Senin, 25 Oktober 2021

Pernikahan (Kawin) dalam Kristen

Membentuk keluarga merupakan keputusan yang sangat penting dan perlu dipertimbangkan dengan sebaik-baiknya. Seseorang yang akan kamu ajak bersama mengarungi sisa hidup selama Tuhan berkenan memberikan kesempatan di dunia. Hal ini bisa menimbulkan dua dampak. Bisa kebahagian atau bisa juga penderitaan.

Nikah atau kawin dalam KBBI, bermakna "membentuk keluarga dengan lawan jenis; bersuami atau beristri; menikah".

Melihat pengertian di atas, kita menyadari bahwa pernikahan pada hakikatnya berlangsung dengan sesama jenis. Artinya, anggapan atau penerimaan menikah dengan sesama jenis juga tidak diperbolehkan terutama dalam iman percaya, hal ini juga sangat dilarang.

Dalam Kejadian 2:24 dikatakan bahwa, "sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging". Hal ini memberikan pemahaman bahwa ketika sepasang kekasih/ atau orang muda menyatakan siap menikah, maka hanya akan ada dua pribadi di dalamnya bersama Tuhan sebagai pemimpin keduanya. Keluarga berada di garis luar dari keduanya. 

Berbicara mengenai pernikahan tidak akan pernah ada habisnya. Pernikahan adalah anugerah Tuhan pada setiap kita. Kepercayaan dan tanggung jawab yang Tuhan berikan agar kita bisa membangun hadirat Tuhan di dalamnya membuat setiap keluarga memiliki tantangannya masing-masing. Kekuatan setiap pasangan juga berbeda-beda, untuk itu perlu punya hikmat Tuhan dalam membangunnya. Semakin sukses dalam memecahkan masalah, menghadirkan harmoninya Tuhan dalam sukacita keluarga, relasi yang penuh dengan kasih, dan ucapan syukur dalam segala keadaan, adalah kunci bagaimana menghadirkan Tuhan dan menciptakan pernikahan yang menarik dan dinikmati, baik dihadapan manusia maupun Allah.

1 Petrus 3:7, Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Kehidupan saling menghormati juga harus tetap ada dan ditumbuhkan bersama pada suami istri, meski keduanya merasa bahwa pernikahan sudah cukup lama dan sudah saling kenal. Namun, sikap saling menghargai dan mengasihi satu sama lain akan menimbulkan sikap hati yang terus menyadari adanya saling membutuhkan satu sama lain. Sehingga satu sama lain merasa dibutuhkan dan tidak ada yang merasa tidak dipedulikan.

Menikah itu sangat mengasikkan bagi sebagian orang yang menghargai suatu pernikahan. Neraka bagi sebuah pernikahan yang di dalamnya tidak menghadirkan kasih Allah. Esensi pernikahan terletak pada kedua insan tersebut. Komitmen untuk saling mengasihi dan menolong satu sama lain harus terus dikembangkan dan ditumbuhkan. Allah adalah inti dari semuanya. Selamat berbagi kasih dan bertumbuh bersama. 



Minggu, 26 September 2021

Aku bukanlah aku.

 Ini kali tulisan ku yang pertama sejak berhenti menulis. Aku tetiba merasa menulis bukan hal yang menarik dan mengasikkan. Banyak hal yang rasanya ingin aku tuangkan, namun berakhir pada satu kata, lalu kuhapus. Ah, entahlah. Aku merasa tidak bersemangat untuk merangkai kata, dan menerjemahkan asa dalam lisan.


Dua dekade berkecimpung dalam perjuangan dan masa yang beda. Dunia yang baru saja aku pelajari, kini Sang Empunya terus menambahkan satu tantangan begitu cepat. Anugerah yang terkadang menjadi bencana buatku. Aku tak mampu menjadi yang terbaik dan tak pernah lulus dalam permainan dunia.


Ego

Ya. Ada ego yang semakin meninggi dalam hatiku. Kepalaku rasanya pecah dan batinku rasanya remuk dengan api yang membara memanaskan naluri. Aku sedang mencari apa yang hilang dalam perjalananku. Sepertinya aku bukan aku. Berusaha melihat sedemikan rupa, namun dihentikan oleh satu tatapan dan kata yang tak bermanfaat.


Melakukan yang terbaik itu adalah aku. Mengusahakan yang terlihat sempurna akan aku lakukan, demi orang yang aku cinta. Namun, disini tak ku temukan. Pada jalannya ada banyak liku yang tak bersambut. Kau meneriakkan bunyi, namun bersambut kata. Kau menggemakan nyanyian, namun bersambut hentakkan. Dan bukankah akan lebih terasa pilu, jika kau memberikan senyuman, namun kau hanya mendapat hardikkan. Tak bersambut.


Ibarat patah hati sebelum menyatakan. Ada luka yang kau dapat sebelum memaparkan. Meski, apa yang kau usahakan adalah yang terbaik dari apa yang kau miliki. Keseluruhan jiwa kau beri, namun itu bukan hal besar baginya, dia yang kau beri namun itu tak cukup untuk menyenangkannya. Hanya sebuah kado kecil tak ternilai, meski itu hartamu satu-satunya. 


Kau memendam keseluruhan kepingan luka, rindu, dan bimbang. Kau ingin menyatukan nya, namun itu takkan pernah bermakna. Tersebab, setiap luka, rindu, dan bimbang bukanlah satu kesatuan. Kau hanya buang-buang waktu percuma. Kadang ada cinta yang melimpah, seketika hilang dengan sebuah pilu. Terkadang kau merasa cinta adalah hidup, namun hentakkan membuatnya sirna. Ya. Hati yang tak dijaga, akan pudar dilumat luka.


Diam.

Itu saja yang akan mampu menjaga benteng egomu. Menahan dan tak sesumbar melepas kata. Sebab, kata takkan mampu dihapus waktu. Apa yang terucap terkadang hanya akan membuat bekas yang terlihat jelas. Takkan hilang oleh waktu, meski terlihat pudar dan seolah-olah tak terlihat.


Aku tak tahu sampai kapan.

Aku bukanlah aku.

Semakin waktu menggiring diri memasuki masa-masa yang berbeda. Semakin aku bukanlah aku. Keterpaksaan memaksa diri mengubah haluan. Mengubah rasa, dan mengubah ingin. Berharap akan ada waktu menjamah diri dan menyadarkan akan berartinya sebuah kata, sebuah hati, dan sebuah makna. Mungkin saat nanti, dimana aku tak lagi ada menemani waktunya yang berlalu.


Jkrt, 27/10/21

Kamis, 21 Januari 2021

Gadis Kecilnya Tuhan_

(Mazmur 5-12) Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan bersorak-sorai d selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan karena Engkau akan bersukaria e orang-orang yang mengasihi nama-Mu. (5-12) Namun, biarlah semua orang yang berlindung di dalam Engkau bersorak-sukacita.


"Akulah gadis kecil Mu ya Tuhan, yang duduk di bawah kakiMu, menatap Mu sambil tersenyum padaMu, menunggu kataMu untuk apa yang harus aku lakukan selanjutnya".


Sungguh indah bukan? 

Membayangkan diri dan menganggap diri sebagai anak yang terus menunggu Bapanya, menanti-nantikan "apa lagi ya yang akan Bapa sampaikan kepadaku?", seperti itulah rasa hati yang begitu menikmati kehadiran Bapa sebagai sosok yang terus mencintai kita.


Di usia 27 tahun bahkan di usia berapapun, kita tetaplah anakNya. Setiap hari dengan sukacita seolah-olah menanti-nantikan dan berbicara kepadaNya untuk apa yang akan dikerjakan hari ini. Pada waktu pagi hatiku menanti-nantikan suara Tuhan Allahku. 


Hendaklah kita beria-ria, 

Meminta hikmat dan damai sejahtera dalam menghadapi setiap hari yang Tuhan izinkan boleh kita nikmati dengan tantangan dan segala perkara bahkan sukacitanya.


God bless Us :)