Minggu, 28 Juni 2015

Sejarah Aksara Arab Melayu

Aksara Jadi, atau lebih akrab di telinga orang Melayu dengan sebutan aksara Arab Melayu adalah modifikasi aksara Arab yang disesuaikan dengan bahasa Melayu di seantero Nusantara yang silam. Munculnya akasara ini merupakan akibat dari pengaruh budaya Islam yang lebih dulu masuk dibandingkan pengaruh budaya Eropa pada zaman kolonialisme. Aksara ini dikenal sejak zaman kerajaan Samudera Pasai, Kerajaan Malaka hingga Riau.
Berbicara tentang huruf atau aksara Arab Melayu yang dipergunakan sebagai skrip untuk bahasa Melayu di kawasan Asia Tenggara. Berarti bermula dari pembicaraan tentang peranan bahasa Arab sebagai komunikasi 150 juta orang Asia Barat dan Afrika Utara yang terdiri dari 22 negara (Liga Negara-negara Arab).
Di bawah payung agama Islam, bahasa Arab mempengaruhi sekaligus turut menentukan perkembangan bahasa Persia, Turki, Urdu, Melayu, Hausa, dan Sawahili. Bahasa Arab menyumbang menyumbang 40-60 persen kosa kata untuk bahasa tersebut. Atas dasar itu dapat dipertegas bahwa bahasa Arab merupakan bahasa religius 1 miliar muslim di seluruh dunia, yang diucapkan dalam ibadah sehari-hari. Bahasa ini pulalah menjadi julangan bahasa kebudayaan Islam yang diajarkan pada beribu-ribu sekolah di luar dunia Arab, mulai dari Segenal sampai Filifina dan dari daerah Balkan sampai ke Madagaskar.
Dalam hubungannya dengan dunia Melayu, khususnya Indonesia, di tengah warisan kebudayaan Indonesia masa lalu, yang dapat ditelusuri melalui naskah-naskah menunjukkan kuatnya pengaruh bahasa dan tulisan Arab. Kekayaan naskah itu mempunyai dimensi dan makna yang jauh lebih luas. Karena merupakan hasil tradisi yang melibatkan berbagai keterampilan sikap budaya orang Indonesia. Berbagai sitem tulisan yang dipakai di Indonesia sepanjang sejarah, baik tulisan tipe India, Arab, dan Latin, masih kabur sejarahnya. Sebagai contoh, belum diketahui secara jelas sejarah perkembangan dan penyebaran tulisan Arab Melayu (Pegon dalam istilah Jawa dan Jawo menurut istilah Aceh). Salah satu bahasa lokal yang paling banyak menerima pengaruh bahasa Arab, khususnya pada peristilahan dan aksara, adalah bahasa Melayu, yang kemudian diangkat menjadi bahasa nasional (Indonesia, Malaysia, Brunei).
Dalam https://adedharmawi.wordpress.com/2009/06/22/riau-negeri-shahibul-kitab/ dikatakan bahwa sejarah dan perkembangan aksara Arab Melayu di Nusantara berkisar antara tahun 1930-an sampai menjelang tahun 1980-an. Menghadapi gejala yang memprihatinkan ini, kerajaan Malaysia melalui Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan mengeluarkan kebijakan politik budaya menghidupkan dan mengembangkan kembali keberadaan aksara Arab Melayu (Jawi) secara nasional. Sedangkan di Indonesia pada rentang tahun yang sama mengalami kemunduran yang sangat mengkhawatirkan bahkan berada pada garis menuju kepunahan. Kalaupun ada buku-buku beraksara Arab Melayu yang beredar di Indonesia pada masa ini hanyalah sisa hasil cetakan lama dari penerbit/ percetakan seperti Al-Idrus (Jakarta; Maktabah wa Mathbaah Karya Thoha Putra, (Semarang), Maktabah wa Mathbaah Salim Nahban, Maktabah Muhammadiyah bin Ahmad bin Naharwa Auladuh, (Surabaya), Pondok Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah. Pondok Pesantren Darus Salam Martapura, Toko Buku Amanah, Toko Buku Murdani (Banjarmasin), dan lain-lain.
Tulisan Arab Melayu Di Provinsi Riau
Tulisan Arab Melayu merupakan huruf Arab yang di robah bunyinya kedalam bahasa Arab Melayu. Tulisan Arab Melayu di bagian Sumatera itu tidak sama namanya dengan tulisan Arab Melayu dengan yang ada di Jawa, karena di Jawa yang Arab Melayu di sebut Begon sedangkan kalau di Sumatera di kenal dengan Arab Melayu. Mengenai tulisan Arab pernah di bicarakan oleh Othman Mohd Yatim yang mengatakan bahwa diantara sumbangan Islam yang besar bagi rakyat kepulauan Melayu Indonesia ialah dampaknya kepada perkembangan bahasa Melayu. Dengan kemajuan Islam dan konsekwensinya kerajaan-kerajaan Melayu menganut agama Islam maka tulisan Arab dan tulisan Jawi dikenalkan dan diterima oleh orang Melayu sebagai media penulisan bahasa Melayu.
            Dari apa yang di katakana oleh Mohd Yatim di atas dapat kita ketahui bahwa tulisan Arab Melayu telah lama ada dalam khasanah kebudayaan Melayu yang diperkirakan sekitar abad ke 10 Masehi atau 3 Hijrah hingga kemasa kini dan ia berasal dari pada tulisan Arab. Keberadaan tulisan Arab Melayu di Nusantara identik dengan penyebaran Islam ke daerah melayu. Memang pada saat Islam menguasia daerah perdangan itu bahasa Arab Melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar atau bahasa resmi Nusantara.
Bukti kongkrit dari tulisan Arab Melayu ini adalah dengan di temukannya Batu Bersurat yang di buat pada tahun 1303 atau abad 14 di Terengganu. Isi tulisan dari Batu Bersurat yang berbahasa Arab Melayu ini adalah menyatakan bahwa prasasti Tamra ini ditempatkan di Benua Terengganu atas perintah Seri Paduka pada hari Jum’at pertama 4 Rajab tahun Saratan Baginda Rasul Allah tujuh ratus dua (Jum’at, 4 Rajab 702 atau Jum’at 22 Februari 1303). Sedangkan bukti yang kedua adalah di temukannya syair tentang keislaman yang di tulis dalam bahasa Arab Melayu pada tahun 1310 abad 14 di masa kekhalifahan Samudera Pasai dan kekhalifanhan Islam di Semenanjung Malaka.
Pengaruh tulisan Arab Melayu ini semakin berkembang pada masa kerajaan Aceh Darussalam pada masa pemerintahan Sultan Alauddin Ri’ayat Syah (1589-1604 M) dan masa puncaknya pada masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Perkembangan ini nampak betul pada abad ke 17 dimana dengan adanya ulama yang menyebarkan agama Islam di Nusantara sehingga seluruh wilayah Indonesia mempunyai naskah yang berbahasa Arab Melayu.
Di daerah Aceh itu ada pemikir ahli agama dan sastrawan yang terkenal seperti Hamzah Fansuri dengan karangannya Syarab al-Asyikin, Asra al-Arifin dan Al-Muntahi, Kitab Syarab al-Asyikin (minuman orang Birahi) di angap karyanya yang paling pertama dan sekaligus di tulis dalam bahasa Melayu. Sedangkan ulama yang terkenal di Aceh dalam menulis  naskah yang berbahasa Arab Melayu adalah Syamsuddin Al-Sumatrani, Al- Singkili dan sastrawan lainnya. Bahkan Hamzah Fansuri pernah mengatakan bahwa ia banyak menerjemahkan kitab-kitab dalam bahasa Arab dan Persia ke dalam bahasa Arab Melayu untuk bangsanya yang tidak mengenal bahasa Arab dan Persia. Selain di Aceh ada juga ulama-ulama palembang seperti Syihabuddin, Kemas Fakhruddin, Muhammad Muhyiddin, Kemas Muhammad, dan yang paling menonjol adalah ‘Abdussamad Al-Palimbani dengan karyanya dalam bahasa Melayu ialah Zuhrat Al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid yang membahas tentang logika.
Selanjutnya perkembangan aksara Arab Melayu dapat di lihat di berbagai daerah di Nusantara seperti Jawa, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Persebaran ini di lakukan oleh ulama-ulama yang merupakan penulis kitab-kitab yang berbahasakan Arab Melayu ini biasanya berbentuk naskah yang sebagaimana masih ada sebahagian dapat kita jumpai pada zaman yang modren ini. Sedangkan tulisan pada naskah di Nusantara pada umumnya berbentuk huruf Sulus, Naskhi dan Nasta’liq.
Sementara di daerah Provinsi Riau juga ada tulisan Arab Melayu yang berpusat di Pulau Penyengat sejak abad 18-19 M. Tokoh yang terkenal diantaranya adalah Engku Haji Ahmad, dan putranya yang bernama Ali Haji. Adapun karyanya adalah Sair Hukum Nikah, Syair Hukum Fara’id dan lain sebagainya. Raja Ali Haji juga membuat karya tulis yang bersifat panduan untuk raja-raja di bidang ketatanegaraan dan nasehat seperti Samarat Al-Muhimmah Diyafah lil-‘umara wal-Kubara li Ahlil-Mahkmah, Syair Nasihat, dan Gurindam Dua Belas.
Selain Raja Ali Haji dan ayahnya Engku Haji Ahmad ada pengarang yang terkenal diantaranya Raja Daud bin Raja Ahmad yang mengarang Syair Pangeran Syarif Hasyim dan Encik Kamariah yang menulis tentang Syair Sultan Mahmud di Lingga.
Memanglah tidak lengkap rasanya kalau kita berbicara tentang tulisan Arab Melayu di Provinsi Riau tampa menyebutkan seorang intelek yang terkenal sampai penjuru dunia karena karya-karyanya. Dialah Raja Ali Haji yang bernama lengkap Tengku Haji Ali al-Haj bin Tengku Haji Ahmad bin Raja Haji Asy-Syahidu fi Sabilillah bin Upu Daeng Celak ini dilahirkan pada tahun 1808 di Pulau Penyengat pusat Kesultanan Riau-Lingga (kini masuk dalam wilayah Kepulauan Riau, Indonesia). Sekilas tentang Pulau Penyengat. Dalam buku-buku Belanda, pulau kecilini disebut Mars. Menurut masyarakat setempat, nama pujian-pujian dari pulau ini adalah Indera Sakti. Di pulau ini banyak terlahir karya-karya sastra dan budaya Melayu yang ditulis oleh tokoh-tokoh Melayu sepanjang abad ke-19.
Jadi dapat kita lihat bahwa pada masa Kesultan Raja Ali Haji tulisan Arab Melayu telah melekat pada dirinya itu didasarakan dengan hasil karyanya yang banyak kita jumpai dalam bentuk naskah yang mengunakan bahasa Arab Melayu. Memang kalau kita lihat keluarga dari Raja Ali Haji ini merupakan keluarga yang terdiri dari orang-orang terpelajar dan suka dengan dunia tulis-menulis. Anggota keluarganya yang pernah menghasilkan karya adalah Raja Ahmad Engku Haji Tua, Raja Ali Haji, Raja Haji Daud, Raja Salehah, Raja Abdul Mutallib, Raja Kalsum, Raja Safiah, Raja Sulaiman, Raja Hasan, Hitam Khalid, Aisyah Sulaiman, Raja Ahmad Tabib, Raja Haji Umar, dan Abu Muhammad Adnan. 
Raja Ali Haji meninggal dunia di Riau pada sekitar tahun 1873. Beliau ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan negara pada tahun 2006. Adapun karnya dari Raj Ali Haji adalah sebagai berikut:
1. Salasilah Melayu dan Bugis (1890)
2. Tuhfat al-Nafis (1865)
3. Bustanul-Katibin
4. Kitab Pengetahuan Bahasa
5. Gurindam Dua Belas
6. Syair Siti Shianah
7. Syair Suluh Pegawai
8. Syair Hukum Nikah
9. Syair Sultan Abdul Muluk.
Tulisan Arab Melayu ini mulai meredup saat pada masa Kolonial Belanda datang ke Nusatara pada tahun 1595 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman. Hal ini lah menyebabkan tulisan Arab Melayu di Provinsi Riau khususnya juga meredup apa lagi pada abad 19 Belanda melakukan penjajahan terhadap dareah jajahannnya ini di tandai dengan berakhirnya VOC.
Pada masa Kolonial Belanda keadaan tulisan Arab Melayu mulai tersingkirkan ini di mulai pada tahun 1960 an yang setiap orang di tuntut untuk mampu membaca huruf Latin. Sehingga semua kitab pelajaran pada sekolah pribumi baik yang umum, Madrasyah dan Pasentern mulai dirambah oleh tulisan Latin yang merupakan aksara dari bangsa Eropa yang di bawah Belanda ke Nusantara. Di tambah lagi pada tahun 1980 an keberadaan tulisan Arab Melayu secara nasional seakan dijajah oleh adanya pemberantasan dalam menghilangkan aksara Arab Melayu dan beralih ke bahasa Latin. Sehingga seluruh masyarakat diajarkan memabca huruf Latin dan jika ada yang tidak bisa bahasa Latin maka mereka di cap sebagai orang yang buta aksara sekalipun mereka lancar dalam berbahasa Arab Melayu. Artinya pada masa itu (Kolonial) kita itu di wajibkan untuk berbahasa Latin dan tidak mengakui lagi bahwa aksara Arab Melayu sebagai bahasa bangsa kita sendiri yang mana telah melekat pada masyarakat kita.
Contoh yang kongkrit mengenai meredupnya aksara Arab Melayu pada masa Kolonial Belanda dapat kita lihat dengan adanya penulisan sejarah yang di lakukan dari pihak Belanda yang mengunakan aksara Latin. Di mana Belanda memandang bahwa masyarakat Indonesia ini adalah masyarakat yang suka memberontak terhap pemerintahan belanda. Kenapa Belanda mengatakan demikian karena Belanda pada saat itu yang berkuasa sehingga apa yang baik saja di tuliskan saat belanda menjajah Nusantara. Sedangkan dari pandangan masyarakat Indonesia pemerintahan Belanda adalah orang yang kafir sehingga terjadi perperangan antara Belanda dan masyarakat Indnesia.
Begitu besar pengaruh tulisan Latin yang sehingga meredupkan tulisan Arab Melayu, hal ini dapat kita lihat dimana semua sumber tentang Nusantara itu banyak terdapat di Belanda dan kalau seorang sejarahwan ingin menulis sejarah tentang Nusantara itu pasti sumbernya banyak dari bangsa Belanda yang mengunakan aksara latin. Bahkan pengaruh aksara latin itu masih kita lakukan seperti yang kita baca sekarang adalah mengunakan aksara latin. Koran-koran, majalah-majalah, buku-buku ilmiah, puisi-puisi, surat-surat, dan lain sebagainya itu di masa sekarang telah mengunakan aksara latin. Satu lagi pengaruh aksara latin yang dibawah Belanda adalah kita seorang mahasiwa jurasan sejarah itu harus belajar Bahasa Belanda khusunya bagi jurusan sejarah kosentrasi Indonesia dan Asia Tenggara.
Kalau kita di Provinsi Riau pada dewasa ini tulisan Arab Melayu juga tidak begitu di kenal lagi. Bahkan sebagian masyarakat tidak bisa membaca huruf Melayu dan bahkan mereka tidak tahu kalau seprti ini huruf Arab Melayu yang sama denga hruf Arab, Cuma mereka tahu kalau seprti ini adalah huruf Arab. Sedangkan di sekolah-sekolah Pasentren yang lebih kuat agamanya tidak lagi belajar tulisan yang berbahasa Arab Melayu mereka hanya belajar bahasa Arab seperi kitab gundul, nahu, dan kitab kuning apalagi di sekolah umum. Wajar saja kalau generasi sekarang khusunya pemuda-pemudi tidak pandai berbahasa Arab Melayu bahkan ada juga yang tidak pandai membaca Al-Qur’an. Disini kita bisa menyalah siapa yang salah baik itu dari pihak pemerintah maupun masyarakat biasa, yang pasti itu merupakan keselahan kita semua. Kenapa bahasa khas Nusantara kita yaitu bahasa Arab Melayu kita hilangkan. Apakah dengan berkembangnya zaman tulisan aksara Arab Melayu ini tidak dapat mengikuti perkembangan zaman. Kalau kita lihat tidak juga ketinggal dalam bentuk penulisan bahkan dengan adanya penulisan Arab Melayu ini itu sangat membantu kita dalam membaca ayat-ayat suci Al-qur’an dan juga memberikan kita pahala karena kita selalu menulis dengan mengunakan huruf-huruf yang di turunkan Allah SWT.
Cuma di sini kita berharap kepada pemerintah yang selaku mengatur masyarakat, selaku orang yang dahululan selangkah, dan seperti orang yang tinggi seranting untuk sesuatu hal yang baik dan bermanfaat baik dunia dan akhirat. Mudahan dimasa yang akan datang masyarakat Riau dan Indonesia umumnya bisa lagi memahami aksara Arab Melayu yang mungkin selama ini telah kita tinggalkan. Semoga di hari kedepan seluruh anak bangsa tidak lagi mengetahui aksara Arab Melayu apa lagi tidak bisa membaca al-Qur’an. Juga supaya generasi bangsa ini bisa mengetahui bagaimana sejarah bangsa ini di masa dahulu, bagaimana perjuangan umat Islam pada masa dahulu dan masuk Islam kenusantara ini.
Meski di sebagian daerah di Nusantara di daerah Provinsi Riau khususnya bahasa Arab melayu ini memang sudah mulai menghilang. Meski sebagain daerah di Riau tidak lagi mengenal Arab Melayu namun juga ada daerah yang masih memakai bahasa Arab Melayu. Pemakian ini memang masih ada tetapi tidak di gunakan lagi dalam pembuatan naskah-naskah tetapi banyak digunakan dalam naman-nama jalan yang di tuliskan di papan. Ada juga pengunaan bahasa Arab Melayu itu di gunakan untuk nama bangunan seperti Rumah Sakit, Deperteman Agama dan lain seabagainya. Untuk lebih jelas bahwa pengunaan bahasa Arab melayu di daerah Riau masih di gunakan walau sangat minim.             
Sedangkan kalau kita lihat fungsi tulisan Arab Melayu pada masa dahulu adalah sebagai berikut:
a.  Fungsi pengunaan bahasa Melayu di Indonesia yaitu dalam perdagangan sehingga bahasa Melayu menjadu Lingua Franca.
b.  Fungsinya dalam bidang keagamaan itu terbukti dari banyaknya naskah-naskah Melayu yang isinya mengenai Fikih, Syariat, Tasawuf Atau Suluk, Teologi, Tafsir, Ilmu Falak,dan lain sebagainya.
c.  Berfungsi untuk melakukan perjanjian-perjanjian antara kerajan-kerajan Islam dengan negara asing seperti Eropa. Hal ini terbukti dengan banyaknya surat menyurat, contohnya surat Sulatan Aceh yaitu Sutan Alaudiin Ri’ayat Syah tahun 1602 kepada Harry Middleton dan Sultan Iskandar Muda tahun 1615 keapad Raja James I. Juga Sultan Abu Hayat dari Ternate kepada Raja Portugal tahun 1521.
d.         Dalam pembuatan Undang-Undang itu banyak terdapat naskah-naskah Melayu seperti Undang-Undang Minang Kabau, dan Undang-Undang Sultan Adam.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


SEKOLAH                            : SMA N 2 Pekanbaru
MATA PELAJARAN          : Bahasa Indonesia
KELAS/SEMESTER           : XI/2
ALOKASI WAKTU                        : 1 X 45 Menit (1 x Pertemuan)


 I.            STANDAR KOMPETENSI :
Mendengar : Peran aktor dalam sebuah drama  
 II.         KOMPETENSI DASAR :
Aktor yang baik
 III.      INDIKATOR PENCAPAIAN KOMPETENSI:
1.      Memahami apa itu aktor
2.      Memahami perwatakan aktor yang baik
3.      Memahami dialog (pengucapan) aktor yang baik
4.      Memahami laku (gerak) aktor yang baik
5.      Memahami penguasaan pentas oleh aktor yang baik

 IV.      TUJUAN PEMBELAJARAN :
1.        Siswa memahami apa itu aktor.
2.        Siswa memahami perwatakan aktor yang baik
3.        Siswa memahami dialog (pengucapan) aktor yang baik
4.        Siswa memahami laku (gerak) aktor yang baik
5.        Siswa memahami penguasaan pentas oleh aktor yang baik

Karakter Siswa yang diharapkan:
F   Bersahabat/ komunikatif
F   Berjiwa kritis
F   Kreatif
F   Berani
F   Percaya diri
F   Berjiwa pemimpin
F   Lapang dada
F   Bertanggung jawab
F   Sopan
 V.         MATERI PEMBELAJARAN :
·      Aktor yang Baik

 VI.      METODE DAN MODEL PEMBELAJARAN :
6.1  METODE
§  Ceramah
§  penugasan
§  Diskusi
§  Tanya Jawab
§  Demonstrasi
6.2  MODEL
§  Pembelajaran Langsung
§  Diskusi Think – Pair – Share

 VII.   LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN :
         Kegiatan Awal   :
F Guru mengkondisikan kelas
F Guru melaksanakan kegiatan Apersepsi
F Guru menyampaikan Tujuan Pembelajaran hari ini.
F Guru melakukan kegiatan motivasi

Kegiatan Inti      :
Eksplorasi
Pengajaran Langsung
·       Siswa memahami penjelasan guru mengenai aktor
·       Siswa memahami penjelasan guru mengenai perwatakan seorang aktor yang baik.
·       Siswa memahami penjelasan guru mengenai dialog (pengucapan) seorang aktor yang baik.
·       Siswa memahami penjelasan guru mengenai laku (gerak) seorang aktor yang baik.
·       Siswa memahami penjelasan guru mengenai penguasaan pentas oleh aktor yang baik.

Elaborasi
Diskusi Think – Pair – Share
·       Siswa dengan bimbingan guru dibentuk menjadi empat kelompok.
·       Siswa menerima lembaran naskah drama dan mendiskusikan mengenai perwatakan, dialog, laku atau penguasaan pentas yang sudah di bagikan guru sesuai dengan tugas kelompok masing-masing.
·       Perwakilan setiap kelompok mempraktikkan perwatakan, dialog, laku (gerak) atau penguasaan pentas sesuai dengan tugas kelompok masing-masing.
·       Siswa dengan bimbingan guru memberikan ulasan dan penekanan pada hal-hal yang harus dicontoh dari perwatakan, dialog, laku dan penguasaan pentas naskah drama yang ditampilkan oleh setiap penampilan perwakilan kelompok diskusinya masing-masing.

Konfirmasi
·           Menyimpulkan tentang hal-hal yang belum diketahui
·           Menjelaskan tentang hal-hal yang belum diketahui

Kegiatan Akhir :
F Refleksi
F Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan pembelajaran hari ini
F Siswa dengan bimbingan guru melakukan evaluasi
F Siswa   merefleksikan nilai-nilai  serta kecakapan hidup (live skill) yang bisa dipetik dari pembelajaran.

Tugas: Siswa menjawab soal-soal Kuis Uji Teori untuk mereview konsep-konsep penting  tentang perwatakan, dialog, laku dan penguasaan pentas oleh seorang aktor yang baik.

 VIII.      SUMBER/ALAT PEMBELAJARAN:
8.1 Sumber:
·         Artikel mengenai aktor yang baik
         8.2 Alat :
·         Penggalan naskah drama

 IX.      PENILAIAN :
9.1  Teknik: Lisan
9.2 Bentuk: esai
9.3 Jenis Instrumen:
1. Afektif: Serius, Aktif, Antusias

F Rublik penilaian keseriusan Siswa:
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan sangat serius
5
2.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan cukup serius
4
3.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan serius
3
4.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan kurang serius
2
5.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan tidak serius
1

F Rublik penilaian keaktifan Siswa:
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan sangat aktif
5
2.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan cukup aktif
4
3.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan aktif
3
4.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan kurang aktif
2
5.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan tidak aktif
1

F Rublik penilaian keantusiasan Siswa:
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan sangat antusias
5
2.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan cukup antusias
4
3.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan antusias
3
4.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan kurang antusias
2
5.
Siswa mengikuti pembelajaran dengan tidak antusias
1

2. Kognitif
F Rublik penilaian kognitif Siswa
Soal : Jelaskanlah bagaimana perwatakan aktor yang baik!
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.

2.

3.

 4.

 5.
Siswa menjelaskan bagaimana perwatakan aktor yang baik dengan sangat tepat.
Siswa  menjelaskan bagaimana perwatakan aktor yang baik dengan cukup tepat.
Siswa menjelaskan bagaimana perwatakan aktor yang baik dengan tepat.
Siswa  menjelaskan bagaimana perwatakan aktor yang baik dengan kurang tepat.
Siswa menjelaskan perwatakan aktor yang baik dengan tidak tepat.
5

4

3

2

1

Soal 2: Jelaskanlah bagaimana dialog aktor yang baik!
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.

2.

3.
4.

 5.
Siswa menjelaskan dialog aktor yang baik dengan sangat tepat.
Siswa menjelaskan dialog aktor yang baik dengan cukup tepat.
Siswa menjelaskan dialog aktor yang baik dengan tepat.
Siswa menjelaskan dialog aktor yang baik dengan kurang tepat.
Siswa menjelaskan dialog aktor yang baik dengan tidak tepat.
8

 6

4
2

0

Soal 3: jelaskanlah bagaimana laku seorang aktor yang baik!
NO
ASPEK YANG DINILAI
SKOR
1.
2.

3.
4.

5.
Siswa menjelaskan laku aktor yang baik dengan sangat tepat.
Siswa Siswa menjelaskan laku aktor yang baik dengan cukup tepat.
Siswa Siswa menjelaskan laku aktor yang baik dengan  tepat.
Siswa Siswa menjelaskan laku aktor yang baik dengan kurang tepat.
Siswa Siswa menjelaskan laku aktor yang baik dengan tidak tepat.
8
6

4
2

0

Pekanbaru, 27 April 2015
 Dosen Pembimbing                                                             Mahasiswa                                                  


HADI RUMADI, M.Pd                                         ERNIMAWATI HALAWA           
NIP 19550706 198503 1 001                                NIM 120511329










RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)







OLEH

ERNIMAWATI HALAWA
NIM 1205113229



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2015
Materi

Drama adalah potret kehidupan manusia, suka duka, pahit manis, hitam putih kehidupan manusia. Dalam drama perlu adanya seorang aktor/aktris karena aktor/aktris dalam pementasan sebuah drama merupakan tulang punggung pementasan. Dengan aktor-aktris yang tepat dan berpengalaman, dapat dimungkinkan pementasan yang bermutu, jika naskah baik dan sutradaranya cakap.

a. Perwatakan.
Definisi simple dari perwatakan adalah karakter atau sifat. Perwatakan dapat pula dikatakan sebagai pelukisan karakter/sifat/watak dari peran. Sebelum memulai latihan, para pemeran sebaiknya melakukan analisa sifat peran. Karena, biasanya dalam satu naskah, sifat para pemeran akan berbeda. Meskipun ada peran tiga orang pejabat, tentu sifat pejabat dalam drama itu pasti berbeda-beda.

Pada umumnya, ada tiga sifat khas yang dimiliki watak, yakni :
- Segi fisiologis (menyangkut ciri jasmani/badaniah)
- Segi Sosiologis (berkaitan dengan kedudukan, posisi dalam lingkungan)
- Segi Psikologis (berkaitan dengan latar belakang kejiwaan, seperti : kecerdasan dan moral)

Dari tiga sifat itu, maka langkah-langkah untuk menghayati perwatakan peran dapat dimulai dari pendekatan ketiga aspek tersebut.
Richard Boleslausky menganjurkan pada para calon aktornya untuk mempelajari peran kemudian jadikan diri sendiri.
Bila ketiga aspek penting dalam perwatakan sudah dipenuhi, dibarengi dengan penghayatan yang baik, maka peran seorang aktor diatas pentas akan lebih mengesankan.

b. Dialog (pengucapan)

Hakekat dasar drama adalah menampilkan persoalan manusia diatas panggung dengan dialog dan laku (gerak). Oleh sebab itu, dialog berfungsi sangat penting untuk menyampaikan pesan dari drama, disamping gerak. Oleh sebab itu, pengucapan dan pelafalan dialog sangat penting untuk membantu penyampaian pesan ini.

Drama juga harus melibatkan penonton, untuk ikut larut dalam jalan ceritanya. Oleh karena itu, pengucapan dialog atau percakapan memiliki tujuan ganda, penonton dan lawan main. Tujuan kepada penonton untuk menyampaikan pesan, sedangkan pada lawan main bertujuan untuk melakukan percakapan (berdasarkan naskah).

Dua faktor yang mempengaruhi kejelasan dialog adalah alat bicara dan intonasi. Alat bicara, berada didalam mulut, antara lain : lidah, langit-langit, gigi, bibir, dan lain-lain. Tentu saja, organ-organ ini bila tidak dalam kondisi sempurna, akan menganggu kejelasan dialog yang dilafalkan. Intonasi berkaitan dengan nada pengucapan. Tentu, diperlukan power dan nada yang tinggi untuk adegan marah, terkejut dan sebagainya. Bila nada diucapkan datar-datar saja, (tanpa nada) tentu dialog ini akan terasa sangat membosankan.

c. Laku (Gerak)
Kita harus memainkan permainan sesuai gaya, oleh sebab itu aktor harus dilatih untuk memasuki gaya permainan sesuai dengan gaya drama tersebut. Sebagai contoh, dalam drama Yunani kuno digunakan gaya formal; dalam drama-drama Shakespeare digunakan gaya romantik; teater abad ke XIX menggunakan gaya deklamatoris; teater modern menggunakan gaya realistis; dan sebagainya. Gaya serius, gaya tragedis, dan bayolan merupakan gaya yang harus diekpresikan secara tepat oleh aktor atau aktris.

d. Penguasaan Pentas
Blocking adalah kedudukan aktor pada saat di atas pentas. Dalam permainan drama, blocking yang baik sangat diperlukan, oleh karena itu pada waktu bermain kita harus selalu mengontrol tubuh kita agar tidak merusak blocking.  Blocking tersebut harus seimbang, utuh, bervariasi dan memiliki titik pusat perhatian serta wajar.Jelas, tidak ragu ragu, meyakinkan. Kesemuanya itu mempunyai pengertian bahwa gerak yang dilakukan jangan setengah setengah dan jangan sampai berlebihan. Kalau ragu ragu terkesan kaku sedangkan kalau berlebihan terkesan over acting.

Beberapa prinsip dasar dalam mengolah blocking di antaranya:
1. Dimengerti (jelas)
Apa yang kita wujudkan dalam bentuk gerak tidak menyimpang dari hukum gerak dalam kehidupan. Misalnya bila mengangkat barang yang berat dengan tangan kanan, maka tubuh kita akan miring ke kiri, dsb.
Blocking harus memiliki motivasi yang jelas berarti gerak-gerak anggota tubuh maupun gerak wajah harus sesuai tuntutan peran dalam naskah.

2. Seimbang
Seimbang berarti kedudukan pemain, termasuk juga benda-benda yang ada diatas panggung (setting) tidak mengelompok di satu tempat, sehingga mengakibatkan adanya kesan berat sebelah. Jadi semua bagian panggung harus terwakili oleh pemain atau benda-benda yang ada di panggung. Penjelasan lebih lanjut mengenai keseimbangan panggung ini akan disampaikan pada bagian mengenai "Komposisi Pentas".

3. Utuh
Utuh berarti blocking yang ditampilkan hendaknya merupakan suatu kesatuan. Semua penempatan dan gerak yang harus dilakukan harus saling menunjang dan tidak saling menutupi.

4. Bervariasi
Bervariasi artinya bahwa kedudukan pemain tidak disuatu tempat saja, melainkan membentuk komposisi-komposisi baru sehingga penonton tidak jenuh. Keadaan seorang pemain jangan sama dengan kedudukan pemain lainnya. Misalnya sama-sama berdiri, sama-sama jongkok, menghadap ke arah yang sama, dsb. Kecuali kalau memang dikehendaki oleh naskah.

5. Memiliki titik pusat
Memiliki titik pusat artinya setiap penampilan harus memiliki titik pusat perhatian. Hal ini penting artinya untuk memperkuat peranan lakon dan mempermudah penonton untuk melihat dimana sebenarnya titik pusat dari adegan yang sedang berlangsung. Antara pemain juga jangan saling mengacau sehingga akan mengaburkan dimana sebenarnya letak titik perhatian.

6. Wajar
Wajar artinya setiap penempatan pemain ataupun benda-benda haruslah tampak wajar, tidak dibuat-buat. Disamping itu setiap penempatan juga harus memiliki motivasi dan harus beralasan.

Dalam drama kontemporer kadang-kadang naskah tidak menuntut blocking yang sempurna, bahkan kadang-kadang juga sutradara atau naskah itu sendiri sama sekali meninggalkan prinsip-prinsip blocking. Ada juga naskah yang menuntut adanya gerak-gerak yang seragam diantara para pemainnya.