Kamis, 31 Januari 2019

Tentang pura_pura melupakan

Sapaku menerpamu dalam semilir angin,
Namun sadarmu tak bergeming.
Tandaku t'lah membayang di matamu,
Namun lihatmu tak menyambut.

Memanja kata dan asa dalam masa.
 Baiklah,,,
 Mari melupa sejenak akan sebuah nama.

Razzaku_ Jan_31 2019

Selasa, 22 Januari 2019

Ketika diri harus memilih antara orangtua dan si dia_

Keputusan beriring dilema_

Hei kamu. Ya, kamu yang sedang dilanda dilema dalam memutuskan antara pilihan orangtua dan si dia, apa kabar? hihihi, masih bisa bertahan? Pasti bisa bertahan! :)

Topik ini sering sekali terjadi diantara kaum muda dan para sahabat yang sedang bergumul sekali akan pilihan mengenai teman seumur hidup dan pilihan orangtua.

Tidak dipungkiri para orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Ya, bisa dari sudut pandang berbeda tentunya dalam hal ini. Contohnya terbaik dalam hal karakter (baik budinya, sopan, rajin), terbaik dalam hal religiusnya (taat beribadah, mengutamakan hubungan dengan Tuhannya) bahkan terbaik lainnya adalah terbaik dalam bentuk rupa (ganteng, keren, dsb.), terbaik dalam keuangannya/materi, yakni memiliki banyak harta (mungkin tidak habis beberapa keturunan, hihihi). Semua adalah bentuk antisipasi dan rasa kepuasaan masing-masing orangtua terhadap calon menantunya. Hal demikian wajar dan itu adalah hak para setiap orangtua untuk menentukan pilihan mereka atas anak yang mereka lahirkan dan besarkan. Nah, pertanyaannya apakah setiap pendapat dan keputusan para orangtua itu sudah tepat? Adakah kesamaan pemikiran antara orangtua dan anak? Sejalankah keputusan para orangtua yang memutuskan dengan anak yang menjalani? Benar kah itu adalah sosok pilihan yang tepat dan keputusan yang benar? Ah... Mungkin, tapi belum tentu tepat.

Dilema.
Sedih dan mungkin justru sangat menyiksa. Terlebih lagi, jika pada saat keputusan berlaku, si anak sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang benar-benar sudah membuatnya nyaman dan yakin menjadikannya teman seumur hidup. Tidak dapat dipungkiri bahwa hal pertama yang terjadi adalah kesedihan dan kekuatiran berkepanjangan. Bagaimana tidak, jika seseorang akan dijodohkan dengan orang yang belum cukup ia kenal. Bagaimana tidak akan kuatir dan sedih, jika ia tahu bahwa orangtua pasti akan memisahkan bahkan tidak merestui hubungan itu, jikalau mereka paksakan sekalipun. Serasa memakan buah Simalakama. "Maju kena, mundurpun kena".

Pada saat kondisi begini, hanya ada dua keputusan yang biasanya diambil oleh seorang anak. Yakni :

1. Mengikuti keputusan orangtuanya meskipun ia tahu akan menyakitkan terpisah dari seseorang yang selama ini ia doakan, ia gumulkan, kenal dan nyaman. Meskipun ia akan melukai satu hati dan tidak dapat dibohongi bahwa ia akan hancur hati ketika harus merelakan hubungannya demi keinginan orangtuanya dan menyakiti hatinya sendiri dengan menguburkan hubungan dan kenangan serta perjuangan yang telah lama ia bangun bersama seseorang. Yah. Pastinya menyakitkan. Namun, apa daya? Semua demi orangtua yang dikasihinya, yang telah melahirkan dan membesarkannya. Terlebih lagi jika si anak sadar bahwa kehidupannya dalam pernikahan sekalipun tanpa restu orangtuanya, maka itu tidak akan berarti. Ia hanya tidak mau menyakiti dan menghancurkan hati orangtuanya meski harus merelakan hatinya hancur. Sungguh nyaris.

2. Kemungkinan anak akan memperjuangkan hubungannya dan menolak dijodohkan ataupun menolak meninggalkan orang yang telah bersamanya, meski harus berjuang mati-matian untuk menunjukkan keyakinan pada orangtua bahwa pilihannya adalah tepat. Pada kondisi ini anak akan merasa sulit sekali. Keputusan orangtuanya dan kehendak orangtuanya adalah memisahkan dia dengan orang yang telah ia rancangkan dan impikan untuk bersama berjuang seumur hidup dan melewati perjalanan panjang bersama-sama. Ketika hal demikian semakin terasa rumit, anak biasanya akan semakin berpikir keras dan mencoba berbagai cara meyakinkan kedua orangtua dan keluarga. Ia akan berjuang untuk bisa bersama dengan pilihannya meski terkadang keluarga dan orangtua bahkan seakan cuek. Meyakinkan pasangan pun menjadi tugasnya agar tidak menyerah dan berjuang bersama. Pada akhirnya terkadang jika pilihannya dapat diterima, maka betapa bersyukurnya ia. Namun, jika sampai pada titik akhir dalam perjalanan panjangnya berjuang, ia belum juga mendapatkan restu, maka ia memilih untuk mempertahankan hubungannya meski tanpa restu dan siap menerima resiko ditolak dalam keluarga bahkan merasa diasingkan dan terbuang karena pilihan dan keyakinannya pada seorang pilihan hati. Bagaimana pun ia telah berjuang sampai titik dimana ia terkadang harus siap jika saat berjuang, seseorang itu menyerah dan meninggalkannya dalam tahap berjuangnya. Maka, sebelum itu terjadi, ia pun berani mengambil keputusan pahit dengan mendahulukan perasaannya dari pada mengikuti keputusan orangtua yang belum tentu benar itu. Karena pikirnya, yang menjalani hidup adalah dirinya, yang menanggung dan merasakan adalah dirinya, maka ia tidak mau gagal dan salah memilih apalagi mengikuti keputusan orangtua yang belum benar adanya baik dan sesuai pemikirannya. Yah, sampai pada titik berjuang dan memilih rela terbuang dan berani mengambil resiko. Ya, luar biasa berani.

Konflik batin dan pikir terjadi antara anak dan orangtua. Tahap dimana mimpi itu sulit disatukan. Tahap yang memaksa logika bermain dan bukan perasaan yang menaungi. Ah, terkadang sangat seram menginjak usia dimana memilih teman seumur hidup namun orangtua ikut memutuskan bahkan menjadi keputusan sepihak. Ya, itulah hidup. Harus dijalani dan tentukan pilihan.

Apa yang dapat dilakukan jika hal demikian melanda kita? Melanda kamu? Pernah berpikir akan hal lain? Solusi lain yang tidak menyakit keduanya? Hihihi, rumit jika dibayangkan.

Mari kita renungkan sejenak beban itu. Mari berpikir jernih dan ambil waktu berdoa sendiri dalam diammu. Lihatlah DIA Maha Kasih, Raja diatas Raja, dan Hakin diatas Hakim. Keputusan adalah milikNya. Maka kembalikan kepadaNya, berharap hanya kepadaNya.

Mazmur 39:7
(39-8) Dan sekarang, apakah yang kunanti-nantikan, ya Tuhan? Kepada-Mulah aku berharap.

 Mazmur 38:15
(38-16) Sebab kepada-Mu, ya TUHAN, aku berharap; Engkaulah yang akan menjawab, ya Tuhan, Allahku. 

Ya. Berharaplah senantiasa hanya kepadaNya. Minta hati yang bijaksana dalam memutuskan, sebelum keputusan besar kamu ambil. Minta hikmat dari Maha Hikmat. Saat hatimu tenang dan dipenuhi akan DIA, saat doa-doa syukurmu memenuhi relung hatimu dan pikirmu, dan saat hatimu tak lagi gundah meski tangismu merebak, tetaplah minta pada DIA keputusan apa yang terbaik menurut Nya yang harus kamu ambil.

Sebab, cinta dan kasih yang agung adalah kepunyaanNya. Jikalau kamu dipertemukan dengan orang yang kini bersamamu, maka itupun atas seizinNya. Kembalikanlah. Kembalikan pada kehendakNya. Saat semua sudah kamu curahkan pada doa-doamu padaNya. Saat ucapan syukurmu sudah membumbung tinggi padaNya, maka hela nafas dan putuskan dengan hati dan pikir yang mantap dengan keyakinan bahwa keputusan kamu adalah keputusan yang terbaik. Baik bagi orangtua dan baik pula bagi si dia. Di atas segalanya, sesungguhnya IA telah mengatur dan IA Maha tahu. Sebelum pergumulan itu menghampirimu. Sebab firmanNya :


Mazmur 139:16
mata-Mu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitab-Mu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satu pun dari padanya.



Pada akhirnya, keputusanmu adalah keputusan yang terbaik. Tandanya adalah ketika apa yang kamu putuskan mendatangkan damai sejahtera, baik kepada hatimu, hatinya dan hati orangtuamu.

Tuhan memberkati kamu dan segala pergumulan bahkan keputusanmu. Ingat kamu tidak sendiri. Jesus with you, with us and always with us forever and ever.

Wanita Nias_