 Maret 2019
Sebuah konsekuensi_
Berhenti artinya berakhir.
Entahkah berakhir bahagia atau menyedihkan, pada penghujung waktu akan kamu temukan jawabannya. Setiap pilihan untuk berhenti memiliki konsekuensi tersendiri. Yah, pada akhirnya bertepatan saat engkau memilih berhenti, maka sebuah akhir juga kamu pilih. Sesuatu yang berakhir akan mengisahkan suatu kenangan tersendiri pada seorang insan. Mungkin harimu tak lagi seperti biasa, mungkin waktumu tak lagi kan memiliki rasa yang sama seperti sebelumnya. Semua terletak pada hasil dari proses itu.
Memilih berhenti adalah suatu konsekuensi. Konsekuensi yang bisa saja akan sangat sulit engkau terima di awal pertama, namun setelah engkau jalani seperti biasa, selang beberapa waktu, semuanya akan terbiasa. Hanya perlu terbiasa. Saling menyakiti juga bukan hal yang baik. Jika komunikasi tak lagi sejalan, dan jika komunikasi tak lagi saling memahami, lalu untuk apa? Lebih baik diakhiri sampai Sang Semesta menunjukkan jalannya.
#berhenti berjuang
Entahkah berakhir bahagia atau menyedihkan, pada penghujung waktu akan kamu temukan jawabannya. Setiap pilihan untuk berhenti memiliki konsekuensi tersendiri. Yah, pada akhirnya bertepatan saat engkau memilih berhenti, maka sebuah akhir juga kamu pilih. Sesuatu yang berakhir akan mengisahkan suatu kenangan tersendiri pada seorang insan. Mungkin harimu tak lagi seperti biasa, mungkin waktumu tak lagi kan memiliki rasa yang sama seperti sebelumnya. Semua terletak pada hasil dari proses itu.
Memilih berhenti adalah suatu konsekuensi. Konsekuensi yang bisa saja akan sangat sulit engkau terima di awal pertama, namun setelah engkau jalani seperti biasa, selang beberapa waktu, semuanya akan terbiasa. Hanya perlu terbiasa. Saling menyakiti juga bukan hal yang baik. Jika komunikasi tak lagi sejalan, dan jika komunikasi tak lagi saling memahami, lalu untuk apa? Lebih baik diakhiri sampai Sang Semesta menunjukkan jalannya.
#berhenti berjuang
Mulai berubah_
Ketakutan dan kisah lama itu sepertinya akan terulang dua kali. Hampir saja dugaku benar, bahwa yang aku takutkan sepertinya akan terjadi. Kamu tahu rasanya "ditinggalkan?". Rasanya sakit berdarah namun tak tampak oleh mata.
Sepertinya dia mulai berubah.
Hilang kembali rasa yang coba dibangun bersama. Hilang kembali masa dimana rasa begitu dekat. Tapi, tak apa. Cukup pengalaman mengajarkan bahwa tak perlu terlalu dalam membendung rasa untuk seseotang, bahkan meskipun dia yang engkau pinta dalam doa itu. Sebab dia pun belum tentu akan bertahan dan berjuang untukmu. Jangan terlalu berharap pada manusia, bahkan meski dia seolah sangat mengasihimu, sebab luka yang tercipta akan sangat terasa saat ia meninggalkan dan melepaskanmu begitu saja kelak.
Kini
Pasrah.
Biarlah waktu menjawab pada penghujungnya.
Biarlah detik yang menjadi tanda untuk setiap usaha yang sudah dilakukan.
Dan, biarlah air mata yang menjadi saksi bagaimana doa itu selalu teruntai namanya.
Pasrah_
Sepertinya dia mulai berubah.
Hilang kembali rasa yang coba dibangun bersama. Hilang kembali masa dimana rasa begitu dekat. Tapi, tak apa. Cukup pengalaman mengajarkan bahwa tak perlu terlalu dalam membendung rasa untuk seseotang, bahkan meskipun dia yang engkau pinta dalam doa itu. Sebab dia pun belum tentu akan bertahan dan berjuang untukmu. Jangan terlalu berharap pada manusia, bahkan meski dia seolah sangat mengasihimu, sebab luka yang tercipta akan sangat terasa saat ia meninggalkan dan melepaskanmu begitu saja kelak.
Kini
Pasrah.
Biarlah waktu menjawab pada penghujungnya.
Biarlah detik yang menjadi tanda untuk setiap usaha yang sudah dilakukan.
Dan, biarlah air mata yang menjadi saksi bagaimana doa itu selalu teruntai namanya.
Pasrah_
Jumat, 08 Maret 2019
Diam tak bergeming_
Hari ini begitu melelahkan.
Terasa berat, bahkan tak bisa aku mengungkapkan bagaimana lagi harus mendeskripsikannya. Sepanjang jalan yang DIA izinkan boleh dijalani, aku hanya ingin mengatakan "pasrah".
Terkadang rasanya dibalik kebahagiaan itu senantiasa dihadiri kesedihan. Kelelahan ini semakin menjadi apabila tak seorangpun bisa menjadi bagian dari kisah ini. Rasanya, aku ingin memiliki seseorang yang bisa dijadikan teman bercerita. Tempat yang benar-benar bisa membuat nyaman untuk mengeluarkan seluruh keluh ini. Terkadang pula ingin diam saja. Hanya rasa diam yang menggambarkan bagaimana aku begitu sangat lelah. Diam tak bergeming. Dalam diam itu hanya air mata yang mengaliri sepanjang tatap kosong itu. Ya. Aku sedih.
Air mata yang terus mengalir ini pun tak pernah berbicara padaku. Pada penghujung lelahku, hanya dia yang tercipta.
Tuhan...
Ampunilah jika terkadang saat begini, aku seolah melupakanMu dan tak percaya akan kuasaMu. Hanya saja aku benar-benar lelah Bapa. Bahkan, seseorang tempat mengeluh ini pun tak ada dimuka bumi ini selain padaMu. Aku hanya tak ingin menjadikan beban pikiran bagi orangtua dan keluarga. Aku hanya tak ingin menambah rasa sedih dimata mereka.
Disaat seperti ini, hanya Engkau yang sanggup menjadi penguat. Hanya doa padaMu yang menjadi dasar kekuatanku. Juga, hanya firmanMu yang menjadi sumber pengharapanku. Jikalau aku boleh memohon, sudikah kiranya Engkau memberikanku sosok yang bisa menjadi teman seperjalanan yang berbagi denganku.
Ah.
Sepertinya aku banyak mengeluh tahun ini. Sedihku terlalu banyak. Namun, aku juga bersyukur bahwa aku masih bisa merasakan hal demikian. Engkau masih mempercayakan hal yang bisa aku lewati. Pintaku, teguhkan hatiku. Jangan buat aku tawar hati ya Allah. 😟
#lelah
Terasa berat, bahkan tak bisa aku mengungkapkan bagaimana lagi harus mendeskripsikannya. Sepanjang jalan yang DIA izinkan boleh dijalani, aku hanya ingin mengatakan "pasrah".
Terkadang rasanya dibalik kebahagiaan itu senantiasa dihadiri kesedihan. Kelelahan ini semakin menjadi apabila tak seorangpun bisa menjadi bagian dari kisah ini. Rasanya, aku ingin memiliki seseorang yang bisa dijadikan teman bercerita. Tempat yang benar-benar bisa membuat nyaman untuk mengeluarkan seluruh keluh ini. Terkadang pula ingin diam saja. Hanya rasa diam yang menggambarkan bagaimana aku begitu sangat lelah. Diam tak bergeming. Dalam diam itu hanya air mata yang mengaliri sepanjang tatap kosong itu. Ya. Aku sedih.
Air mata yang terus mengalir ini pun tak pernah berbicara padaku. Pada penghujung lelahku, hanya dia yang tercipta.
Tuhan...
Ampunilah jika terkadang saat begini, aku seolah melupakanMu dan tak percaya akan kuasaMu. Hanya saja aku benar-benar lelah Bapa. Bahkan, seseorang tempat mengeluh ini pun tak ada dimuka bumi ini selain padaMu. Aku hanya tak ingin menjadikan beban pikiran bagi orangtua dan keluarga. Aku hanya tak ingin menambah rasa sedih dimata mereka.
Disaat seperti ini, hanya Engkau yang sanggup menjadi penguat. Hanya doa padaMu yang menjadi dasar kekuatanku. Juga, hanya firmanMu yang menjadi sumber pengharapanku. Jikalau aku boleh memohon, sudikah kiranya Engkau memberikanku sosok yang bisa menjadi teman seperjalanan yang berbagi denganku.
Ah.
Sepertinya aku banyak mengeluh tahun ini. Sedihku terlalu banyak. Namun, aku juga bersyukur bahwa aku masih bisa merasakan hal demikian. Engkau masih mempercayakan hal yang bisa aku lewati. Pintaku, teguhkan hatiku. Jangan buat aku tawar hati ya Allah. 😟
#lelah
Selasa, 05 Maret 2019
Hidup bagaikan selembar daun_
Hidup yang kamu jalani tak ubahnya bagaikan selembar daun.
Selembar daun tipis yang diterbangkan oleh angin.
Melayang, terjatuh, dan kembali dibawa angin.
Tak tentu arah
Tak menetap tujuan
Terombang-ambing tak ada haluan
Hidup itu adalah selembar daun.
Yang melekat begitu eratnya pada batangnya
Terkadang, ia bisa begitu lama tinggal bersama.
Terkadang
Ia akan begitu mudah rapuhnya dan terlepas dari batangnya, lalu terjatuh.
Atau
Melayang entah kemana.
Hidup selembar daun,
Ia begitu indah dan menawan
Begitu menyejukkan mata
Tatkala ia tinggal pada pohonnya
Hidup selembar daun,
Ketika ia terlepas pada batangnya
Ketika ia terbawa oleh kencangnya angin kehidupan,
Ia pun menghilang,
Ia melayang,
Membumbung, lalu
Menjauh.
Meninggalkan sang pohon tanpa pamit.
Ia berlari tanpa tujuan
Seolah-olah tanpa rasa takut
Tanpa rasa pilu,
Ia meninggalkan banyak bagian,
Menyisahkan banyak cerita,
Dan
Memberikan banyak tanda.
Ya. Tanda.
Tanda kehidupan
Tanda perjuangan
Tanda kebersamaan
Tanda kesendirian
Tanda kebahagiaan
Tanda penderitaan
Tanda
Tanda
Dan tanda.
Tanda pada jiwa.
Selembar daun yang melayang jauh.
E_
Selembar daun tipis yang diterbangkan oleh angin.
Melayang, terjatuh, dan kembali dibawa angin.
Tak tentu arah
Tak menetap tujuan
Terombang-ambing tak ada haluan
Hidup itu adalah selembar daun.
Yang melekat begitu eratnya pada batangnya
Terkadang, ia bisa begitu lama tinggal bersama.
Terkadang
Ia akan begitu mudah rapuhnya dan terlepas dari batangnya, lalu terjatuh.
Atau
Melayang entah kemana.
Hidup selembar daun,
Ia begitu indah dan menawan
Begitu menyejukkan mata
Tatkala ia tinggal pada pohonnya
Hidup selembar daun,
Ketika ia terlepas pada batangnya
Ketika ia terbawa oleh kencangnya angin kehidupan,
Ia pun menghilang,
Ia melayang,
Membumbung, lalu
Menjauh.
Meninggalkan sang pohon tanpa pamit.
Ia berlari tanpa tujuan
Seolah-olah tanpa rasa takut
Tanpa rasa pilu,
Ia meninggalkan banyak bagian,
Menyisahkan banyak cerita,
Dan
Memberikan banyak tanda.
Ya. Tanda.
Tanda kehidupan
Tanda perjuangan
Tanda kebersamaan
Tanda kesendirian
Tanda kebahagiaan
Tanda penderitaan
Tanda
Tanda
Dan tanda.
Tanda pada jiwa.
Selembar daun yang melayang jauh.
E_
Minggu, 03 Maret 2019
Kenangan di sudut kampus_
Dedaunan bertebaran dimana-mana. Barangkali, ini pertanda bahwa musim telah menerpa berkali-kali pada setiap pepohonan yang berdiri tegak dengan kokohnya itu. Musim yang entah keberapa, saat kami masih duduk membagikan cerita dan kisah masing-masing di bangku panjang itu. Sejenak anganku kembali pada masa dimana kami bercerita dan bertemu berdua untuk pertama kalinya. Ya. Kampus tercinta menjadi saksi abadi, bagaimana awal cerita itu kami perankan dengan apiknya, meski ujung dan akhir cerita belum terlihat jelas bagaimana dan kapan.
Hawanya masih sejuk. Sama seperti ketika tatap kami bertemu satu sama lainnya kala itu. Aku menunggunya. Selang beberapa waktu dengan gayanya yang sederhana, ia menghampiriku dengan tak lupa senyum menghiasi wajahnya. Senyum yang menjadi sapa penuh berjuta makna. Dan, satu hal yang tak pernah terlupakan, salam yang selalu menjadi pembuka kata. Kami berjabat tangan sembari menanyakan kabar. Ah, waktu itu sangat cepat berlalu.
Awalnya, ia hanya mengajakku bertemu untuk sharing mengenai kegiatan di gerejanya. Dia anak pelayanan. Seseorang yang aku tahu begitu aktif melayani. Yah, hal ini pula sebenarnya yang membuatku sangat menyukainya. Seperti apa yang aku doakan mengenai sosok yang cinta Tuhan, ada pada dirinya. Selain, kriteria lainnya ia juga penuhi, yakni orang Nias, satu suku denganku. Entah mengapa, sampai saat ini aku masih menomorsatukan hal ini. Meski beberapa insan sangat menyukai pribadiku, dan aku juga sama, namun aku akan tetap bertahan pada kriteria ini. Aku hanya tak ingin hubungan itu memberatkan kedua keluarga jika dipenuhi perbedaan suku. Lalu, aku mencari aman dengan kriteria cinta Tuhan dan satu suku.
Percakapan kami mengalir begitu saja. Aku merasakan kami memiliki kecocokan beberapa hal. Dia juga termasuk orang yang sopan dan tutur katanya baik. Beberapa kali aku menyaksikan tingkahnya, yah. Dia cukup sabar dan penuh penguasaan diri. Huh. Semakin lama, hanya kebaikan yang aku lihat. Tapi, sepertinya kami memiliki karakter yang sama. Melankolis. Hal ini sebenarnya sangat baik, artinya dia dan aku bisa merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku khawatir, kesamaan ini juga akan menjadi hambatan, jika kami tak bisa berkomunikasi dengan baik. Karena sifat melankolis yang sama, orang demikian akan sangat sulit mengungkapkan apa yang dia rasakan secara langsung. Kemungkinan hanya akan ada saling menunggu dan menduga-duga, dan pada akhirnya yang aku takutkan hubungan akan berakhir karena selalu salah persepsi diantara keduanya.
Kembali aku layangkan pandang di sudut berbeda di kampus itu. Masih saja, bayangnya hadir. Bayangnya muncul dengan senyum khasnya yang menyapa. Yah, aku masih sangat ingat waktu itu dia sedang berjalan-jalan dengan temannya, lalu kami berpapasan. Ia menyapa sembari sedikit menggodaku waktu itu. Hanya saja aku yang masih menutup diri waktu itu masih sangat malu dan enggan berucap sepatah katapun. Hanya senyum yang terlontar menunjukkan responku yang entah dia anggap apa. Lalu, waktu itu pun berlalu. Cerita berakhir.
Juga aku masih ingat beberapa hal yang dia lakukan. Meski aku tak berani menyampaikannya kini. Aku sedang berharap Tuhan memberikan kesempatan untuk kami kembali bercerita berdua tanpa batas. Seperti kala itu ketika waktu dan jarak bukan menjadi penghalang. Kami sangat begitu dekatnya. Kami tidak dibatasi oleh waktu dan jarak yang membentang seperti sekarang ini. Dengan bebasnya kami saling memahami satu sama lainnya. Ada yang aku sadari bahwa tidak semua hal bisa tercurah lewat media. Hanya pertemuan dan rasa aman yang menjadikan suatu relasi bisa berlangsung. Ah. Lagi-lagi seandainya waktu bisa diulang. Namun, takkan pernah aku sesali segala yang pernah terjadi. Setidaknya, itulah waktu dan perkenalan yang Sang Pencipta Izinkan untuk kami bersama dan berbagi. Mungkin suatu saat nanti kami akan kembali melanjutkan cerita yang sama. Barangkali dengan orang yang sama ataupun dengan orang yang berbeda.
#Kampus
#our history
Hawanya masih sejuk. Sama seperti ketika tatap kami bertemu satu sama lainnya kala itu. Aku menunggunya. Selang beberapa waktu dengan gayanya yang sederhana, ia menghampiriku dengan tak lupa senyum menghiasi wajahnya. Senyum yang menjadi sapa penuh berjuta makna. Dan, satu hal yang tak pernah terlupakan, salam yang selalu menjadi pembuka kata. Kami berjabat tangan sembari menanyakan kabar. Ah, waktu itu sangat cepat berlalu.
Awalnya, ia hanya mengajakku bertemu untuk sharing mengenai kegiatan di gerejanya. Dia anak pelayanan. Seseorang yang aku tahu begitu aktif melayani. Yah, hal ini pula sebenarnya yang membuatku sangat menyukainya. Seperti apa yang aku doakan mengenai sosok yang cinta Tuhan, ada pada dirinya. Selain, kriteria lainnya ia juga penuhi, yakni orang Nias, satu suku denganku. Entah mengapa, sampai saat ini aku masih menomorsatukan hal ini. Meski beberapa insan sangat menyukai pribadiku, dan aku juga sama, namun aku akan tetap bertahan pada kriteria ini. Aku hanya tak ingin hubungan itu memberatkan kedua keluarga jika dipenuhi perbedaan suku. Lalu, aku mencari aman dengan kriteria cinta Tuhan dan satu suku.
Percakapan kami mengalir begitu saja. Aku merasakan kami memiliki kecocokan beberapa hal. Dia juga termasuk orang yang sopan dan tutur katanya baik. Beberapa kali aku menyaksikan tingkahnya, yah. Dia cukup sabar dan penuh penguasaan diri. Huh. Semakin lama, hanya kebaikan yang aku lihat. Tapi, sepertinya kami memiliki karakter yang sama. Melankolis. Hal ini sebenarnya sangat baik, artinya dia dan aku bisa merasakan hal yang sama. Hanya saja, aku khawatir, kesamaan ini juga akan menjadi hambatan, jika kami tak bisa berkomunikasi dengan baik. Karena sifat melankolis yang sama, orang demikian akan sangat sulit mengungkapkan apa yang dia rasakan secara langsung. Kemungkinan hanya akan ada saling menunggu dan menduga-duga, dan pada akhirnya yang aku takutkan hubungan akan berakhir karena selalu salah persepsi diantara keduanya.
Kembali aku layangkan pandang di sudut berbeda di kampus itu. Masih saja, bayangnya hadir. Bayangnya muncul dengan senyum khasnya yang menyapa. Yah, aku masih sangat ingat waktu itu dia sedang berjalan-jalan dengan temannya, lalu kami berpapasan. Ia menyapa sembari sedikit menggodaku waktu itu. Hanya saja aku yang masih menutup diri waktu itu masih sangat malu dan enggan berucap sepatah katapun. Hanya senyum yang terlontar menunjukkan responku yang entah dia anggap apa. Lalu, waktu itu pun berlalu. Cerita berakhir.
Juga aku masih ingat beberapa hal yang dia lakukan. Meski aku tak berani menyampaikannya kini. Aku sedang berharap Tuhan memberikan kesempatan untuk kami kembali bercerita berdua tanpa batas. Seperti kala itu ketika waktu dan jarak bukan menjadi penghalang. Kami sangat begitu dekatnya. Kami tidak dibatasi oleh waktu dan jarak yang membentang seperti sekarang ini. Dengan bebasnya kami saling memahami satu sama lainnya. Ada yang aku sadari bahwa tidak semua hal bisa tercurah lewat media. Hanya pertemuan dan rasa aman yang menjadikan suatu relasi bisa berlangsung. Ah. Lagi-lagi seandainya waktu bisa diulang. Namun, takkan pernah aku sesali segala yang pernah terjadi. Setidaknya, itulah waktu dan perkenalan yang Sang Pencipta Izinkan untuk kami bersama dan berbagi. Mungkin suatu saat nanti kami akan kembali melanjutkan cerita yang sama. Barangkali dengan orang yang sama ataupun dengan orang yang berbeda.
#Kampus
#our history
Jumat, 01 Maret 2019
Doa_
Dulu, ada beberapa kali secara pribadi, aku merasakan dan melihat langsung pekerjaan tangan Tuhan yang nyata ia tunjukkan dihadapanku. Perihal keluarga, pekerjaan, teman hidup, dan masa depan.
Doa.
Ada yang baru kusadari hingga kini, mengapa Tuhan selalu memberi apa yang aku doakan dengan terlebih dahulu membuat aku menangis dan merasa sendiri hingga tak mampu.
"Itu karena DIA sangat mengasihiku".
IA, sangat mengenali aku. IA tahu karakterku melebihi aku. IA tahu aku dan isi pikiran dan juga hatiku, gerak-gerikku dan masa depan bahkan masa laluku. IA tak pernah sedetikpun melupakan aku. IA tahu bahwa keintimanku dengan-NYA akan ada saat aku jatuh dan benar-benar IA letakkan pada dasar kesedihan, karena dari situlah muncul kesungguhan dan iman percaya untuk meminta dalam doa dengan penuh ucapan syukur.
Selalu IA taruh aku pada kesempatan yang sangat terlihat mustahil. Hingga aku benar-benar menyerah dan meminta. Tapi pada akhirnya IA berikan terlebih dari apa yang aku harapkan. IA berikan terlebih dari yang biasa saja. Itulah Allahku. IA bentuk dan memahami aku sedemikian rupa. Aku juga yakin, kamu juga begitu.
#jangan menyerah
#tetap berdoa
#tetap percaya
"Itu karena DIA sangat mengasihiku".
IA, sangat mengenali aku. IA tahu karakterku melebihi aku. IA tahu aku dan isi pikiran dan juga hatiku, gerak-gerikku dan masa depan bahkan masa laluku. IA tak pernah sedetikpun melupakan aku. IA tahu bahwa keintimanku dengan-NYA akan ada saat aku jatuh dan benar-benar IA letakkan pada dasar kesedihan, karena dari situlah muncul kesungguhan dan iman percaya untuk meminta dalam doa dengan penuh ucapan syukur.
Selalu IA taruh aku pada kesempatan yang sangat terlihat mustahil. Hingga aku benar-benar menyerah dan meminta. Tapi pada akhirnya IA berikan terlebih dari apa yang aku harapkan. IA berikan terlebih dari yang biasa saja. Itulah Allahku. IA bentuk dan memahami aku sedemikian rupa. Aku juga yakin, kamu juga begitu.
#jangan menyerah
#tetap berdoa
#tetap percaya
Aku telah mengiklaskan mu_
Bagai dunia runtuh seketika. Air mata membanjiri peraduanku setiap malam. Bahkan, saat siang, sore dan pagi pun, terkadang aku tak hentinya menangisi perpisahan yang tak diinginkan itu. Entah mengapa, perasaanku sangat kacau dan hatiku bagai jatuh dan hancur berkeping-keping. Tidak ada semangat, apalagi harapan pada kisah yang tiba-tiba lenyap pada waktu.
Tidak ada yang dapat kuperbuat. Bahkan untuk membuka mata ini saja begitu berat. Rasa tidak percaya. Rasa kecewa pada semua orang dan kesempatan yang pernah hadir. Bilakah kisah itu kembali? Akankah bisa diperbaiki segala kekurangannya? Ah, mustahil.
Air mata terus membanjiri dan menanak sungai bak gelombang samudra yang menghantam hati. Setiap mengingatnya, ada rasa nyeri pada hatiku, lalu air mata hadir menemani.
Untuk beberapa bulan aku tak hentinya begitu, namun waktu demi waktu sakitnya tak begitu deras seperti di awal luka itu hadir. Setiap waktu yang bergulir, ada kenangan yang terlintas. Bukan perihal sulit melupakan rasa sayang, hanya saja sangat sulit menghilangkan kebiasaan yang pernah ada bersama dengan berbagai harapan yang telah terbangun pada proses penerimaan dan belajar nyaman yang tak singkat. Air mata, canda tawa dan bahagia pernah membungkusnya.
Tepat hari ini, aku telah memperoleh rekor terbaik dalam kisahku. Kini perjalanan yang pahit dan pembelajaran yang meneguhkan itu menjadikanku seorang yang kuat. Sedikit terbiasa pada hati dan dikecewakan bahkan ditinggalkan. Sedikit mampu menahan rasa agar tak begitu mudahnya menaruh harap pada seseorang sampai benar-benar dijadikan satu. Lebih kuat menahan air mata dengan sikap tegar mampu berdiri meski gemetar karena keputusan mengakhiri mereka, lebih tegar menahan air mata dan gemuruh kehancuran di hati agar mereka tak melihat pedihnya menjadi aku.
Ya.
Kini kenangan tetaplah hanya kenangan.
Kini masa lalu tetaplah hanya masa yang telah berlalu.
Sekarang, meski hadir di depan mata, meski ada kehadiran yang menguak masa lalu, tapi tak kan sama lagi prosesnya.
Karena,
Takkan mungkin waktu yang telah lalu kembali terulang dan sama prosesnya. Yang aku rasakan, kini aku begitu bahagia. Menikmati proses menunggu yang terakhir dengan memperbaiki diri lebih baik, hingga IA beri dia pada waktu-NYA.
Aku telah mengiklaskan segalanya.
Aku telah berubah, dan tak lagi sama.
Aku adalah aku pada aku diwaktunya aku.
Dan,
Menjalani suatu masa bukan perihal lamanya, tetapi keberjuangan berdua dimulai dari nol.
Tidak ada yang dapat kuperbuat. Bahkan untuk membuka mata ini saja begitu berat. Rasa tidak percaya. Rasa kecewa pada semua orang dan kesempatan yang pernah hadir. Bilakah kisah itu kembali? Akankah bisa diperbaiki segala kekurangannya? Ah, mustahil.
Air mata terus membanjiri dan menanak sungai bak gelombang samudra yang menghantam hati. Setiap mengingatnya, ada rasa nyeri pada hatiku, lalu air mata hadir menemani.
Untuk beberapa bulan aku tak hentinya begitu, namun waktu demi waktu sakitnya tak begitu deras seperti di awal luka itu hadir. Setiap waktu yang bergulir, ada kenangan yang terlintas. Bukan perihal sulit melupakan rasa sayang, hanya saja sangat sulit menghilangkan kebiasaan yang pernah ada bersama dengan berbagai harapan yang telah terbangun pada proses penerimaan dan belajar nyaman yang tak singkat. Air mata, canda tawa dan bahagia pernah membungkusnya.
Tepat hari ini, aku telah memperoleh rekor terbaik dalam kisahku. Kini perjalanan yang pahit dan pembelajaran yang meneguhkan itu menjadikanku seorang yang kuat. Sedikit terbiasa pada hati dan dikecewakan bahkan ditinggalkan. Sedikit mampu menahan rasa agar tak begitu mudahnya menaruh harap pada seseorang sampai benar-benar dijadikan satu. Lebih kuat menahan air mata dengan sikap tegar mampu berdiri meski gemetar karena keputusan mengakhiri mereka, lebih tegar menahan air mata dan gemuruh kehancuran di hati agar mereka tak melihat pedihnya menjadi aku.
Ya.
Kini kenangan tetaplah hanya kenangan.
Kini masa lalu tetaplah hanya masa yang telah berlalu.
Sekarang, meski hadir di depan mata, meski ada kehadiran yang menguak masa lalu, tapi tak kan sama lagi prosesnya.
Karena,
Takkan mungkin waktu yang telah lalu kembali terulang dan sama prosesnya. Yang aku rasakan, kini aku begitu bahagia. Menikmati proses menunggu yang terakhir dengan memperbaiki diri lebih baik, hingga IA beri dia pada waktu-NYA.
Aku telah mengiklaskan segalanya.
Aku telah berubah, dan tak lagi sama.
Aku adalah aku pada aku diwaktunya aku.
Dan,
Menjalani suatu masa bukan perihal lamanya, tetapi keberjuangan berdua dimulai dari nol.
- #Tidak sama lagi
Langganan:
Postingan (Atom)